Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Penatalaksaan Fisioterapi Broncopneumonia Dewasa di RSUD Dungus: A Case Report Fathya, Annida; Utami, Mulatsih Nita; Fatmarizka, Tiara
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Di Indonesia broncopneumonia atau lobar pneumonia terjadi peningkatan prevalensi pneumonia pada semua usia dari 1,6% (2013) menjadi 2,0% (2018). Pemberian pengasuhan fisioterapi yang dibantu dengan pengobatan perlu dilakukan. Broncopneumonia yang dialami oleh orang dewasa lanjut usia yang menderita pneumonia sering kali mengakibatkan pembaringan jangka panjang dan berkurangnya aktivitas sehari-hari; rehabilitasi dini bermanfaat bagi sistem pernapasan, kardiovaskular, dan alat gerak serta kondisi mental pasien di tempat tidur. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan pembukaan dan fungsi normal saluran napas. Case Presentation: Sebuah case report yang dilakukan di RSUD Dungus madiun dengan diagnose medis broncopneumonia pada pasien pria berumur 72 tahun yang berkerja sebagai petani. Keluhan utam pasien berupa dengan keluhan sesak nafas disertai batuk berdahak kental berwarna putih. Diagnosa fisioterapi berupa sesak, penurunan saturasi nafas, penurunan rasio ekspansi thorax, dan penurunan aktifitas fungsional yang diakibatkan oleh sesak. Management and Outcome: dilakukan asuhan fisioterapis sebanyak 5 kali dalam 3 hari berupa breathing control, deep breathing exercise, dan thoracic expansion exercise. Discussion: Pemberian asuhan fisoterapi yang dikombinasikan dengan pemberian nebulizer sebanyak 5 kali dapat meningkatkan kapasitas fungsional paru paisen dan mengurangi gejala dengan membersihkan jalan nafas dan melatih otot-otot pengembang sangkar thorax. Conclusion: Asuhan fisioterapis yang dilakukan dengan pemberian breathing control, deep breathing exercise dan TEE dapat memperbaiki kapasitas fungsional paru pasien.
Manajemen Fisioterapi pada Tuberculosis Paru disertai Efusi Pleura Organisasi: A Case Study Latifah, Alifia Putri; Herawati, Isnaini; Utami, Mulatsih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Tuberkulosis merupakan penyakit multiorgan yang biasanya terjadi di paru-paru dan disebabkan oleh infeksi Myobacterium tuberculosis (TBC). Tuberculosis paru dapat menyebabkan permasalahan pada pernapasan obstruktif kronis seperti mengi, batuk, produksi sputum, dispnea, dan penurunan fungsional paru. Obstruksi aliran udara disebabkan karena proses penyembuhan abnormal dan respon inflamasi jangka panjang seperti penebalan pleura. Penebalan pleura residual setelah efusi TBC menjadi komplikasi yang umum, namun dampaknya untuk fungsi paru-paru dan morbiditasnya tidak diketahui. Penebalan dan kalsifikasi pleura dapat berdampak serius pada fungsi pernapasan serta kualitas hidup. Terapi nebulizer dapat digunakan pada penderita penyakit pernapasan obstruksi kronis, reaksi alergi, dan infeksi paru. Breathing exercise merupakan metode fisioterapi pernapasan yang efektif terutama dalam rehabilitasi paru. Breathing control dan Pursed lip breathing merupakan bagian dari breathing exercise. Breathing control dapat membantu untuk rileksasi dan pursed lip breathing yakni latihan dengan teknik menghembuskan napas disertai mengerucutkan bibir, dapat meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan respiratory rate sehingga dapat mengurangi sesak. Case Presentation: Pasien berusia 78 tahun mengeluhkan demam, sesak, dan batuk berdahak berwarna kuning. Pasien memiliki riwayat TB paru aktif pada tahun 2021. Pada bulan November 2023 pasien didiagnosis TB paru lama aktif dengan efusi pleura kiri organisasi. Nilai sesak yang diukur dengan borg scale didapatkan skor 4, respiratory rate 26x/menit, saturasi oksigen 92%, mMRC dengan skor 4. Ekspansi thoraks pada axilla 2 cm, ICS 4 2 cm, processus xipoid 3 cm. Management and Outcome: Terapi nebulizer dan breathing exercise (breathing control dan pursed lip breathing) diberikan 3 kali sehari dan dilakukan evaluasi 3 kali dalam sehari. Breathing exercise dilakukan 8 repetisi, 2 set. Terdapat peningkatan saturasi oksigen dari 92% menjadi 95%, peningkatan ekspansi sangkar thoraks pada ICS 4 dari 2 cm menjadi 2.5 cm. Conclusion: Pemberian intervensi fisioterapi dengan nebulizer dan breathing exercise dapat meningkatkan ekspansi sangkar thoraks dan saturasi oksigen. Namun perkembangannya tergantung pada kondisi pasien. Sesi fisioterapi dan observasi perlu dilakukan lebih lama agar dapat dapat diketahui perkembangan dan pengaruh intervensi tersebut dalam jangka panjang.
