Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Peran Teknologi Dalam Penegakan Hukum Pidana Memberikan Andil yang Besar Terhadap Keadilan Daeng, Mohd Yusuf; Nelviandi, Utari; Refinaldi, Refinaldi; Rizal, Yose
Jurnal Multidisiplin Teknologi dan Arsitektur Vol 2, No 2 (2024): November 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/motekar.v2i2.4050

Abstract

Pentingnya penegakan hukum dalam mencapai supremasi hukum yang demokratis di era digitalisasi. Teknologi informasi berperan krusial dalam meningkatkan aksesibilitas keadilan, memungkinkan penyebaran informasi dan pendidikan hukum yang lebih baik bagi masyarakat. Transformasi digital membawa kemajuan signifikan dalam sistem peradilan, meskipun sering kali regulasi hukum tertinggal di belakang perkembangan teknologi. Konsep yang dikemukakan oleh para ahli, seperti Prof. Larry Lessig dan Prof. Richard Susskind, menunjukkan bagaimana teknologi mengatur kehidupan hukum dan mendorong perubahan dalam penegakan hukum. Namun, tantangan tetap ada, terutama bagi individu dengan keterbatasan yang sering kali terpinggirkan dalam proses hukum. Dalam konteks ini, bantuan hukum yang adil dan aksesibel merupakan langkah penting untuk mencapai kesetaraan di hadapan hukum. Artikel ini menekankan perlunya hukum Indonesia beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi untuk memastikan keadilan yang lebih efisien dan transparan.
Perlindungan Hak Asasi Manusia pada Perempuan Dalam Jeratan Pidana Perspektif Feminisme/Feminist Legal Theory Daeng, HM Yusuf; Nelviandi, Utari; Refinaldi, Refinaldi; Mahendra, Azri; Rizal, Yose
Jurnal Multidisiplin Teknologi dan Arsitektur Vol 2, No 2 (2024): November 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/motekar.v2i2.2618

Abstract

Kondrat manusia merupakan pembawaan alamiah yang harus dihormati oleh siapapun juga. Oleh karena itu di dunia barat umumnya dikenal ungkapan everyone’screated equal, semua orang diciptakan sama. Dan memang demikianlah adanya.Oleh karena itu segalabentuk diskriminasi yang berdasarkan kelamin ditentangkers. Konstitusi dengan tegas menyatakan bahwa “semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecuali” menegaskanbahwa perbedaan jenis kelamin tidak boleh menimbulkan diskriminasi di bidang hukum dan pemerintahan. Negara dan pemerintahan wajib menghormati dan menjunjung tinggi eksistensi manusia tanpa diskriminasi.Hukum negara dan hukum agama secara gamblang telah menentang keras segala bentuk tindakan diskriminasi, dan secara internasional telah menjadi kesepakatan dunia untuk menghapuskannya. Meskipun harus pula dinyatakanbahwa prinsip semua orang diciptakan sama, perlu dibericatatan bahwa semenjak manusia dilahirkan akan membawa kodratnya masing-masing. Laki laki dan perempuan pada prinsipnya dilahirkan sama, namun ketika telah dilahirkan akan membawa kodrat dan peran masing-masing. Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar dan mutlakyang dimiliki setiap orang karena ia adalah manusia. Hakini ada mengingat setiap orang memiliki kerentanan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Setiap manusia memiliki hak walaupun dalam praktik pemenuhannya sangat bervariasi dari satu negera dan negara lainnya. segala bentuk diskiriminasi merupakanpelanggaran HAM. Kenyataan masih menunjukkan bahwa dikotomi berdasarkan jenis kelamin masih kuat bertahan khususnya dalam masyarakat yang patriarki. Hak Perempuan dalam Hak Asasi Manusia (Women’s Rights Are Human Rights) bukan sekedar sebuah slogan yang dihasilkan oleh konferensi dunia tentang Hak AsasiManusia di Wina pada tahun 1993. Tonggak ini menegaskan prinsip – prinsip kunci yang teramat penting bagi penegakan hak asasi perempuan yaitu: Universality, Equality dan Non – Discrimination. Dengan 3 kunci inikonsep perlindungan HAM harus memberi tempat yang setara pada laki -laki dan perempuan, harus menghapuskan dikotomi jenis kelamin yang bersifat merendahkan(subordinasi) dan membedakan secara negatif. Pemerintah telah melakukan kewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke dalam peraturan perundang-undangan, baik yang masih dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai Undang Undang.