Setiawan, Galih Adhi Isak
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Manajemen Fisioterapi pada Kasus post Sectio Caesarea Eracs e.c. Oligohidramnion: Studi Kasus Shabarina, Nurvadhanti Intan; Susilo, Taufik Eko; Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Sectio caesarea (SC) merupakan tindakan dalam proses persalinan janin dengan cara memberikan sayatan terbuka pada perut dan sayatan pada rahim ibu. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan secara SC, yaitu oligohidramnion. Dampak pasca SC, yaitu peningkatan nyeri incisi dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional pasien pasca SC. Oleh karena itu, tujuan dari studi kasus ini adalah mengurangi nyeri dan meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional pasien pasca SC. Presentasi Kasus: Pasien Ny. Y usia 28 tahun dengan diagnosa medis Post Sectio Caesarea Eracs e.c. Oigohidramnion. Keluhan pasien: nyeri di luka bekas SC dan penurunan aktivitas fungsional pasien pasca SC. Inspeksi statis: adanya luka bekas SC pada area perut pasien. Inspeksi dinamis: raut wajah pasien terlihat menahan rasa nyeri saat bergerak. Pemeriksaan palpasi: adanya nyeri tekan di luka bekas SC area perut pasien. Pemeriksaan nyeri dengan numeric rating scale: adanya peningkatan nyeri pasca SC. Pemeriksaan aktivitas fungsional dengan kenny self care index: adanya penurunan kemampuan aktivitas fungsional pada pasien pasca SC. Managemen dan Hasil: Pasien melakukan terapi sebanyak 2x dengan intervensi, berupa deep breathing exercise, free active exercise, pelvic tilt exercise, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi. Setelah 2x terapi, pasien dievaluasi dengan dilakukan pengukuran nyeri didapatkan hasil adanya penurunan nyeri dan pengukuran kemampuan aktivitas fungsional dengan hasil adanya peningkatan kemampuan aktivitas fungsional pasien pasca SC. Diskusi: Pasien pasca SC yang mengalami peningkatan nyeri dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional dengan diberikan intervensi, berupa deep breathing exercise, free active exercise, pelvic tilt exercise, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi berdasarkan hasil evaluasi penelitian ini dan beberapa literatur telah terbukti memberikan dampak dalam penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan aktivitas fungsional pasien pasca SC. Kesimpulan: Program terapi sebanyak 2x dengan intervensi berupa deep breathing exercise, free active exercise, pelvic tilt exercise, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi terhadap Ny. Y, didapatkan hasil terdapat penurunan nyeri dan peningkatkan kemampuan aktivitas fungsional pasien secara mandiri.
Manajemen Disfungsi Otot Dasar Panggul pasca Persalinan Normal dengan Intervensi DNS: Case Study Almadani, Zahra; Herawati, Isnaini; Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Persalinan normal meningkatkan risiko disfungsi dasar panggul pada wanita. Lebih dari 46% wanita yang memiliki keluhan disfungsi dasar panggul memiliki riwayat persalinan normal. Wanita dengen riwayat persalinan normal memiliki angka kejadian 58% dibandingkan mereka yang melakukan persalinan dengan caesar (43%). Dalam upaya mengurangi keluhan terkait disfungsi dasar panggul pasca persalinan normal, DNS (Dynamic Neuromuscular Stabilization) menjadi salah satu metode fisioterapi yang baru-baru ini berkembang. Case Presentation: Subjek penelitian berusia 30 tahun dengan G3P2A0 yang melakukan persalinan secara normal (post-partum spontan) dengan usia kehamilan 39 lebih 4 minggu. Anak dilahirkan secara manual aid dengan kondisi presentasi bokong (presbo). Pasien memiliki riwayat persalinan caesar 4 tahun yang lalu. Saat ini pasien mengeluhkan ketidaktuntasan dalam buang air kecil dan frekuensi buang air kecil yang cukup sering. Management and Outcome: Subjek diberikan latihan DNS selama 2 hari. Hasilnya, latihan ini mampu memberikan peningkatan dalam mengurangi ketidaktuntasan dan frekuensi buang air kecil pada ibu pasca persalinan normal. Discussion: Hasil study ini menunjukan efektifitas dari latihan dengan pendekatan DNS dalam penurunan masalah disfungsi dasar panggul. Pada total skor PDFI-20 terdapat penurunan dari 168 menjadi 150, terutama pada aspek saluran kemih yang turun menjadi 75 dari 93. Meskipun tidak terdapatnya peningkatan kontraksi otot dasar panggul yang diukur menggunakan MOS Conclusion: Manajement fisioterapi pada kasus disfungsi dasar panggul dengan metode DNS mampu memberikan mengurangi ketidaktuntasan dan frekuensi buang air kecil pada ibu pasca persalinan normal.