Manajemen Fisioterapi pada Penderita Interstitial Lung Disease di RSUD Dungus Madiun: Case Report Motik, Annisa Firsita; Komalasari, Dwi Rosella; Utami, Mulatsih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Interstitial Lung Disease merupakan sekumpulan penyakit paru yang ditandai dengan adanya fibrosis atau jaringan parut di jaringan interstitial. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemampuan paru-paru untuk mendapatkan cukup oksigen, sehingga akan mengalami kesulitan dalam bernapas, kelelahan, dan penurunan toleransi aktivitas. Case Presentation: Case report ini merupakan single subject research, dimana subjek diberikan intervensi fisioterapi sebanyak 9x terapi dan dilakukan evaluasi untuk melihat efek dari pemberian terapi yaitu nebulizer, breathing control, pursed lip breathing, TEE (thoracic expansion exercise), dan stretching otot sternocleiodomastoideus pada kondisi Interstitial Lung Disease. Management and Outcome: Intervensi fisioterapi yang diberikan berdasarkan hasil dari assessment subjektif dan objektif pasien. Pemberian intervensi fisioterapi dilakukan sebanyak 9x dalam waktu 3 hari, dan dilakukan evaluasi sebanyak 2x dalam sehari. Outcome yang di evaluasi adalah vital sign, ekspansi thorax, skala sesak, serta kemampuan fungsional. Hasil studi adalah vital sign cenderung stabil, adanya peningkatan ekspansi thorax, serta skala sesak dan kemampuan fungsional tetap memiliki skor yang sama. Discussion: Pemberian intervensi nebulizer diberikan untuk melonggarkan jalan napas sehingga mucus dapat keluar, breathing control untuk memperbaiki pola napas, pursed lip breathing (PLB) mengurangi sesak dengan meningkatkan compliance paru untuk melatih otot pernapasan agar berfungsi dengan baik, TEE (thoracic expansion exercise) untuk meningkatkan ekspansi thorax, serta stretching otot sternocleiodomastoideus untuk mengurangi tightness/kekakuan akibat overuse. Conclusion: Manajemen fisioterapi berupa nebulizer, breathing control, pursed lip breathing, TEE (thoracic expansion exercise) dapat mengurangi sesak, memperbaiki pola pernapasan, meningkatkan ekspansi thorax, serta mempertahankan kemampuan fungsional pasien.
