Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Influence of Customary Law on Marriage Dispensation Post-Law No. 16 of 2019 Amendment to Law No. 1 of 1974 Mudar, Andi Nadir; Abdullah, Asnawi; Lahmudinur, Lahmudinur
Journal of Mujaddid Nusantara Vol. 1 No. 3 (2024): Journal of Mujaddid Nusantara September, 2024
Publisher : Institute of Education and Social Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62568/jomn.v1i3.157

Abstract

The influence of customary law on the Marriage Dispensation Phenomenon after the issuance of Law No.16 of 2019 at the Andoolo Religious Court is a very important thing to do to determine the objective conditions of the effect of customary law on the phenomenon of Marriage Dispensation, the factors that cause the applicant to apply for dispensation of marriage and the reasons for the Judge's consideration and its impact. This research is a qualitative descriptive study, using the juridical-empirical approach method, primary and secondary data sources through observation, interviews, reviewing various books, archives of the KUA marriage refusal, archives of decisions/decisions of the Andoolo Religious Court, websites and several related and relevant regulations. with this writing. The results showed that the effect of customary law on the objective conditions of marriage dispensation after the issuance of Law No. 16 of 2019 greatly affects the increasing number of cases of dispensation of marriage, the factors causing dispensation of marriage include; already pregnant, influenced by customs, dropped out of school, determined the day of marriage, forced marriage, the reason for the judge's consideration; maintain the status of the party in the eyes of the community, the situation is urgent, prevents harm. Impact of Marriage Dispensation; have a positive and negative impact.
HALAL PEMBAYARAN UTANG YANG BERLEBIHDARI POKOK PINJAMAN(Konsep Kajian QS. An-Nisa: 86) Lahmudinur, Lahmudinur
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS (EKOBIS-DA) Vol. 4 No. 1 (2023): Vol 4 No. 01 Januari-Juni 2023 : Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Publisher : Fakultas Ekonomi dan Bisnis IAI Darussalam Martapura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58791/febi.v4i1.318

Abstract

Artikel ini menjelaskan tentang permasalahan utang piutang yang dikembalikan dengan ada nilai tambahan dari harga pokoknya serta menganalisis dampaknya terhadap perekonomian, baik yang dikemukan oleh para pakar hukum Islam, mufassirin dan para ekonom muslim. Ada perbedaan pendapat di antara fuqaha dalam memandang hukum utang al- qardh yang bertambah dan analisa para pakar terhadap dampaknya yang ditimbulkannya dalam perekonomian umat . Pendapat jumhur ulama berpendapat bahwa qarhd yang bertambah tidak boleh (haram) sementara, sebagian ulama diantaranya “ Setiap utang yang membawa manfaat adalah riba, hanyalah kaidah fiqih, bukan hadits Nabi Saw. Perbedaan pendapat ini dilatarbelakangi adanya perbedaan penafsiran mufassirin terhadap ayat-ayat tentang al-qardh. Dan dampak al-qardh yang bertambah terhadap perekomian akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya beban bagi piutang. Metode penulisan artikel ini berdasarkan kajian pustaka dengan melakukan review secara mendalam terhadap buku-buku, tafsir dan tulisan-tulisan tentang pengembalian al-qardh yang bertambah nilainya, riba dan yang berkaitan dengannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tafsiran ayat QS. An-Nisa: 86 dan pendapat-pendapat ulama dalam memandang hukum al-qardh serta untuk menganalisis dampak positif yang ditimbulkan konsep al- qardh yang bertambah terhadap Nilai pokoknya.   Kata Kunci : Pembayaran Utang, Dari Pokok Pinjaman
Analisis Hukum Keuntungan Dari Barang Sanda Atau Gadai Di Kandangan Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam (Praktek Penerapan Di Kabupaten Hss) Lahmudinur, Lahmudinur; Riska Adella Prastiyo Putri; Azmi Rahmatina; Silahuddin, Silahuddin
Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory Vol. 3 No. 2 (2025)
Publisher : Sharia Journal and Education Center Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ijijel.v3i2.1070

Abstract

Penelitian ini membahas praktik pemanfaatan keuntungan dari barang gadai atau sanda di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), dengan meninjau dari perspektif hukum positif Indonesia dan hukum Islam (Fiqih Muamalah). Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menganalisis status hukum keuntungan yang diperoleh dari barang yang digadaikan, serta untuk memahami perbedaan prinsip yang mendasari kedua sistem hukum tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan normatif dan studi kasus, termasuk telaah terhadap peraturan perundang-undangan, literatur fiqih, serta putusan pengadilan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut hukum positif, pihak penerima gadai memiliki hak terbatas atas keuntungan tertentu (seperti bunga dari piutang), sementara hukum Islam secara umum melarang penerima gadai (murtahin) mengambil manfaat dari barang gadai kecuali dalam kondisi yang sangat spesifik dan dengan izin pemberi gadai (rahin). Implikasi dari penelitian ini adalah pentingnya sosialisasi, penggunaan akad yang jelas, serta penguatan akses terhadap lembaga gadai syariah guna menghindari praktik yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengurangi potensi sengketa hukum.
QADZAF (MENUDUH BERZINA) MENURUT PERPEKSTIF HUKUM PIDANA ISLAM Tiya, Birro; Hikmah, Nurul; Khalisatun Nurussaadah; Lahmudinur, Lahmudinur
Ahsan: Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 2 No. 2 (2025)
Publisher : PT. Pustaka Andil Lestari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study examines qadzaf, the act of accusing someone of adultery without valid evidence, from the perspective of Islamic criminal law while also addressing the challenges of slander dissemination in the digital era. Qadzaf is considered a serious violation as it can harm individual honor, disrupt lineage clarity, and create social tension. This research employs a descriptive qualitative approach through comprehensive literature review, with primary sources including Qur’anic exegesis, canonical Hadith collections (Kutub al-Sittah), and classical fiqh literature from the Hanafi, Maliki, Shafi‘i, and Hanbali schools. Secondary sources consist of modern academic books, journal articles, Islamic legal encyclopedias, and contemporary studies on digital ethics and the spread of slander on social media. Thematic analysis was conducted to identify definitions, legal elements, and the prescribed sanctions for qadzaf according to various scholars. Findings indicate that qadzaf involves three cumulative elements: accusation of adultery or denial of lineage without evidence, the accused being a muhshan (a Muslim, free, mature, sane, and of good moral standing), and the perpetrator’s unlawful intent. The prescribed punishment is eighty lashes as stated in Surah An-Nur verse 4, with scholarly differences regarding forgiveness; the Shafi‘i school allows victim pardon, whereas the Hanafi school mandates hadd implementation regardless of forgiveness. Qadzaf remains relevant in the digital age as a measure to prevent slander and protect human dignity. To enforce hadd, all elements must be fulfilled cumulatively, while ta’zir penalties can be applied if conditions are incomplete. The study emphasizes integrating classical fiqh teachings with modern challenges to address the widespread dissemination of digital slander.