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Post Sectio Caesarea e.c. Impending Eklampsia: Studi Kasus Auliya, Fitrotul; Dewangga, Mahendra Wahyu; Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: pre eklampsia merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi selama kehamilan atau setelah melahirkan dimana terdapat tekanan darah tinggi dan tanda-tanda gangguan organ lain. Tekanan darah tinggi saat hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya pre eklampsia, kelahiran prematur, solusio plasenta, dan kelahiran sesar. Sectio caesarea adalah sebuah teknik operasi untuk melahirkan janin dan hasil kehamilan melalui sayatan pada abdomen. Permasalahan yang terjadi pada kasus post sectio caesarea e.c. impending eklampsia adalah hipertensi, nyeri pada bekas luka operasi sectio caesarea di perut bawah, penurunan kekuatan otot abdominal dan pelvic floor, penurunan kemampuan fungsional, dan oedema pada ankle kanan dan kiri. Adapun intervensi fisioterapi yang dapat diberikan yaitu diaphragmatic breathing exercise, active movement exercise, knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi bertahap. Presentasi Kasus: pasien Ny. AK usia 37 tahun dengan diagnosa medis post sectio caesarea e.c. impending eklampsia mengalami permasalahan berupa hipertensi, nyeri pada bekas luka operasi sectio caesarea di perut bawah, penurunan kekuatan otot abdominal dan pelvic floor, penurunan kemampuan fungsional, dan oedema pada ankle kanan dan kiri. Intervensi dan Hasil: pasien diberikan intervensi fisioterapi berupa diaphragmatic breathing exercise, active movement exercise, knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi bertahap sebanyak 3 kali dan didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan tekanan darah, penurunan nyeri (diam, tekan, gerak), peningkatan kekuatan otot (abdominal dan pelvic floor), peningkatan kemampuan fungsional, dan penurunan oedema pada ankle kanan dan kiri. Diskusi: penurunan tekanan darah dan nyeri terjadi setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa diaphragmatic breathing exercise. Selain itu, terjadi juga peningkatan kekuatan otot abdominal dan pelvic floor setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, dan pelvic floor exercise. Peningkatan kekuatan otot juga dapat dipengaruhi oleh nyeri yang mulai berkurang sehingga pasien tidak takut untuk bergerak atau melakukan latihan. Kemampuan fungsional pasien juga mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa active movement exercise dan latihan mobilisasi bertahap. Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh kondisi umum pasien yang semakin hari semakin membaik, tekanan darah yang mulai terkontrol, dan penurunan nyeri. Oedema pada ankle kanan dan kiri juga mengalami penurunan setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa active movement exercise anggota gerak bawah (AGB) berupa ankle pumping dan dipengaruhi oleh pemberian obat furosemide. Kesimpulan: pemberian intervensi fisioterapi berupa diaphragmatic breathing exercise, active movement exercise, knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi bertahap sebanyak 3 kali dapat untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi nyeri (diam, tekan, gerak), meningkatkan kekuatan otot (abdominal dan pelvic floor), meningkatkan kemampuan fungsional, dan mengurangi oedema pada ankle kanan dan kiri pada kasus post sectio caesarea e.c. impending eklampsia.
