Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perlindungan Hukum bagi Jurnalis dalam Peliputan Demonstrasi Joko Susanto; Sasetya Bayu Effendi; Rinanda Asrian Ilmanta; Royce Wijaya Setya Putra; Reza Aulya Ramadhan
Jurnal Kabar Masyarakat Vol. 2 No. 4 (2024): November : JURNAL KABAR MASYARAKAT
Publisher : Institut Teknologi dan Bisnis Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54066/jkb.v2i4.2691

Abstract

This journal discusses the legal protections that journalists receive in covering demonstrations. The study aims to identify the legal challenges faced by journalists during the coverage of demonstrations and to propose solutions that can improve legal protection for journalists. The research methodology used in this study is a qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews with journalists who have covered demonstrations. The results showed that journalists faced various risks and legal challenges during their coverage of demonstrations, including physical violence, intimidation, and interference in carrying out their journalistic duties. However, by applying a social systems theory approach, this study proposes that collaboration between authorities, journalists, media offices and civil society organizations can strengthen legal protections for journalists in demonstration situations. Thus, this collaborative effort is expected to create a safer and more supportive environment for journalists in carrying out their journalistic duties during the coverage of demonstrations.
Analisis Pidana Mati Sebagai Hukuman Alternatif dalam KUHP Baru Dikaji dengan Teori Sibernetika Talcott Parsons Royce Wijaya Setya Putra; Cahya Wulandari; Ali Masyhar Mursyid
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 3 (2025): JUNI-SEPTEMBER 2025
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/txq0n898

Abstract

Indonesia telah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Perubahan kebijakan hukum pidana itu menimbulkan perdebatan, khususnya terkait kedudukan pidana mati yang kini diatur sebagai hukuman alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan tersebut dengan menggunakan pendekatan teori sibernetika dari Talcott Parsons. Teori ini memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang saling terkait dan bertumpu pada fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaturan pidana mati sebagai hukuman alternatif mencerminkan upaya adaptasi sistem hukum terhadap nilai-nilai hak asasi manusia dan perkembangan sosial global. Selain itu juga menjaga stabilitas sosial melalui simbolik hukuman yang tegas terhadap kejahatan berat. Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk respon sistem hukum terhadap dinamika masyarakat, dengan fungsi integratif yang tetap memperhatikan struktur norma dan moral kolektif. Kesimpulannya, KUHP baru berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan penegakan hukum yang efektif dan perlindungan hak hidup sebagai prinsip universal.
Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Ringan Pencurian oleh Kejaksaan Negeri Semarang Dengan Menggunakan Mekanisme Restorative Justice Royce Wijaya Setya Putra; Lestari, Lina Puji; Wicaksono, Galih
Bookchapter Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif Vol. 3 (2024)
Publisher : Bookchapter Hukum dan Politik dalam Berbagai Perspektif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/hp.v3i1.202

Abstract

Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang telah menyelesaikan perkara tindak pidana ringan pencurian, lewat upaya restorative justice (keadilan restoratif). Implementasi penanganan perkara diluar sistem peradilan ini menjadi upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kemasyarakatan terkait musyawarah. Upaya mewujudkan kesepakatan damai sebagai bagian dalam penyelesaian perkaranya bisa dilakukan dengan membiasakan komunikasi serta mewujudkan sikap peka dalam memperhatikan kearifan lokal yang menjadi jatidiri bangsa dan sesuai nilai Pancasila yang luhur. Adapun, mekanisme penyelesaian perkara itu diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Adanya upaya damai korban pencurian dan tersangkanya, menjadi pertimbangan untuk menghentikan penuntutan dalam keadilan yang restoratif. Cara menyelesaikan perkara itu untuk melindungi korban dan kepentingan hukum lain, serta menghindarkan pelakunya dari stigma negatif. Meski demikian, tidak semua pelaku pencurian bisa menempuh penyelesaian perkara dengan keadilan restoratif karena kejaksaan juga mengatur syarat untuk membuat penuntutan berhenti. Seperti halnya tersangka baru pertama kalinya melakukan perbuatan pidana dan menimbulkan kerugian tak boleh melebihi Rp 2.500.000. Keadilan restoratif juga dapat ditempuh bila pemuliahan Kembali telah ada seperti keadaan semula akibat perbuatan tersangka dengan upaya mengembalikan barang hasil tindak pidana, ganti kerugian, dan biaya yang ditimbulkan akibat perbuatan pidananya. Dalam penyelesaian perkara ini, jaksa akan bertindak sebagai fasilitatornya.