Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENARAPAN PENGURANGAN HUKUMAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN RESTORATIF JUSTICE MENURUT PERMA NOMOR 1 TAHUN 2024 Agus Sugiyatmo; Ermania Widjajanti
Journal of Social and Economics Research Vol 6 No 2 (2024): JSER, December 2024
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v6i2.650

Abstract

Restorative Justice bertujuan untuk mengubah paradigma penegakan hukum yang lebih berfokus pada pemulihan daripada hukuman. Restorative dalam pidana adalah upaya terakhir (ultimum remedium). Restorative Justice sebenarnya sudah diterapkan pada jaman nenek moyang kita yang orang timur dengan penyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat. Perkembangan Restorative justice di Indonesia secara formal muncul dalam sistem hukum Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang menekankan pada pengalihan proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana (diversi) untuk anak yang berhadapan dengan hukum. Lalu berkembang berbagai peraturan dan kebijakan di tahap penyidikan di Kepolisian dengan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun, tahap penuntutan di Kejaksaan dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, dan ditahap Pengadilan di Mahkamah Agung dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024. Masing – masing peraturan internal lembaga tersebut dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP Baru) sebagai aturan yang lebih tinggi, dengan harapan adanya pemetaan peraturan – peraturan tersebut dapat diketahui perlunya penyesuaian atau pencabutan peraturan tersebut dengan adanya KUHP Baru. Ke depannya hasil asesmen tersebut dapat berkontribusi sebagai masukan dalam penyusunan revisi Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
PENARAPAN PENGURANGAN HUKUMAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN RESTORATIF JUSTICE MENURUT PERMA NOMOR 1 TAHUN 2024 Agus Sugiyatmo; Ermania Widjajanti
Journal of Social and Economics Research Vol 6 No 2 (2024): JSER, December 2024
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54783/jser.v6i2.650

Abstract

Restorative Justice bertujuan untuk mengubah paradigma penegakan hukum yang lebih berfokus pada pemulihan daripada hukuman. Restorative dalam pidana adalah upaya terakhir (ultimum remedium). Restorative Justice sebenarnya sudah diterapkan pada jaman nenek moyang kita yang orang timur dengan penyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat. Perkembangan Restorative justice di Indonesia secara formal muncul dalam sistem hukum Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang menekankan pada pengalihan proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana (diversi) untuk anak yang berhadapan dengan hukum. Lalu berkembang berbagai peraturan dan kebijakan di tahap penyidikan di Kepolisian dengan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun, tahap penuntutan di Kejaksaan dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, dan ditahap Pengadilan di Mahkamah Agung dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024. Masing – masing peraturan internal lembaga tersebut dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP Baru) sebagai aturan yang lebih tinggi, dengan harapan adanya pemetaan peraturan – peraturan tersebut dapat diketahui perlunya penyesuaian atau pencabutan peraturan tersebut dengan adanya KUHP Baru. Ke depannya hasil asesmen tersebut dapat berkontribusi sebagai masukan dalam penyusunan revisi Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Perbandingan Sistem Hukum Indonesia Dengan Republik Rakyat Tiongkok Tentang Pembuktian Hukum Acara Pidana Agus Sugiyatmo; Rosdiana Saleh
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 4 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (Mei - Juni 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i4.2071

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji unsur-unsur yang berkontribusi terhadap persamaan dan perbedaan system verifikasi hukum acara pidana Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok. Sistem hukum di seluruh dunia menunjukkan sedikit variasi, namun wawasan berharga dapat diperoleh melalui analisis komparatif. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan yang dilanjutkan dengan analisis data kualitatif. Analisis ini memungkinkan pengembangan temuan menggunakan logika deduktif. Peter de Cruz mendefinisikan studi substantif dalam studi hukum (komparatif) sebagai proses membandingkan peraturan perundang-undangan di berbagai negara untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan ketentuannya mengenai hukum acara pidana, termasuk yang mengatur sistemnya. Verifikasi. Friedman berpendapat bahwa hukum adalah kerangka kompleks yang terdiri dari tiga elemen mendasar: substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Diskusi tersebut menghasilkan dua temuan utama: pertama, baik Indonesia maupun Republik Rakyat Tiongkok memiliki kesamaan dalam sistem pembuktian, khususnya dalam Pembuktian Perkara Pidana, karena keduanya bertujuan untuk mengungkap kebeneran dalam suatu perkara pidana. Kedua, kedua negara memiliki kerangka hukum yang jelas untuk berbagai jenis bukti dalam kasus pidana, seperti pernyataan saksi dan pernyataan terdakwa, meskipun dengan tujuan yang berbeda - Indonesia menggunakan bukti untuk membantu pengambilan keputusan, sedangkan Tiongkok menggunakannya untuk memverifikasi kebenerannya, Indonesia mengacu pada pasal 183-189 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, sedangkan Republik Rakyat Tiongkok menggunakan pasal 42-49 Criminal Procedure Law of the People's Republic of China. Faktor penyebab perbedaan sistem tersebut antara lain: pertama, vissi dan missi masing-masing pemerintahan, kedua, sistem pemerintahan yang dianutnya, ketiga, koondisi budaya bangsa, dan terakhir, kondisi sosiologis masyarakat.