Artikel ini membahas penerapan asas praduga tidak bersalah dalam proses penyidikan pidana di Indonesia, yang menjadi elemen penting dalam melindungi hak asasi manusia. Penelitian ini berfokus pada pengaturan asas tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Permasalahan yang diangkat mencakup berbagai kendala dalam penerapan asas ini, terutama dalam pengumpulan dan pembuktian, serta pelanggaran hak-hak tersangka. Rumusan masalah yang dibahas antara lain terkait bagaimana asas praduga tidak bersalah diterapkan dan tantangan yang muncul dalam pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menelaah norma hukum tertulis dan pendekatan undang-undang. Artikel ini menekankan pentingnya pengelolaan barang bukti secara cermat, pengakuan terhadap bukti elektronik, serta pencatatan yang akurat untuk menjaga integritas barang bukti. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelanggaran terhadap asas praduga tidak bersalah berpotensi merusak integritas sistem peradilan dan melanggar hak asasi manusia, sehingga diperlukan pengawasan yang lebih ketat serta reformasi hukum untuk mengakomodasi penggunaan bukti elektronik di era digital, demi menjamin keadilan dalam proses peradilan pidana di Indonesia.