Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Management Fisioterapi pada Kasus Drop Foot e.c. Morbus Hansen Multi Basiler dengan Xerosis dan Ulcus Zahra, Arifah Az; Wijianto, W; Prihastomo, Teguh
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Morbus Hansen atau biasa dikenal Kusta adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Mycobacterium leprae dan menyerang kulit, saraf perifer, mukosa saluran pernapasan bagian atas, dan mata. Kusta dapat mengganggu kelembapan kulit yang menyebabkan xerosis. kusta biasanya dapat disembuhkan dan jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan cacat. Salah satu masalah yang timbul akibat penyakit kusta ini adalah kelemahan atau lesi saraf peroneus, yang merupakan kelumpuhan otot anterior dan lateral pada kaki karena cedera atau kerusakan saraf peroneus. Ini juga dikenal sebagai istilah drop foot. Case Presentation: Penelitian ini dilakukan dengan meneliti seorang pasien jenis kelamin laki-laki usia 42 tahun yang didiagnosa Drop Foot Bilateral et causa Morbus Hansen Multi Basiler dengan Xerosis dan Ulcus. Dengan tujuan untuk mengetahui manfaat dari modalitas fisioterapi berupa Electrical stimulation, Stretching exercise, Terapi Latihan, dan Oiling. Management and Outcome: setelah dilakukan Tindakan fisioterapi sebanyak 3 kali pertemuan selama 3 dengan durasi 45 menit setiap pertemuan. didapatkan peningkatkan kekuatan otot pada dorsi fleksi, eversi dan inversi ankle dextra 1 poin, dan peningkatan lingkup gerak dextra dan sinistra sebanyak 5 derajat. Namun belum mengalami peningkatan pada kelembapan kulit dan belum mengalami perubahan pada kemampuan fungsional. Discussion: Belum adanya peningkatan yang signifikan dalam aspek-aspek pemeriksaan secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan kerusakan pada saraf membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh dari pada otot. Karena fungsi saraf mengirimkan impuls listrik ke otot, ketika otot mengalami kerusakan, implus listrik yang dikirim ke otot akan terganggu dan berkurang, yang berarti otot tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu, sangat memungkinkan terjadinya peningkatan apabila waktu pertemuan untuk evaluasi diperpanjang. Total dari dilakukan terapi hingga evaluasi yaitu 3 kali pertemuan selama 2 minggu dengan durassi 45 menit setiap pertemuan. Conclusion: berdasarkan penelitian pada studi kasus ini menunjukkan bahwa modalitas fisioterapi pada kasus Drop Foot e.c morbus hansen multi basiler dengan xerosis dan ulcus berupa Electrical Stimulation, Stretching exercise, Terapi Latihan, dan Oiling dapat meningkatkan kekuatan otot dan peningkatan lingkup gerak sendi meskipun belum signifikan.
Peran Fasilitator Dalam Program Pelatihan Membatik Guna Meningkatkan Sumber Penghasilan Masyarakat Zacky Raffi Al Faridzi; Nur Laili Fitriyah; Ahsanun Nihayah; Zahra, Arifah Az; Aisyah Aprillia Rahmawati; Ayat Akhras Tamam; Susilo, Heryanto; Tri 'Ulya Qodriyati
Transformasi : Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Non Formal Informal Vol. 11 No. 2 (2025): September
Publisher : Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33394/jtni.v11i2.16175

Abstract

Abstract: This study aims to analyze the role of facilitators in batik training programs as an effort to increase community income, using a case study of Batik Tulis Namiroh in Kampung Batik Jetis, Sidoarjo. A descriptive qualitative method was employed, with data collected through observation, interviews, and documentation. The results indicate that facilitators play a vital role as motivators, mentors, liaisons, and agents of change throughout the training process. Their presence significantly enhances participants' technical skills in batik-making, builds self-confidence, and encourages economic independence. The training not only contributes to the preservation of traditional batik culture but also creates new economic opportunities for local communities, particularly those from lower-income backgrounds. Therefore, the facilitator's role is a key factor in bridging local cultural potential with sustainable improvements in community welfare. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran fasilitator dalam program pelatihan membatik sebagai upaya meningkatkan sumber penghasilan masyarakat, dengan studi kasus pada Batik Tulis Namiroh di Kampung Batik Jetis, Sidoarjo. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitator memegang peranan penting sebagai motivator, pendamping, penghubung, dan agen perubahan dalam proses pelatihan membatik. Keberadaan fasilitator terbukti mampu meningkatkan keterampilan teknis peserta dalam membatik, membangun kepercayaan diri, serta mendorong kemandirian ekonomi masyarakat. Pelatihan ini tidak hanya berkontribusi dalam pelestarian budaya batik, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar, khususnya yang berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Dengan demikian, peran fasilitator menjadi faktor kunci dalam menjembatani potensi budaya lokal dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.