Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEDUDUKAN DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA PASCA REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG WANTIMPRES Putri, Windy Rizky
Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 2 (2024): Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan
Publisher : Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) masa persidangan I tahun sidang 2024-2025, sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) resmi ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU). Salah satu RUU yang mendapatkan persetujuan untuk diundangkan adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Rancangan Undang-Undang (RUU) ini disusun dengan tujuan utama untuk memperbarui ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dalam konteks pemerintahan Indonesia, Wantimpres memiliki fungsi strategis sebagai lembaga penasihat yang memberikan masukan dan pertimbangan kepada Presiden terkait berbagai isu yang mempengaruhi kebijakan negara, baik dalam ranah politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan. Pembaruan terhadap UU Wantimpres dipandang perlu untuk memastikan lembaga ini tetap relevan dan dapat berfungsi secara optimal dalam menghadapi perubahan zaman dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi negara. Perubahan ketentuan dalam RUU ini meliputi penyesuaian terhadap struktur kelembagaan, peran, serta mekanisme kerja Wantimpres agar lebih adaptif terhadap dinamika pemerintahan yang modern. UU yang lama dianggap belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan Presiden dalam mendapatkan pertimbangan yang komprehensif dan berkelanjutan, terutama dalam situasi yang semakin kompleks di era globalisasi dan digitalisasi. Oleh karena itu, dengan memperkuat fungsi dan peran Wantimpres melalui RUU ini, diharapkan lembaga tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam mendukung kebijakan-kebijakan strategis yang diambil oleh Presiden, serta turut menjaga stabilitas politik dan sosial di dalam negeri. Mengingat pentingnya kedudukan Wantimpres Dalam Sistem ketatanegaraan maka tulisan ini memaparkan kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden dalam sistem ketatanegaraan di indonsesia pasca revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Wantimpres
Implikasi Yuridis Kewenangan DPR dalam Mencopot Hakim Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung terhadap Independensi Kekuasaan Kehakiman Putri, Windy Rizky; Husin, M Sadam
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 3: April 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i3.8273

Abstract

Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) memberikan DPR kewenangan untuk mengevaluasi dan merekomendasikan pencopotan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Kebijakan ini menimbulkan perdebatan karena berisiko mengancam independensi peradilan dan bertentangan dengan prinsip trias politica, yang mengatur pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan analisis dokumen hukum terhadap UU Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Tatib DPR, dan putusan Mahkamah Konstitusi. Analisis dilakukan secara kualitatif deskriptif untuk menilai implikasi hukum regulasi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan DPR berpotensi membuka celah politisasi hukum dan melemahkan supremasi hukum. Jika hakim merasa terancam oleh evaluasi DPR, mereka dapat mempertimbangkan faktor politik dalam putusannya. Regulasi ini perlu ditinjau kembali untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan independensi peradilan
PENYELESAIAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP KRIMINALISASI GURU DALAM MENDISIPLINKAN SISWA DI SEKOLAH Putri, Windy Rizky
Law Journal (LAJOUR) Vol 5 No 2 (2024): Law Journal (LAJOUR) Oktober 2024
Publisher : LPPM Universitas Bina Insan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32767/lajour.v5i1.206