Manfaat Deep Breathing Exercise dan Latihan Mobilisasi Sangkar Thorax terhadap Penurunan Derajat Sesak dan Peningkatan Ekspansi Thorax pada Pasien Efusi Pleura di RSUD Dungus, Madiun: Studi Kasus Ariyanti, Annisa Mutiara; Wahyuni, W; Utami, Mulatsih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Efusi pleura merupakan kondisi patologis dimana terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura, yaitu antara pleura visceral dan pleura parietal. Pada aspek fisioterapi pada efusi pleura akan didapatkan permasalahan sesak napas, nyeri pada area dinding dada, pola napas tidak efektif, gangguan postur, penurunan ekspansi thorak, dan keterbatasan aktivitas fungsional. Terdapat juga kelemahan atau thigtness pada otot-otot bantu pernapasan seperti scaleni, sternocleidomastoid, upper trapezius, pectoralis major, dan serratus anterior yang apabila dibiarkan dapat menyebabkan sesak napas parah dan mempengaruhi diafragma. Deep breathing exercise efektif dalam meningkatkan ekspansi thorax, mengurangi kerja pernapasan dan meningkatkan efisiensi ventilasi pernapasan, pasien menarik napas dalam melalui hidung dan ditahan 3-5 detik kemudian dihembuskan napas melalui mulut secara perlahan, latihan dapat dilakukan dengan frekuensi 3 kali sehari dengan waktu 5-10 menit. Latihan mobilisasi sangkar thorax juga dapat meningkatkan mobilitas ekspansi thorax, ventilasi pernapasan, mengkontrol inspirasi dan ekspirasi. Case Presentation: Pasien inisial Ny.S berumur 65 tahun, beragama islam. Pasien didiagnosa medis di RSUD Dungus dengan Cardiomegaly dengan efusi pleura kanan, suggestive lobar pneumonia kanan. Pasien sudah pernah dirawat di RSUD Dungus dengan keluhan yang sama 4 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan mual dan berat saat menarik napas, dirasakan memberat 2 minggu terakhir sebelum masuk RS. Saat ini pasien tidak bisa beraktivitas turun dari kasur dikarenakan lemas dan sesak apabila beraktivitas. Management and Outcome: Pasien diberikan intervensi fisioterapi berupa nebulizer, deep breathing exercise, mobilisasi sangkar thorax dan stretching active regio neck dan shouldher sebanyak 6 kali dalam jangka waktu 4 hari berturut-turut, untuk evaluasi dilakukan penilaian ulang dari vital sign (BP,HR,RR,Spo2), pengukuran mobiltas ekspansi thorax dengan antropometri, pola napas pasien, nyeri dengan NRS, derajat sesak napas menggunakan BORG scale, dan aktivitas fungsional dengan MRC. Discussion: Intervensi yang diberikan berupa nebulizer untuk membuka jalan napas, deep breathing exercise untuk mengatur pola napas, latihan mobilisasi sangkar thorax untuk menambah ekspansi thorass dan stretching untuk mengurangi spasme pada otot accecory muscle. Deep breathing exercise dan latihan mobilisasi thorax yang diberikan sebanyak 6 kali dapat menurunkan sesak, meningkatkan eksapansi thorax. Conclusion: Setelah terapi 6 kali dengan Nebulizer, Deep Breathing dengan mobilisasi sangkar thorax dan Stretching aktif SCM didapatkan penurunan RR, peningkatan sangkar thorax, perbaikan pola napas dan penurunan spasme pada SCM kanan dan kiri, upper trapezius dan pectoralis mayor kanan dan kiri.
EXERCISE THERAPY PROGRAM IN SECONDARY SPONTANEOUS PNEUMOTHORAX ASSOCIATED WITH PULMONARY TUBERCULOSIS: A CASE REPORT Irayanti, Winda; Wijianto, W; Utami, Mulatsih Nita; Hidayati, Ratna Nur Rahma
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2021: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.355 KB)

Abstract

Introduction: Secondary spontaneous pneumothorax (PSS) occurs due to underlying lung disease, in some developing countries pulmonary tuberculosis (TB) is the primary cause of PSS. Case Presentation: A 37 years-old male patient who was farmer from Wonogiri, Central Java, came to RS Paru Dungus with the symptoms of dyspnea, cough, and chest pain for 3 months ago. The patient is an active smoker for 25 years and quits smoking 3 months ago. The patient has a history of pulmonary TB disease. On examination of vital signs, blood pressure and heart rate were good, the patient's breathing was 28x/minute, oxygen saturation was 90%. A chest X-ray showed suggestive pleural TB with secondary infection and pneumothorax in the left apical segment. Based on the inspection, the patient using diaphragmatic breathing, has a barrel chest, and kyphosis. On palpation, there was a spasm of the accessory muscles of respiration. Auscultation showed normal breath sounds and hyper resonance in the left superior area. Vocal fremitus in left superior lobe > left inferior lobe. The dyspnea scale was 6 while the functional activity examination showed the patient was on a scale of 4. Management and Outcome: Physiotherapists give breathing control (BC), deep breathing exercise (DBE), and chest expansion resistance exercise (CERE) training programs for 9 days, getting the results of decreasing dyspnea level and increasing the patient's functional activity. Discussion: Pneumothorax secondary to TB usually occurs after extensive TB involvement of the lung as sudden bronchopleural fistulization and empyema with severe cavitary formations cause pleural rupture. BC is given to patients with a respiratory rate >20x/min, to help improve inefficient or abnormal breathing patterns, while DBE can increase ventilation and oxygenation, and CERE is given to maximize lung expansion by increasing the amount of air that can be pumped by the lungs to maintain the performance of the respiratory accessory muscles. Conclusion: Exercise therapy can reduce shortness of breath and improve functional activity in patients with secondary spontaneous pneumothorax associated pulmonary TB.
