Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Assessing Climate-Smart Agriculture Adoption: Enhancing Rice Production Resilience in South Sumatra, Indonesia Wandayantolis; Budianta, Dedik; Yakup; Gunawan, Dodo
Journal of Smart Agriculture and Environmental Technology Vol. 2 No. 3 (2024): December 2024, Published, 2024-12-07
Publisher : Indonesian Soil Science Society of South Sumatra in Collaboration With Soil Science Department, Sriwijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60105/josaet.2024.2.3.93-99

Abstract

This study investigates the adoption of Climate-Smart Agriculture (CSA) practices among predominantly traditional rice farmers in South Sumatra, Indonesia, and proposes strategies for enhancing resilience to climate variability. A total of 98 farmers across nine districts participated in  structured surveys and in-depth interviews. The results showed a reliance on modern machinery for land preparation (62.8%) alongside a considerable use of traditional tools (26.5%). High awareness of climate change (87.9%) and its impacts, along with a substantial understanding of the negative effects of chemical fertilizers (67.7%), were observed. The use of weather forecasts by 34.7% of respondents highlighted the importance of reliable climate information in agricultural decision-making. Adaptive practices for drier conditions include water management (40%) and crop management methods (25%), while improved drainage (40%) and other flood prevention measures (35%) were commonly adopted for wetter conditions. Despite these efforts, 50% of farmers reported decreased productivity during dry seasons due to the significant impact of irregular rainfall, while approximately 42% managed to increase productivity during wetter conditions through adaptive practices. To enhance CSA adoption, continuous education and awareness programs, promoting energy-efficient machinery and organic farming methods, and improving access to accurate weather forecasts are recommended. The development of resilient crop varieties and the provision of financial and technical support are also essential. Implementing these strategies can facilitate the integration of CSA into the farming system, ensuring a resilient and sustainable agricultural sector in South Sumatra that supports both productivity and environmental preservation, contributing to long-term food security and sustainable development in the region.
Studi Tren Kenaikan CO2 Hasil Pengukuran pada GAW Bukit Kototabang dan Perbandingannya dengan Data Global Komalasari, Kurnia Endah; Wandayantolis; Okaem, Tanti Tritama
Megasains Vol 10 No 2 (2019): Megasains Vol. 10 No. 2 Tahun 2019
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46824/megasains.v10i2.164

Abstract

Aktivitas manusia pasca revolusi industri telah menggeser fungsi komposisi alamiah Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Konsentrasi GRK yang berlebihan menyebabkan peningkatan temperatur udara di permukaan bumi. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik Karbon Dioksida (CO2) yang diamati oleh SPAG Bukit Kototabang. Pengukuran CO2 ini menggunakan Air Kit Flask Sampler yang dikirim ke NOAA. Data dianalisis dengan menggunakan metode Statistik Deskriptif dengan 2 periode data CO2 tahun 2005-2018. Periode pertama (2005-2011) laju kenaikan data sebesar 0.1306 ppm/bulan dan periode kedua (2012- 2018) sebesar 0.1988 ppm/bulan serta kenaikan nilai minimum sebesar 3.64% pada periode kedua. Pengukuran CO2 di SPAG Bukit Kototabang masih berada di bawah rata-rata pengukuran Global dan Mauna Loa meskipun memiliki tren kenaikan yang sama.
Analisis Kualitas Udara di Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang Berkaitan dengan Kekeringan Saat El Niño Tahun 2014-2015 Asnia, Mareta; Wandayantolis; Davi, Rendi Septa
Megasains Vol 10 No 1 (2019): Megasains Vol. 10 No. 1 Tahun 2019
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46824/megasains.v10i1.173