Abstract

Tindakan hukuman disiplin yang dilakukan oleh guru dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Perbedaan dua sisi pengaturan antara Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Guru dan dosen, dalam menilai hukuman disiplin dan kekerasan sering sekali membuat seorang guru dikriminalisasi, sehingga restorative justice dapat menjadi penyelesaian ketika adanya sebuah peristiwa hukum antara guru dan siswa di sekolah dalam rangka pendisiplinan. Metode penelitian yakni jenis penelitian dalam penelitian ini. Sumber datanya adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. tergolong sebagai penelitian hukum normatif dengan tipe sinkronisasi hukum. teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa Mekanisme penyelesaian pidana terhadap guru dapat terlebih dahulu melalui organisasi profesi guru oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) untuk menilai tindakan tersebut merupakan pelanggaran etik atau tindak pidana. Jika melanggar etik dapat dikenakan sanksi etik dan jika merupakan tindak pidana maka dapat menjadi rekomendasi bagi kepolisian. Selanjutnya aparat kepolisian dapat menerapkan konsep restorative justice dalam penyelesaian kriminalisasi guru dalam mendisiplinkan siswa di sekolah. Kata Kunci:
KONSEPSI ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH SEBAGAI BENTUK EKSISTENSI NILAI-NILAI DAN FALSAFAH HUKUM ADAT MELAYU RIAU DALAMKEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT Husin, M. Sadam; Putri, Windy Rizky
Law Journal (LAJOUR) Vol 5 No 2 (2024): Law Journal (LAJOUR) Oktober 2024
Publisher : LPPM Universitas Bina Insan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32767/lajour.v5i1.208

Abstract

Budaya melayu merupakan budaya warisan dunia yang besar di bumi nusantara. Wilayahnya mencakup hampir secara menyeluruh daerah masyarakat yang berbahasa rumpun melayu di Asia tenggara. Terutama di wilayah kawasan kepulauan-kepulauan yang kini menjadi bagian dari geopolitiknya seperti: Indonesia, Malaysia, Brunei, Tumasik (sekarang Singapura) Filipina, Thailand, sebagian Vietnam, Kamboja dan Taiwan. Hal ini disampaikan oleh Prof. Zainal Kling dari Universitas Malaya, Malaysia saat seminar nasional. Konsepsi Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah Sebagai bentuk Eksistensi Nilai-Nilai dan Falsafah Hukun Adat Melayu Riau dalam Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarat. Masyarakat Melayu Riau Orang Melayu memandang Islam tidak hanya sebagai sebuah agama pilihan yang diridoi Allah SWT, tetapi mereka juga memandang Islam sebagai identitas. Pandangan seperti ini tercermin dalam kehidupan orang Melayu sehingga timbul ungkapan bahwa orang Melayu mesti beragama Islam, bila ia tidak Islam berarti ia tidak Melayu. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Sumber datanya adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menggambarkan Konsepsi Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah Sebagai Bentuk Eksistensi Nilai-Nilai Dan Falsafah Hukun Adat Melayu Riau Dalam Kehidupan Sosial Dan Budaya Masyarakat memandang Islam tidak hanya sebagai sebuah agama pilihan yang diridhoi Allah SWT, tetapi mereka juga memandang Islam sebagai identitas.
KEDUDUKAN DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA PASCA REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG WANTIMPRES Putri, Windy Rizky
Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 2 (2024): Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan
Publisher : Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) masa persidangan I tahun sidang 2024-2025, sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) resmi ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU). Salah satu RUU yang mendapatkan persetujuan untuk diundangkan adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Rancangan Undang-Undang (RUU) ini disusun dengan tujuan utama untuk memperbarui ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dalam konteks pemerintahan Indonesia, Wantimpres memiliki fungsi strategis sebagai lembaga penasihat yang memberikan masukan dan pertimbangan kepada Presiden terkait berbagai isu yang mempengaruhi kebijakan negara, baik dalam ranah politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan. Pembaruan terhadap UU Wantimpres dipandang perlu untuk memastikan lembaga ini tetap relevan dan dapat berfungsi secara optimal dalam menghadapi perubahan zaman dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi negara. Perubahan ketentuan dalam RUU ini meliputi penyesuaian terhadap struktur kelembagaan, peran, serta mekanisme kerja Wantimpres agar lebih adaptif terhadap dinamika pemerintahan yang modern. UU yang lama dianggap belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan Presiden dalam mendapatkan pertimbangan yang komprehensif dan berkelanjutan, terutama dalam situasi yang semakin kompleks di era globalisasi dan digitalisasi. Oleh karena itu, dengan memperkuat fungsi dan peran Wantimpres melalui RUU ini, diharapkan lembaga tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam mendukung kebijakan-kebijakan strategis yang diambil oleh Presiden, serta turut menjaga stabilitas politik dan sosial di dalam negeri. Mengingat pentingnya kedudukan Wantimpres Dalam Sistem ketatanegaraan maka tulisan ini memaparkan kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden dalam sistem ketatanegaraan di indonsesia pasca revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Wantimpres
TINJAUAN YURIDIS GAGASAN PERLUASAN LEGAL STANDING DALAM PERMOHONAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DI MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Putri, Windy Rizky; Amaliah, Rizki
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 23 No 3 (2025): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/m0bakr12