Manajemen Fisioterapi pada Kasus Benigh Prostate Dysplasia pasca Transurethral Resection of The Prostate: Studi Kasus Adhiibah, Paradise; Supriyadi, Arin; Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) mengacu pada pertumbuhan non-ganas atau hiperplasia jaringan prostat dan merupakan penyebab umum lower urinary tract symptoms (LUTS) pada pria lanjut usia. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan BPH adalah tindakan pembedahan Trationnsurethral Resection Of the Prostate (TURP). Pada pembedahan BPH jarang terjadi, tetapi 30-40% klien mengalami inkontinensia urin dini. Disfungsi ereksi juga merupakan salah satu dampak post operasi TURP. Pelvic floor exercise mampu meringankan bahkan menyembuhkan inkontinensia urin atau ketidakmampuan menahan BAK. Presentasi kasus: pasien dengan diagnosa post Transurethral Resection of the Prostate (TURP) ec Benign Prostate Hyperplasia. Pasien seorang pensiunan dan banyak beraktivitas di rumah. Pasien menjalankan operasi pada tanggal 4 Desember 2023. Manajemen dan hasil: Pasien diberikan intervensi berupa breathing exercise dan pelvic floor exercise. Pengukuran yang dilakukan peneliti yaitu untuk mengevaluasi nyeri, keparahan inkontinensia urin, ejakulasi dini, disfungsi ereksi, dan fungsional seksual. Diskusi: Pelvic floor exercise atau senam kegel adalah latihan yang dapat memperkuat otot dasar panggul, pelvic floor exercise dapat meningkatkan fungsi sfingter dan otot daerah genital. Pelvic floor exercise bertujuan untuk mengatasi inkontinensia urin pada wanita dan pria. Pelvic floor exercise juga dapat membantu pemulihan organ genital setelah persalinan, permasalahan usus dan memulihkan kesulitan ereksi pada pria. Kesimpulan: Pemberian intervensi breathing exercise dan pelvic floor exercise pada pasien post operapi TURP dapat menurunkan nyeri namun belum terlihat hasilnya untuk menurunkan keparahan inkontinensia urin pada pasien.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Low Back Pain Et Causa Spondylolisthesis: Laporan Kasus Aqila Zofianeysa Andika; Fiana Rosalia Putri; Anindya Maghfira Zain; Fajar Andini; Arif Pristianto; Setiawan, Galih Adhi Isak
Inovasi Kesehatan Global Vol. 2 No. 4 (2025): November: Inovasi Kesehatan Global
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/ikg.v2i4.2371

Abstract

Low Back Pain (LBP) is often caused by spondylolisthesis, which causes pain, limited mobility, and disability. Conservative physiotherapy is the primary option to reduce symptoms and improve function. This study aims to evaluate the effectiveness of multimodal physiotherapy interventions in patients with LBP and spondylolisthesis. A case report study was conducted on a 59-year-old female patient diagnosed with LBP and spondylolisthesis. The patient underwent three physiotherapy intervention sessions: Infrared (IR), Short-Wave Diathermy (SWD), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), William Flexion Exercise, Core Stability, and Strengthening. Evaluation was performed using the Numeric Rating Scale (NRS) for pain, a goniometer for joint range of motion (LGS), Manual Muscle Testing (MMT) for muscle strength, and the Oswestry Disability Index (ODI) for function. The results of the therapy showed a significant reduction in pain, namely silent pain from a score of 5 to 1 and pain on movement from a score of 6 to 3. Lumbar ROM increased with flexion from 70 degrees to 85 degrees. Lumbar muscle strength also improved, flexors from a score of 4 to 5 and extensors from a score of 3 to 5. ODI decreased from 55.5% (severe disability category) to 12% (minimal disability category). Multimodal physiotherapy interventions have been proven effective in reducing pain, improving LGS, muscle strength, and function in patients with LBP et causa spondylolisthesis.
