Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Membaca Pendidikan dalam Pasar Malam Kaho, Eventus Ombri
Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora Vol 12, No 2 (2024)
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/ret.v12i2.10138

Abstract

Penelitian ini bertujuan memahami peristiwa pasar malam sebagai ruang pendidikan informal melalui analisis konsep deteritorialisasi dari Deleuze dan Guattari. Pasar malam sebagai ruang yang dinamis, tidak hanya menjadi arena transaksi ekonomi, tetapi juga ruang interaksi budaya, pertukaran pengetahuan, dan pembentukan identitas masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi partisipatif dan wawancara mendalam terhadap pengunjung di pasar malam. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan kerangka deteritorialisasi untuk menggambarkan bagaimana pasar malam melampaui batas-batas formal pendidikan, menciptakan ruang belajar yang fluid dan penuh kreatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar malam merupakan arena deteritorialisasi pendidikan, di mana nilai-nilai dan pengetahuan lokal, keterampilan negosiasi, serta adaptasi budaya terdistribusi secara organik. Pasar malam memperlihatkan pengaburan batas antara ruang ekonomi dan ruang pendidikan, menjadikannya locus pembelajaran alternatif yang tidak terikat oleh institusi formal. Selain itu, proses deteritorialisasi di pasar malam melampaui pemahaman tradisional tentang pendidikan dengan menunjukkan bahwa pengetahuan dan pembelajaran dapat berkembang di ruang-ruang marjinal dan sementara. Penelitian ini memberikan kontribusi pada diskursus tentang pendidikan informal dan ruang-ruang marjinal, serta membuka peluang eksplorasi lebih lanjut mengenai peran ruang-ruang non-formal dalam membangun masyarakat pembelajar. Pasar malam, sebagai situs deteritorialisasi, menjadi contoh nyata dari bagaimana pendidikan dapat terjadi di luar kontrol institusional, menawarkan alternatif yang inklusif dan fleksibel dalam penyebaran pengetahuan.
Refleksi Kritis atas Imajinasi Ekologi Masyarakat Tapanuli Tengah dalam Tradisi "Maragat Tuak Bagot" Marbun, Martina Rosmaulina; Kaho, Eventus Ombri
Sepakat : Jurnal Pastoral Kateketik Vol. 11 No. 1 (2025): Mei : Sepakat : Jurnal Pastoral Kateketik
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research aims to examine and understand how the tradition of “Maragat Tuak Bagot” (tapping palm sap) in the Batak community in the Central Tapanuli region reflects an ecological imagination that is in line with the principles of Catholic Eco-Theology (Laudato Si). This tradition is a cultural practice that contains ecological and spiritual meaning, in which the Batak people in the Central Tapanuli utilize natural resources in a sustainable manner and with full respect for the environment. Through a Catholic Eco-Theology approach, this research seeks to explore the theological values ​​contained in this tradition and how these values ​​are lived out in society. The research method used is qualitative and literature study. Field data was obtained by conducting in-depth interviews with community leaders and practitioners of the “Maragat Tuak Bagot” tradition. The research results show that the “Maragat Tuak Bagot” tradition not only has a socio-cultural function but also contains deep ecological messages. This practice contains reflections on the importance of maintaining natural balance, respecting creation, and involving the spiritual dimension. Apart from that, the “Maragat Tuak Bagot” tradition also represents the relationship between humans and nature which is in line with Catholic Eco-Theological teachings about human’s moral responsibility to care for the earth as a shared home. The results of this research provide an important contribution in enriching the discourse on ecology and theology in Indonesia, as well as offering a new perspective in environmental conservation efforts based on local wisdom and religious values.
Rethinking Human Rights and Peace in Post-Independence Timor-Leste Through Local Perspectives (Book Review) Kaho, Eventus Ombri
Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora Vol 13, No 1 (2025): "Menemukan Kembali Resonansi": Peringatan 25 Tahun Kajian Budaya di Sanata Dhar
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/ret.v13i1.12438