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Tuberculosis (TBC) Paru di RSUD Dungus Madiun Jawa Timur: Case Report Firjatulla, Rakha; Dewangga, Mahendra Wahyu; Utami, Mulatsih Nita
Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 4 No. 02 (2025): Maret: Jurnal Ilmiah Multidisiplin
Publisher : Asosiasi Dosen Muda Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56127/jukim.v4i02.1959

Abstract

Penyakit Tubercolusis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Masalah utama pada penderita tuberkulosis paru adalah bersihan jalan nafas yang tidak efektif yang ditandai dengan dispnea, ronchi, sputum yang berlebihan, batuk yang tidak efektif. Penelitian ini menerapakan metode studi kasus untuk menekankan pada satu objek sebagai sebuah kasus yang dipelajari. Intervensi fisioterapi diberikan selama 3 hari, dari tanggal 30 November 2024 hingga 02 Desember 2024, di Rumah Sakit Umum Daerah Dungus Madiun. Kemudian dari hasil evaluasi yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa kondisi pasien saat ini mengalami peningkatan dari kondisi sebelumnya
EFFECTIVENESS OF PHYSIOTHERAPY INTERVENTION IN IMPROVING FUNCTIONAL CAPACITY IN A PATIENT WITH PULMONARY EMPHYSEMA: A CASE REPORT Oktaviana, Navisatul; Susilo, Taufik Eko; Utami, Mulatsih Nita
JTH: Journal of Technology and Health Vol. 3 No. 1 (2025): July: JTH: Journal of Technology and Health
Publisher : CV. Fahr Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61677/jth.v3i1.471

Abstract

Pulmonary emphysema merupakan salah satu subtipe dari chronic obstructive pulmonary disease (COPD) yang ditandai dengan pelebaran abnormal alveoli secara permanen dan kerusakan dindingnya, mengakibatkan gangguan ventilasi dan penurunan fungsi paru. Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas intervensi fisioterapi pada pasien laki-laki usia 66 tahun dengan diagnosa pulmonary emphysema di RSUD Dungus Madiun, Evaluasi yang dilakukan yaitu pengukuran derajat sesak napas menggunakan Modified Borg Scale, pengukuran kemampuan fungsional fungsional menggunakan mMRC (modified medical research council scale), pengukuran ekspansi thoraks menggunakan midline, dan saturasi oksigen menggunakan oximeter. Intervensi fisioterapi meliputi pemberian nebulizer (bronchodilator dan anti-inflamasi), breathing control, pursed lip breathing, thoracic expansion exercise, active cycle of breathing technique (ACBT), stretching dan muscle release pada otot bantu napas, serta early mobilization. Hasil studi menunjukkan adanya penurunan derajat sesak napas dari skala 7 menjadi skala 3, peningkatan saturasi oksigen, peningkatan kemampuan fungsional, dan peningkatan ekspansi thoraks secara signifikan. Intervensi tersebut terbukti membantu mengurangi derajat sesak napas, memperbaiki fungsi pernapasan, mengurangi spasme otot bantu napas, serta meningkatkan toleransi aktivitas fisik pasien. Studi ini menegaskan bahwa kombinasi fisioterapi yang tepat dan berkelanjutan dapat memberikan dampak positif pada pemulihan pasien dengan emfisema paru, terutama dalam aspek respirasi dan kapasitas fungsional.