Farhat, Ahmad
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Analisis Tafsir dan Fikih tentang Pertengkaran Terus Menerus dan Syiqaq sebagai Alasan Perceraian Farhat, Ahmad; al-Amruzi, M. Fahmi; Sarmadi, A. Sukris
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 19, No. 1 : Al Qalam (Januari 2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v19i1.4321

Abstract

Artikel ini membahas analisis tafsir dan fikih mengenai pertengkaran terus-menerus dan syiqāq sebagai alasan perceraian. Penelitian ini menyoroti pengertian dan ruang lingkup syiqāq melalui tafsir Al-Qur’an serta prinsip-prinsip fikih, serta evaluasi ketentuan hukum yang berlaku, terutama dalam konteks Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, dengan pendekatan doktrinal dan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teoritik dan praktek pengaturan dalam Buku II huruf b yang memisahkan antara pertengkaran terus menerus dengan syiqāq tersebut sarat dengan problematika hukum. Dalam tinjauan berbagai pendekatan dan teori analisis, yaitu melalui pendekatan tafsir Al-Qur’an dan fiqih, melalui teori mashlahat, teori maqashid syariah dan teori sinkronisasi hukum, pemisahan tersebut tidak tepat dan berakibat kepada ketidaksinkronan dalam praktek hukum penanganan perkara perceraian dengan alasan pertengkaran terus-menerus. Karena itu dalam rangka memberikan solusi atas problematika hukum tersebut ketentuan dalam Buku II huruf b tersebut harus ditinjau ulang dan dilakukan rekonstruksi hukum. Perubahan/ revisi terhadap Buku II/SEMA Nomor 7/2015 yang mengatur penangan perkara cerai gugat dengan alasan syiqaq harus diajukan sejak awal gugatan diajukan, bukan perkara pertengkaran yang kemudian syiqaq-kan. Dirubah/direvisi  menjadi kewenangan untuk menilai syiqaq atau tidaknya sepenuhnya menjadi kewenangan hakim.