Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENYEBAB ANAK DI BAWAH UMUR MELAKUKAN PERBUATAN TINDAKAN PIDANA DILIHAT DARI SISI KRIMINOLOGI Rindi, Tin Qadriana Anaway; Ambarwati, Mega Dewi
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 11 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v8i11.7792

Abstract

The multi-faceted problem of juvenile delinquency demands the full concentration of all relevant stakeholders. Kids who do illegal crimes are shaped not just by their peers but also by their families, schools, and the media. A relative approach to understanding situations of crimes involving minors may be found in criminology, a science that gives components that impact criminal conduct. For example, stealing, drug use, immorality, and murder. One of the main goals of criminological research is to determine what variables, if any, increase or decrease a child's vulnerability to becoming a criminal. The author's goal in writing this piece is to have a better understanding of the elements that push juvenile offenders over the edge. It goes on to say that it finds things that could make a kid more or less likely to do something illegal. Masalah kenakalan remaja yang memiliki banyak sisi menuntut konsentrasi penuh dari semua pemangku kepentingan yang relevan. Anak-anak yang melakukan kejahatan ilegal dibentuk tidak hanya oleh teman sebayanya tetapi juga oleh keluarga, sekolah, dan media. Pendekatan relatif untuk memahami situasi kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur dapat ditemukan dalam kriminologi, ilmu yang memberikan komponen-komponen yang memengaruhi perilaku kriminal. Misalnya, pencurian, penggunaan narkoba, amoralitas, dan pembunuhan. Salah satu tujuan utama penelitian kriminologi adalah untuk menentukan variabel apa, jika ada, yang meningkatkan atau menurunkan kerentanan anak untuk menjadi penjahat. Tujuan penulis dalam menulis artikel ini adalah untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang unsur-unsur yang mendorong pelaku kejahatan remaja melewati batas. Artikel ini selanjutnya mengatakan bahwa artikel ini menemukan hal-hal yang dapat membuat seorang anak lebih atau kurang mungkin melakukan sesuatu yang ilegal.
Rangkap Jabatan Menteri dan Ketua Partai Politik Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementrian Rindi, Tin Qadriana Anaway; Ruslie, Ahmad Sholikhin
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.4172

Abstract

Rangkap jabatan menteri menjadi isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2008 terkait Kementerian Negara beserta perubahannya. Meskipun Pasal 23 UU tersebut telah mengatur larangan untuk menteri mendobel jabatan selaku pejabat negara lain, komisaris perusahaan, maupun pimpinan instansi yang memperoleh dana APBN atau APBD, ketentuan ini belum secara tegas mencakup jabatan di partai politik. Kondisi ini menimbulkan multitafsir dan membuka peluang terjadinya konflik kepentingan, penyalahgunaan wewenang, serta melemahnya prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Padahal, partai politik secara normatif juga menerima pendanaan negara, sehingga secara substansi memiliki keterkaitan dengan larangan rangkap jabatan. Situasi ini memperlihatkan adanya kekaburan norma yang perlu dikaji lebih jauh untuk menjamin kepastian hukum dan menjaga integritas penyelenggara negara. Metode yang dipergunakan ialah penelitian hukum normatif melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, asas hukum, dan doktrin dengan menelaah UU No. 39 Tahun 2008, serta ketentuan pendanaan partai politik dalam UU No. 2 Tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 belum DENGAN tegas memberi larangan pada menteri dalam hal mendobel merangkap jabatan dalam partai politik meskipun partai politik memperoleh dukungan finansial negara, hingga menimbulkan kekaburan norma dan membuka ruang multitafsir. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, penyalahgunaan kewenangan, serta melemahkan berbagai prinsip manajemen pemerintahan yang baik. Dengan begitu, diperlukan penguatan regulasi untuk memberikan kepastian hukum dan memastikan penerapan asas legalitas secara konsisten dalam penyelenggaraan pemerintahan