AbstractInformation technology has revolutionized financial transactions, supporting digital methods due to their speed and efficiency. Despite its benefits, new risks and challenges for consumer protection have emerged, requiring updated legal frameworks and stronger data security measures. Effective regulations must address transparency, fairness, and digital literacy to safeguard consumers in the evolving fintech landscape. This research employs normative legal analysis, focusing on legal norms in consumer protection and banking regulations related to digital financial transactions. Using legislative, conceptual, and comparative approaches, the study analyzes primary, secondary, and tertiary legal materials through a literature review. Data is qualitatively analyzed to identify legal gaps and propose regulatory improvements. Indonesia's legal framework for consumer protection in digital financial transactions has several gaps. Law No. 8 of 1999 and Banking Law No. 10 of 1998 do not fully address the unique characteristics of fintech, creating ambiguities and potential consumer harm. Data security issues, transparency, and disclosure practices remain significant concerns. Digital wallets lack specific regulations, and low financial literacy increases consumer vulnerability. Dispute resolution mechanisms and coordination among regulatory bodies need enhancement. Indonesia lags behind developed countries in fintech regulation, requiring an adaptive approach to technological innovation and stronger consumer protection. The legal framework shows gaps and weaknesses, including issues related to data security, transparency, dispute resolution, and low digital literacy. Overlapping regulations, unclear jurisdictions, and inadequate anticipation of technological innovations further complicate effective law enforcement. Comprehensive reforms, including harmonized regulations and stronger security standards, are essential to enhance consumer protection. Abstrakeknologi informasi telah merevolusi transaksi keuangan, mendukung metode digital karena kecepatan dan efisiensinya. Terlepas dari manfaatnya, risiko dan tantangan baru untuk perlindungan konsumen telah muncul, memerlukan kerangka hukum yang diperbarui dan langkah-langkah keamanan data yang lebih kuat. Peraturan yang efektif harus mengatasi transparansi, keadilan, dan literasi digital untuk melindungi konsumen dalam lanskap fintech yang berkembang. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, dengan fokus pada norma hukum dalam perlindungan konsumen dan peraturan perbankan terkait transaksi keuangan digital. Dengan menggunakan pendekatan legislatif, konseptual, dan komparatif, analisis materi hukum primer, sekunder, dan tersier melalui tinjauan literatur. Data dianalisis secara kualitatif untuk mengidentifikasi kesenjangan hukum dan menyarankan perbaikan peraturan. Kerangka hukum Indonesia untuk perlindungan konsumen dalam transaksi keuangan digital memiliki beberapa kesenjangan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tidak sepenuhnya membahas karakteristik unik fintech, menciptakan ambiguitas dan potensi kerugian konsumen. Masalah keamanan data, transparansi, dan praktik pengungkapan merupakan perhatian yang signifikan. Dompet digital tidak memiliki peraturan khusus, dan literasi keuangan rendah, meningkatkan kerentanan konsumen. Mekanisme penyelesaian sengketa dan koordinasi antar badan pengatur perlu ditingkatkan. Indonesia tertinggal dari negara maju dalam regulasi fintech, membutuhkan pendekatan adaptif terhadap inovasi teknologi dan perlindungan konsumen yang lebih kuat. Kerangka hukum Indonesia untuk perlindungan konsumen dalam transaksi keuangan digital memiliki kesenjangan dan kelemahan. Isunya meliputi keamanan data, transparansi, penyelesaian sengketa, dan literasi digital yang rendah. Tumpang tindih peraturan, yurisdiksi yang tidak jelas, dan antisipasi inovasi teknologi yang tidak memadai semakin menantang penegakan hukum yang efektif. Reformasi komprehensif, termasuk peraturan yang selaras dan standar keamanan yang lebih kuat, diperlukan untuk meningkatkan perlindungan konsumen.