Abstract

Abstrak   Penelitian ini mengkaji perluasan legal standing dalam permohonan pembubaran partai politik di Mahkamah Konstitusi Indonesia. Kerangka hukum saat ini yang secara eksklusif memberikan hak kepada pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik menciptakan tantangan konstitusional yang signifikan. Menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode kualitatif-deskriptif, penelitian ini menganalisis urgensi perluasan subjek dan alasan pembubaran partai politik. Penelitian mengeksplorasi bagaimana mekanisme yang membatasi saat ini menghambat partisipasi warga negara dalam pengawasan demokratis dan berpotensi mengancam prinsip kedaulatan rakyat dan akuntabilitas hukum. Dengan membandingkan praktik demokrasi internasional dan menganalisis prinsip-prinsip konstitusional Indonesia, penelitian ini mengusulkan model perluasan legal standing yang mencakup warga negara, organisasi masyarakat sipil, badan pengawas pemilu, dan lembaga anti-korupsi. Model yang diusulkan bertujuan memperkuat mekanisme checks and balances demokrasi, meningkatkan akuntabilitas partai politik, dan memastikan partai politik beroperasi dalam batas-batas konstitusi dan hukum. Penelitian menyimpulkan bahwa perluasan permohonan pembubaran partai politik merupakan kebutuhan konstitusional untuk memperkuat demokrasi dan negara hukum di Indonesia. Kata Kunci: Pembubaran Partai Politik, Mahkamah Konstitusi, Legal Standing, Demokrasi,Checks and Balances
TINJAUAN YURIDIS GAGASAN PERLUASAN LEGAL STANDING DALAM PERMOHONAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DI MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Putri, Windy Rizky; Amaliah, Rizki
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 23 No 3 (2025): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/m0bakr12

Abstract

Abstrak   Penelitian ini mengkaji perluasan legal standing dalam permohonan pembubaran partai politik di Mahkamah Konstitusi Indonesia. Kerangka hukum saat ini yang secara eksklusif memberikan hak kepada pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik menciptakan tantangan konstitusional yang signifikan. Menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode kualitatif-deskriptif, penelitian ini menganalisis urgensi perluasan subjek dan alasan pembubaran partai politik. Penelitian mengeksplorasi bagaimana mekanisme yang membatasi saat ini menghambat partisipasi warga negara dalam pengawasan demokratis dan berpotensi mengancam prinsip kedaulatan rakyat dan akuntabilitas hukum. Dengan membandingkan praktik demokrasi internasional dan menganalisis prinsip-prinsip konstitusional Indonesia, penelitian ini mengusulkan model perluasan legal standing yang mencakup warga negara, organisasi masyarakat sipil, badan pengawas pemilu, dan lembaga anti-korupsi. Model yang diusulkan bertujuan memperkuat mekanisme checks and balances demokrasi, meningkatkan akuntabilitas partai politik, dan memastikan partai politik beroperasi dalam batas-batas konstitusi dan hukum. Penelitian menyimpulkan bahwa perluasan permohonan pembubaran partai politik merupakan kebutuhan konstitusional untuk memperkuat demokrasi dan negara hukum di Indonesia. Kata Kunci: Pembubaran Partai Politik, Mahkamah Konstitusi, Legal Standing, Demokrasi,Checks and Balances