Bagi perempuan mabalu, kematian suami seringkali dikaitkan dengan keterasingan mereka dari budaya Batak Toba. Namun, tentu saja hal tersebut bertentangan dengan konsep budaya Batak Toba. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengemukakan fenomena ideasional dan tingkah laku kebudayaan mengenai kedudukan perempuan mabalu dalam budaya Batak Toba. Kedudukan yang dimaksud adalah hak dan kewajiban perempuan dalam pelaksanaan adat dan budaya yang diperoleh pasca menjadi janda (mabalu). Penelitian ini dilakukan di Porsea dan Medan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Temuan penelitian mencakup esensi perempuan mabalu yang hanya didasarkan pada ketiadaan suami bagi mereka. Ada beberapa hal yang menjadi alasan perempuan mabalu tidak dapat ditiadakan dalam pelaksanaan adat Batak Toba, yaitu (1) keberadaan anak, (2) posisi suami dalam adat yang melekat pada istri, (3) pentingnya perempuan, dan (4) perempuan sebagai boru ni raja yang berharga. Oleh karena itu, perempuan mabalu tetap mempunyai peran, hak, dan kewajiban yang setara dengan kedudukannya dalam acara adat Batak Toba.