Ketahanan pangan menjadi fokus utama dalam agenda pembangunan global, termasuk Indonesia, seperti tercermin dalam Sustainable Development Goals (SDGs) kedua, yaitu mengakhiri kelaparan dan mencapai ketahanan pangan. Konsep ketahanan pangan telah lama diterapkan oleh komunitas adat Bonokeling di Desa Pekuncen, Kabupaten Banyumas, melalui tradisi lumbung paceklik, yang berfungsi sebagai strategi mitigasi krisis pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna lumbung paceklik bagi komunitas adat Bonokeling, mengkaji kearifan lokal dalam mitigasi kerawanan pangan melalui lumbung paceklik, serta menganalisis faktor-faktor yang mendukung kelestarian tradisi ini. Metode yang digunakan adalah kualitatif, memungkinkan pemahaman holistik melalui deskripsi rinci dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dengan pendekatan alami. Hasil penelitian menunjukkan adanya pergeseran makna lumbung paceklik. Saat ini, lumbung paceklik tidak hanya dipandang sebagai penyimpanan pangan, tetapi juga sebagai simbol kesejahteraan dan ketahanan komunitas. Kearifan lokal dalam mitigasi kerawanan pangan tercermin dalam penggunaan air dan daun dadap srep untuk menjaga kualitas beras yang disimpan. Modal sosial yang kuat dalam komunitas, yang menekankan kolaborasi dan solidaritas, berperan penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini. Penelitian ini memberikan perspektif baru tentang pentingnya tradisi lokal dalam konteks ketahanan pangan, serta bagaimana praktik-praktik ini dapat memperkuat kohesi sosial dalam menghadapi tantangan modern.