Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

CORPORATE CULTURE MODEL SEBAGAI ALASAN PENGHAPUS PIDANA KORPORASI: JUSTIFIKASI TEORITIS PEMIDANAAN KORPORASI DALAM KUHP Brouwer, Darryl Evan
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 9, No 1 (2025): VOLUME 9 NUMBER 1, JANUARY 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v9i1.76606

Abstract

AbstractLaw Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code has accommodated corporations as perpetrators of criminal acts as well as natural humans. With distinct characteristics to natural humans, the attribution of corporate criminal responsibility to corporations is also distinct to natural humans. The Criminal Code stipulates the attribution of corporate blameworthiness, one of which is the corporate culture model theory, but not as a reason for corporate"™s legal defenses. Corporate culture model is a corporate criminal responsibility theory which evaluate the blameworthiness of a corporation based on its policy that encourages, tolerates, or fails to prevent offence to be committed in the core of the corporation. It is distinct to the Australian Criminal Code Act 1995 which strictly stipulates the corporate culture model as a corporate legal defense. This article aims to analyze the corporate culture model theory in corporate criminal law theory to be used as a corporate"™s legal defense. This article is a doctrinal legal research through literature study with the statutory approach, conceptual approach and comparative approach. The research prescribes that the corporate culture model should be explicitly stipulated as a corporate's legal defense in the Criminal Code in order to provide legal protection for corporations who has established policy that encourages, tolerates, or fails to prevent offence to be committed in the core of the corporation. It should be stipulated as a theoretical justification corporate criminal punishment.  AbstrakUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional) telah mengakomodasi korporasi sebagai pelaku tindak pidana di samping manusia alamiah. Dengan karakteristiknya yang berbeda dengan manusia alamiah, atribusi pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi pun berbeda dengan manusia alamiah. KUHP Nasional mengatur atribusi kesalahan korporasi salah satunya dengan teori corporate culture model, tetapi tidak secara tegas sebagai alasan penghapus pidana. Corporate culture model adalah teori pertanggungjawaban pidana korporasi yang menilai kesalahan korporasi berdasarkan kebijakan korporasi yang mendorong, membiarkan, atau tidak mencegah terjadinya tindak pidana dalam lingkup korporasi. Berbeda dengan Australian Criminal Code Act 1995 yang telah mengatur secara tegas corporate culture model sebagai alasan penghapus pidana bagi korporasi. Artikel ini hendak menganalisis teori corporate culture model dalam teori  hukum pidana korporasi untuk digunakan sebagai alasan penghapus pidana dalam undang-undang. Penelitian hukum yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian hukum doktrinal melalui studi kepustakaan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan komparatif. Hasil yang dipreskripsikan melalui hasil penelitian ini adalah bahwa corporate culture model seyogyanya diatur sebagai alasan penghapus pidana bagi korporasi dalam KUHP Nasional sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korporasi yang telah memiliki kebijakan yang tidak mendorong, tidak membiarkan, dan mencegah terjadinya tindak pidana dalam lingkup korporasi. Hal ini perlu diatur dalam rangka memberikan justifikasi teoretis terhadap pemidanaan korporasi.
Pelatihan Implementasi Pendekatan Restorative Justice dalam Penanganan Tindak Pidana Ringan di Desa Sepanjang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar Maradona, Maradona; Aprilianto, Sapta; Cahyani, Prilian; Agustin, Erni; Brouwer, Darryl Evan
Jurnal Pengabdian Masyarakat Inovasi Indonesia Vol 2 No 6 (2024): JPMII - Desember 2024
Publisher : CV Firmos

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54082/jpmii.651

Abstract

Restorative Justice bertujuan untuk penyelesaian hukum dengan menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana. Restorative justice sebagai prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam bentuk pemberlakuan kebijakan, namun tata pelaksanaannya dalam sistem peradilan pidana Indonesia belum dilakukan secara optimal. Restorative justice fokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/ korban, dan pihak lain yang terkait. Desa Sepanjang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar memiliki rumah restorative justice yang telah diresmikan oleh pemerintah daerah. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang antara para pihak dapat memulihkan pola hubungan yang baik dalam masyarakat. Metode pengabdian masyarakat ini adalah pelatihan bagi masyarakat Desa Sepanjang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Sebagai hasil kegiatan ini, masyarakat meningkat pengetahuan dan ketrampilannya dalam menerapkan konflik di bidang pidana ringan yang terjadi di desanya.