Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

IJTIHAD, TAQLID DAN TALFIQ Mudrik al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 8 No 1 (2014): APRIL
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v8i1.5

Abstract

Ijtihad merupakan sarana yang paling efektif untuk mendukung tetap tegak dan eksisnya hukum Islam serta menjadikannya sebagai tatanan hidup yang up to date yang sanggup menjawab tantangan zaman. Perbedaan yang ditolerir oleh Islam yang dinyatakan akan membawa rahmat/kelapangan adalah perbedaan di bidang hukum furu'/fiqih sebagai akibat dari adanya perbedaan ijtihad. Bagi mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk berijtihad maka diharuskan mengikuti (taqlid) terhadap hasil ijtihad tertentu. Talfi>q adalah mengambil atau mengikuti suatu hukum tentang suatu peristiwa dengan mengambilnya dari berbagai madhhab. Talfi>q juga sebutan bagi seseorang yang dalam beribadah mengikuti salah satu pendapat dari madhhab yang empat atau madhhab lain yang populer, tetapi ia mengikuti pula madhhab yang lain dalam hal yang pokok atau salah satu bagian tertentu.    Kata kunci: Ijtihad, Taqlid Dan Talfiq  
HUKUM MELAKSANAKAN HAJI BAGI WANITA ‘IDDAH Mudrik al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 9 No 1 (2015): APRIL
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v9i1.23

Abstract

Ibadah haji merupakan kewajiban bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat wajibnya dan merupakan ibadah yang menjadi dambaan setiap muslim tetapi tidak semuanya bisa  berkesempatan untuk melaksanakannya. Karena tingginya perhatian dan animo umat Islam terhadap ibadah ini dari waktu ke waktu hingga membuat antrian tunggu (waiting list) pun menjadi semakin lama, sehingga seseorang yang sudah memenuhi syarat untuk berhaji harus bersabar untuk menunggu antrian tersebut. Salah satu permasalahan yang kemudian muncul ialah ketika seorang wanita yang sudah siap untuk berangkat haji kemudian ia terkendala karena sedang masa iddah apakah ia tetap boleh melaksanakan hajinya atau harus menunda keberangkatannya hingga selesainya masa iddah. persoalan boleh-tidaknya perempuan yang sedang menjalani iddah karena ditinggal mati suami adalah persoalan yang masih diperselisihkan di antara para ulama. Ada yang mengatakan tidak boleh, dan ada yang mengatakan boleh. Mayoritas ulama menyatakan bahwa perempuan yang menjalani iddah karena ditinggal mati selama menjalani masa iddahnya harus tinggal di rumahnya. Karenanya ia tidak boleh keluar untuk pergi haji dan lainnya. Namun, beberapa ulama salaf ada yang memberikan keringanan bagi wanita-wanita yang sedang ‘iddah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah.Kata Kunci: Masa Iddah, Hukum Haji  
ULAMA dan POLITIK pada MASA-MASA AWAL PAKISTAN Mudrik Al Farizi Mudrik al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 7 No 2 (2013): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v7i2.33

Abstract

Konflik yang terjadi di masa-masa awal negara Islam Pakistan dipicu oleh perbedaan pandangan antara ulama dan kaum elit Pakistan terkait permasalahan ideologi dan konstitusi. Ulama menuntut penerapan syari’at Islam, sementara kalangan elit penguasa menghendaki hukum sekuler. Ulama menuntut kelompok Ahmadiyah dieksklusikan dari komunitas muslim, penguasa menolak uapaya itu. Konflik ini sering memanas, bahkan berimbas pada penggulingan kekuasaan, sebagaimana dialami oleh Presiden Ayyub Khan dalam kemelut politik tahun 1969. Tulisan ini memberi gambaran bagaimana sebuah negara yang telah menyatakan diri sebagai negara Islam tidak pernah mudah dalam upayanya untuk menerapkan syariat Islam secara total.  
PROBLEM INSIDER DAN OUTSIDER DALAM STUDI AGAMA Telaah atas Pemikiran Russel T. McCutcheon Mudrik al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.41

Abstract

Islam ditinjau dari sudut waktunya berproses pada dua rentang waktu yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan, yaitu pada masa proses tashri> (masa Nabi) dan pasca proses tashri>’ (sejak masa sahabat sampai sekarang). Rentang waktu yang sangat panjang dalam historiografi tashri>’ tersebut sudah tentu menimbulkan beragam permasalahan multi dimensi yang berbeda bagi Islam dalam kapasitasnya sebagai problem solver dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, studi Islam—oleh sebagian orang—dianggap tidak cukup hanya dilakukan dengan analisis teks (textual analysis) belaka, melainkan harus dikaitkan dengan konteks yang melatarinya, baik pada saat teks (baca: nas}s}) diturunkan, maupun konteks yang melatari saat teks akan diterapkan dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda.Problem epistemologis studi Islam pada mulanya bertumpu pada idealisme dengan menjadikan teks-teks suci sebagai satu-satunya sumber kebenaran, pada perkembangannya bergerak menuju empirisme dengan memandang bahwa Islam tidak bisa dilihat hanya dari teks-teks sucinya, karena Islam telah menjadi budaya dalam perilaku penganutnya. Karena itu studi Islam pada masa modern berkembang dalam berbagai model pendekatan ilmu pengetahuan, seperti antropologi, sosiologi, sejarah, dan lainnya.Salah satu bentuk perkembangan pendekatan dalam memahami Islam ialah adanya pemilahan perspektif antara insider (pemeluk agama yang dikaji) dengan outsider (orang luar yang bukan pemeluk agama yang menjadi obyek kajian). 
RAF’U AL-H{ARAJ DALAM PENETAPAN HUKUM ISLAM Mudrik Al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 2 No 1 (2011): APRIL
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v2i1.48

Abstract

Raf’u al-h}araj ialah menghilangkan pembebanan hukum (takli>f) atas segala sesuatu yang menyulitkan yang sesuai dengan kategori mashaqqah yang dimaksud di atas. Penghapusan beban hukum dapat terjadi dengan tiadanya dosa untuk melakukan perbuatan-perbuatan terlarang karena keadaan darurat, atau dapat juga dengan menghapus tuntutan kewajiban untuk melaksanakan perbuatan yang dianggap mashaqqah tersebut.Raf’u al-H{araj merupakan asas pokok dan pertimbangan utama dalam pensyariatan ajaran Islam. Asas pokok ini melahirkan asas-asas kebijakan penting yang lain dan beberapa kaidah. Keberadaan raf’u al-h}araj tidak berarti bahwa dalam hukum Islam tidak ada kewajiban atau beban yang berat. Hanya saja kewajiban atau beban tersebut ialah yang sekiranya terjangkau oleh kadar kemampuan yang ada pada manusia. Artinya, apabila ada kesulitan yang betul-betul menyulitkan atau bahkan cenderung dapat mengakibatkan dampak buruk bagi seseorang, maka akan diberikan jalan keluar untuk mengatasinya