Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KOMODIFIKASI ANAK USIA DINI PADA KONTEN YOUTUBE RIA RICIS Afrina Nabila Azhari; Rifana Aufa Hapsari; Dalfa Amalia; Nuri Setia Nurhawa
Jurnal Netnografi Komunikasi Vol. 3 No. 2 (2025): JNK National Accredited Rank. SINTA 5 based on SK KemdiktiSaintek RI No.10/C/C3
Publisher : Communication Science Department - Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Satya Negara Indonesia (USNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59408/jnk.v3i2.24

Abstract

Perkembangan teknologi informasi telah mendorong munculnya sharenting, di mana orang tua berbagi informasi tentang kehidupan anak-anak mereka secara online. Praktik ini dapat berdampak negatif dan mengancam privasi anak. Di Indonesia, sharenting sudah tersebar luas, namun masih kurang kesadaran dan ketelitian di kalangan orang tua dalam memilah informasi yang mereka bagikan tentang anak-anak mereka. Lembaga perlindungan anak di Indonesia belum menerapkan peraturan khusus untuk mengawasi dugaan eksploitasi anak, terutama di media sosial. Sebaliknya, beberapa negara di Eropa telah menerapkan peraturan untuk mencegah penyebaran konten secara sembarangan tanpa seizin orang yang bersangkutan, termasuk anak-anak mereka sendiri. Salah satu figur publik yang mempraktikkan sharenting di Indonesia adalah Ria Ricis, yang mendapatkan popularitas tinggi melalui kanal YouTube-nya, terutama untuk konten yang berfokus pada anak perempuannya dan aktivitas keseharian mereka. Praktik ini menimbulkan implikasi terhadap analisis sharenting yang melanggar privasi anak dan implikasi pengasuhan anak dalam konteks budaya Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan analisis wacana, digunakan untuk menganalisis praktik sharenting, khususnya yang dilakukan oleh Ria Ricis, yang berpotensi mengarah pada eksploitasi anak dan pelanggaran privasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Ria Ricis menyampaikan pesan secara berlebihan untuk meningkatkan citranya sebagai seorang ibu dan pencitraan dirinya sebagai youtuber. Namun, penelitian ini juga menyoroti perlunya orang tua untuk selektif dan mempertimbangkan dengan cermat efek jangka panjang dari tindakan sharenting mereka, karena tindakan ini dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan psikologis anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab ketika membagikan informasi tentang anak-anak mereka di media sosial.
Representation of Alpha Woman in Korean Series (Roland barthes Semiotics Analysis on Pachinko Season 1 Series) Afrina Nabila Azhari; Herlina Agustin; Samson CMS
PANTUN: Jurnal Ilmiah Seni Budaya Vol. 10 No. 1 (2025): Interdisciplinary Approaches to Cultural Expression in Modern Art, Media, and
Publisher : Postgraduate Program of Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/pantun.v10i1.3921

Abstract

Korean dramas are not merely artistic works without meaning or purpose. They serve as a medium to depict social realities through storytelling and visual art. One of Korean dramas that reflects the social realities of Korea is Pachinko, set in the 1930s when patriarchal culture and the low status of women were still prevalent. The purpose of this study is to explore how the representation of alpha woman is depicted in Pachinko. The study adopts a qualitative approach, utilizing Roland Barthes’ semiotic analysis method to interpret the signs within the drama through three levels of analysis: denotation, connotation, and myth. The researcher selected three episodes from the eight-episode series (episodes 3, 4, and 5) for a detailed analysis of scenes referencing alpha woman characteristics. The findings of this research reveal various ways in which Pachinko portrays alpha woman. The study highlights the courage, independence, and resilience of woman characters. This research recommends that future Korean dramas continue to feature alpha women characters to inspire gender equality. Additionally, future studies could explore similar representations in different cultural contexts to provide comparative analyses, enriching the understanding of gender representation across cultures.