Abstract

Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang merupakan salah satu stasiun di daerah Sumatera khususnya ekuatorial yang melakukan pengukuran kualitas udara. Dengan dilakukannya pengukuran parameter kualitas udara maka memungkinkan kita melakukan analisis kondisi kualitas udara di Stasiun GAW Bukit kototabang berkaitan dengan kekeringan yang terjadi pada saat el nino pada tahun 2014 - 2015. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data konsentrasi harian parameter kualitas udara, data curah hujan wilayah terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2014- 2015, data Hotspot/titik panas, data archive Air Resources Laboratory NOAA (model HYPSLIT), data angin reanalisis lapisan 850 mb, dan data Oceanic Niño Index. Dalam analisis ini di gunakan metode time series. Hasil dari analisis menunjukkan Kebakaran hutan yang terjadinya pada tahun 2014-2015 hanya memengaruhi beberapa parameter di antaranya PM10, Black Carbon dan CO. Kekeringan yang menjadi faktor pemicu terjadinya kebakaran di provinsi Riau menyebabkan konsentrasi parameter kualitas udara meningkat secara signifikan. Peningkatan konsentrasi parameter kualitas udara pada bulan september dan oktober tahun 2015 dipengaruhi oleh kebakaran hutan yang terjadi di wilayah sumatera selatan pada saat terjadi El Niño kuat pada tahun 2015
Kajian Klimatologis Banjir Kilat (Flash Flood) Singkawang Tanggal 21-22 Mei 2016 Setiawati, Firsta Zukhrufiana; Wandayantolis
Megasains Vol 7 No 2 (2016): Megasains Vol. 7 No. 2 Tahun 2016
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46824/megasains.v7i2.200

Abstract

Publikasi beberapa media lokal provinsi Kalimantan Barat menyebutkan bahwa tanggal 21-22 Mei 2016 di kota Singkawang terjadi banjir akibat jebolnya tanggul Semelagi. Hujan lebat disinyalir menjadi penyebab meningkatnya debit air daerah aliran sungai Semelagi, sehingga mengakibatkan tanggul jebol. Kejadian banjir ini dikabarkan merendam pemukiman warga di desa Semelagi Kecil seluas 1724 Ha, juga mengakibatkan terganggunya akses transportasi antar kabupaten/ kota. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui tipe banjir di Singkawang tanggal 21-22 Mei 2016, berikut faktor penyebabnya. Untuk menelaah kejadian ini, penulis melakukan penelitian klimatologis dengan menggunakan data curah hujan pada 8 lokasi di tiga kabupaten yaitu kabupaten Sambas (Selakau, Salatiga); kabupaten Bengkayang (Ledo, Sanggau Ledo, Sei Duri) dan kota Singkawang (Singkawang Barat, Singkawang Tengah, Singkawang Timur). Data yang digunakan adalah data 3 hari yaitu tanggal 21, 22, 23 Mei 2016. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode studi kasus dan pendekatan kualitatif dengan mempertimbangkan topografi. Diketahui hujan lebat lebih dari 50 mm/hari yang terjadi di hampir seluruh lokasi data mengakibatkan peningkatan debit air di daerah aliran sungai Semelagi mengingat wilayah Semelagi merupakan wilayah yang memiliki elevasi paling rendah, sehingga diasumsikan menerima air limpahan dari wilayah sekitarnya. Hujan lebat disinyalir merupakan akibat dari kondisi dinamika atmosfer yang cukup mendukung, seperti OLR semakin rendah, SOI memasuki La Nina, kondisi perawanan yang mendukung dan meningkatnya anomali curah hujan di wilayah kejadian. Dan akhirnya diketahui bahwa banjir di Singkawang ini tergolong Flash Flood atau banjir kilat. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perhatian bagi masyarakat, terutama masyarakat yang membangun pemukiman di daerah bantaran sungai
Penentuan normal musim hujan di Indonesia berdasarkan frekuensi curah hujan dasarian Wandayantolis
Megasains Vol 7 No 1 (2016): Megasains Vol. 7 No.1 Tahun 2016
Publisher : Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46824/megasains.v7i1.207

Abstract

Umumnya klimatologis menganggap bahwa penyusunan normal iklim cukup dengan merata-ratakan data dalam periode minimal 30 tahun. Konsep merata-ratakan data juga diterapkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam menyusun normal musim yang diperoleh dengan merata-ratakan curah hujan pada masing-masing dasarian (10 hari) dalam periode 30 tahun. Melalui kajian ini disajikan penentuan normal musim dengan menghitung frekuensi terjadinya curah hujan total 50mm dalam masing-masing dasarian. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan normal musim yang dihitung dengan cara merata-ratakan curah hujan. Secara umum pada kajian ini disimpulkan bahwa dengan menggunakan distribusi frekuensi “central tendency” atau pusat kejadian dari penentuan normal musim terlihat lebih jelas periodesasinya, normal musim yang dihitung dengan cara frekuensi memberikan deviasi yang lebih kecil terhadap awal musim aktual dan panjang musim kemarau menghasilkan periode yang lebih panjang setiap tahunnya dibandingkan dengan cara rata-rata