Peran Chest Physiotherapy dalam Optimalisasi Komposisi Gas Darah: Tinjauan Naratif terhadap Mekanisme Fisiologis dan Implikasi Klinis Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2025: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Pasien dengan gangguan pernapasan yang dirawat di ruang intensif sering membutuhkan ventilator mekanik. Pemantauan gas darah arteri (AGD) seperti PaO2, PaCO2, dan pH penting untuk menilai efektivitas ventilasi. Chest physiotherapy (CPT) digunakan sebagai terapi adjuvan untuk meningkatkan ventilasi dan oksigenasi, namun bukti ilmiah mengenai pengaruhnya terhadap komposisi gas darah masih bervariasi.Objective: Meninjau secara naratif efek fisioterapi dada terhadap komposisi gas darah (PaO2, PaCO2, SaO2) berdasarkan bukti ilmiah dari 20 tahun terakhir.Metode: Tinjauan naratif ini mengkaji tujuh artikel penelitian intervensional, termasuk RCT, crossover, dan review sistematis, yang mengevaluasi parameter gas darah pada pasien dewasa, anak, dan neonatus setelah intervensi CPT. Analisis menggunakan pendekatan PICO.Discussion: Teknik seperti manual hyperinflation, oscillating PEP, dan vibrasi mekanik menunjukkan peningkatan PaO2 dan penurunan PaCO2, khususnya pada pasien dewasa ventilator dan anak dengan fibrosis kistik. Namun, pada anak yang mendapat ventilator dan pasien tanpa produksi sputum, CPT tidak menunjukkan perbedaan signifikan atau bahkan menurunkan oksigenasi. Efektivitas sangat tergantung pada teknik dan kondisi pasien.Conclusion: Chest physiotherapy dapat memberikan manfaat terhadap ventilasi dan oksigenasi secara akut, namun memerlukan seleksi pasien dan teknik yang tepat agar aman dan efektif. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang kuat dan populasi homogen.
Management Fisioterapi pada Kasus Tennis Elbow di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Apriyanto, Gusti Dwi; Wijianto, W; Setiawan, Galih Adhi Isak
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2025: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Degenerasi tendon yang paling sering terjadi pada siku adalah tennis elbow. Kelainan ini menyebabkan nyeri pada sisi lateral siku. Nyeri ini terutama terjadi pada epicondylus lateralis dan otot ekstensor pergelangan tangan. Kelainan ini terutama terjadi pada pemain tenis lapangan atau pada orang-orang yang sering menggunakan lengan bawah dalam posisi pronasi, seperti ibu rumah tangga, tukang, pemahat, montir, dan orang lain yang sering menggunakan pergelangan tangan dalam posisi ekstensi jari.Case Presentation: Desain penelitian ini dengan menggunakan metode studi kasus bertujuan untuk mengetahui manajemen fisioterapi pada kasus tennis elbow. Penelitian di lakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada seorang laki-laki berinisial Tn. NK berusia 31 tahun, merupakan seorang content creator dan beralamatkan Gunung Kidul, Yogyakarta, Jawa Tengah. Pasien masuk ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan nyeri pada area siku pada saat di gerakan.Management and Outcome: Pasien diberikan ultrasound, Tens dan myofascial release selama 4 minggu 4x pertemuan dengan dosis dosis 3 kali dalam 2 minggu setiap sesinya 10-15 menit. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan Range Of Motion (ROM), Manual Muscle Testing, Numeric Rating Scale dan kemampuan fungsional.Conclusion: Setelah diberikan intervensi berupa TENS, ultrasound dan myofascial release sebanyak 4x pertemuan didapatkan hasil perubahan yang cukup signifikan.