Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara 'illat yang digunakan oleh para ulama saat ini dengan para ulama sebelumnya dalam memahami riba dalam Surah Ali Imran [3]: 130 dan Surah Al-Baqarah [2]: 178-179. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pemikiran M. Qurais Shihab sebagai ulama saat ini dan Ahmad Mustofa Al-Maraghi sebagai cendekiawan klasik untuk memahami arti riba. Jenis penelitian ini adalah penelitian literatur dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan analisisnya menggunakan analisis deskriptif dengan menganalisis sumber atau literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 'illat yang digunakan oleh Muh. Quraish Syihab, tentang pengertian larangan riba dalam Al-Qur'an adalah sosio-historis tentang praktik riba di era pra-Islam, etika yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, substansi yang tidak hanya riba dimaknai sebagai jumlah 'tambahan' dan kontekstual sesuai perkembangan zaman. Sementara itu, pendekatan tafsir Al-Maraghi terhadap makna ad 'aafan mud}aa'afah (melipatgadakan) adalah bahwa sebagai syarat larangan riba, jika tidak ada penambahan yang berlipatganda dan tidak menimbulkan penganiayaan, maka tidak dikatakan bahwa riba tidak. Kata Kunci: Riba, ‘illat, Tafsir, Muh. Qurais, Syihab, Ahmad Mustofa Al-Maraghi Abstract The purpose of this study is to find out the difference between the 'illat used by the current scholars and the previous scholars in understanding riba in Surah Ali Imran [3]: 130 and Surah Al-Baqarah [2]: 178-179. In this study, the researcher uses the thought of M. Qurais Shihab as a scholar today and Ahmad Mustofa Al-Maraghi as a classical scholar to understand the meaning of riba. This type of research is literature research using a qualitative approach, and the analysis uses descriptive analysis by analyzing sources or literature related to this research. The results of the study show that the 'illat used by Muh. Qurais, Syihab, about the meaning of the prohibition of riba in the Qur'an is socio-historical about the practice of riba in the pre-Islamic era, ethics that uphold the principles of justice, a substance that is not only riba is interpreted as an 'additional' amount and contextual according to the development of the times. Meanwhile, Al-Maraghi's interpretation approach to the meaning of ad 'aafan mud}aa'afah (multiplication) is that as a condition for the prohibition of usury, if there is no multiplication and does not cause persecution, then it is not said that riba is not. Keywords: Usury, ‘illat, Muh. Qaraish Shihab, Ahmad Mustofa al-Maraghi