Abstract

Rethinking Human Rights and Peace in Post-Independence Timor-Leste Through Local Perspectives. Khoo, Ying Hooi, Antero Benedito da Silva, and Therese Nguyen Thi Phuong Tam, eds. Singapore: Palgrave Macmillan, 2022. 
Imaji Orang Besikama dalam Tradisi Hamis Batar Kaho, Eventus Ombri
Jurnal Magistra Vol. 3 No. 3 (2025): September : Jurnal Magistra
Publisher : STP Dian Mandala Gunungsitoli Nias Keuskupan Sibolga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62200/magistra.v3i3.218

Abstract

This study aims to examine how the image of the Besikama people is formed and interpreted through the Hamis Batar tradition, a sacred sacrificial ritual. Using ethnographic methods, this study delves into the cultural practices and spiritual beliefs of the Besikama people, particularly in the context of their interactions with things considered sacred. This analysis utilizes the theoretical scalpel of “the look of the Sacred” introduced by Robert A. Orsi, a concept that goes beyond visual representation to understand a deeper relationship between humans and the divine, or “body beyond the image.” Initial findings indicate that Hamis Batar is not simply a series of ceremonies, but rather a space where the boundaries between the visible (body rituals, offerings) and the invisible (spiritual power, ancestral presence) are blurred. The Besikama people not only look at something sacred, but they also experience and shape it through actions, emotions, and physical sensations. Thus, the image formed is not a static representation, but a dynamic and living reality, continuously constructed and articulated through the practice of Hamis Batar. This research contributes to a richer understanding of how ritual can serve as a vehicle for experiencing and negotiating sacred meaning, going beyond mere symbolism.
Negosiasi Manusia dan Nonmanusia Pasca-Alih Fungsi Hutan Bakau Menjadi Tambang Garam Kaho, Eventus Ombri
Retorik: Jurnal Ilmu Humaniora Vol 12, No 1 (2024)
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/ret.v12i1.7501

Abstract

Penelitian ini bertujuan melihat kekerabatan antara manusia dan nonmanusia pasca-alih fungsi hutan bakau menjadi tambang garam di Desa Weseben, khususnya di Kampung Metamanasi–Nusa Tenggara Timur. Lebih dari itu, penelitian ini melihat upaya negosiasi antara manusia-nonmanusia dalam membangun kehidupan yang berkelanjutan dalam perspektif posthuman. Titik tolak negosiasi ini ialah kerusakan hutan bakau yang dialihfungsikan menjadi tambang garam. Eksistensi hutan bakau nyatanya memiliki peran yang begitu penting bagi manusia dan nonmanusia di wilayah Metamanasi. Selain itu, masyarakat Metamanasi memiliki kedekatan dengan hutan bakau. Mereka mampu mengenali aroma, bentuk, warna bahkan bioakustiknya. Namun, kedekatan tersebut pudar ketika hutan bakau dieksploitasi demi pembangunan tambang garam. Alih fungsi hutan bakau menjadi tambang garam membawa perubahan yang sangat besar pada relasi antara manusia dan nonmanusia di wilayah Metamanasi. Maka, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini ialah bagaimana upaya memulihkan relasi antara manusia dan nonmanusia pasca-alih fungsi hutan bakau menjadi tambang garam? Mengapa manusia dan nonmanusia melakukan pemulihan pasca-alih fungsi hutan bakau menjadi tambang garam? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dibutuhkan metode penelitian dalam pengumpulan data. Data diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi data dari media online. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan posthuman, yakni teori “making kin” dari Donna Haraway dan “zoe” dari Rosi Braidotti. Sehingga pada akhirnya kita melihat upaya dari manusia dan nonmanusia dalam memulihkan kehidupanya sebagai kerabat sekaligus menjadi subjek yang terus bergerak.