Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Profile of Skin Tumors at Dr. Zainoel Abidin General Hospital Dermatology and Venerology Outpatient Clinic in 2017 – 2021 : A Retrospective Study Wahyu Lestari; Nanda Earlia Fitria; Sitti Hajar; Mimi Maulida
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 35 No. 1 (2023): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/bikk.V35.1.2023.40-45

Abstract

Background: Skin tumors are swellings caused by proliferation or failure of cell death mechanisms. Based on the type of growth, skin tumors are divided into benign tumors and malignant tumors. Purpose: To investigate the incidence of skin tumors in Dr. Zainoel Abidin General Hospital outpatient clinic. Methods: This study is a descriptive study with  total sampling. The diagnosis of skin tumors is assessed based on medical records filled by Dr. Zainoel Abidin General Hospital Dermatovenerologist in January 2017-September 2021. Result: The results showed patients diagnosed with benign skin tumors had as many as 360 subjects and malignant tumors had as many as 4 samples. The majority of women are affected by benign and malignant skin tumors. Based on the age of benign tumors dominated by the age of 22-45 years while in malignant tumors dominated by 45-64 years.  The majority of the sample comes from Banda Aceh, based on where the most of them reside. Based on the size of lesions, benign tumors are dominated by lesions that are less than 0.5 cm in size, while malignant tumors are dominated by lesions that are larger than 0.5 cm in size. Based on the presence and absence of recursion the entire dominant sample has no recursion. Based on the physical treatment in benign tumors are dominated by electrocautery action while malignant tumors are the same number between general surgery and FNAB. Conclusion: most of the skin tumors found in Dr. Zainoel Abidin General Hospital dermatology and venerology outpatient clinic are benign
Pengaruh Pemberian Vitamin D Terhadap Perbaikan Gejala Klinis Pada Penderita Dermatitis Atopik Di Poliklinik Kulit Kelamin RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2018: Uji Klinis Ketersamaran Ganda Nanda Earlia; Mimi Maulida; Arie Hidayati; Rovy Pratama
Journal of Medical Science Vol 1 No 1 (2020): Journal of Medical Science
Publisher : LITBANG RSUDZA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.097 KB) | DOI: 10.55572/jms.v1i1.7

Abstract

Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah yang sering muncul pada negara berkembang dan sedang berkembang. DA merupakan penyakit inflamasi kronik pada kulit yang terjadi pada 15% sampai 25% pada anak dan 3% pada dewasa. Penyakit ini menyebabkan morbiditas dan memiliki efek pada kualitas hidup. Tujuan utama dilakukann penelitian ini adalah untuk mengetahui efek vitamin D pada derajat keparahan DA pada anak. Penelitian dilakukan di poliklinik kesehatan kulit dan kelamin rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh selama 4 bulan dimulai sejak 15 Mei hingga 15 september 2018. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis desain paralel. Sebanyak 68 pederita DA terlibat dalam penelitian ini dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat vitamin D 600 IU selama 28 hari dan kelompok tanpa suplementasi vitamin D dengan jumlah masing – masing kelompok 34 orang. Seluruh pasien yang terlibat mendapatkan terapi standar berupa steroid topikal dan antihistamin secara oral. Tingkat keparahan gejala klinis sebelum dan setelah pengobatan diukur menggunakan Scoring Dermaitis Atopic (SCORAD). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis statistik tidak berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%. SCORAD penderita DA yang mendapat suplementasi vitamin D selama 28 hari dengan terapi standar (13,8 ± 6,39) lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat vitamin D 20,6 ± 7,94 dengan tingkat kemaknaan p < 0,001. Vitamin D merupakan prohormon yang memiliki fungsi utama mengatur keseimbangan kalsium tubuh. Sebagai imunoregulasi, vitamin D memiliki dua fungsi penting sebagai hormon sekosteroid pada regulasi hemostasis kalsium pada tubuh dan sebagai zat esensial organik yang sangat penting terhadap respons imun. Suplementasi vitamin D selama 28 hari lebih efektif menurunkan derajat keparahan DA pada anak dibandingkan terapi standar.
Hubungan Derajat Keparahan Area Vitiligo dengan Tingkat Depresi pada Pasien Vitiligo di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Arie Hidayati; Mimi Maulida; Nanda Earlia; Mahda Rizki Liana
Journal of Medical Science Vol 4 No 1 (2023): Journal of Medical Science
Publisher : LITBANG RSUDZA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55572/jms.v4i1.75

Abstract

Vitiligo menimbulkan perbedaan jelas antara kulit depigmentasi dan kulit normal yang menyebabkan pasien vitiligo sering menghadapi stigmatisasi dan masalah psikososial sehingga rentan terhadap depresi, kecemasan, dan stres. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara derajat keparahan vitiligo dengan tingkat depresi pasien vitiligo. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional. Pengumpulan data menggunakan teknik consecutive sampling dan pengisian kuesioner Back Depression Scale pada Juli hingga Oktober 2022 di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan diagnosis vitiligo, usia 13-80 tahun, dan bersedia mengikuti penelitian; sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien vitiligo yang telah didiagnosa dengan depresi, dan telah atau dalam proses pengobatan depresi.  Didapatkan hasil dari 31 sampel sebanyak 48,4% laki-laki, 51,6% perempuan, usia rata-rata 36 tahun, 32,4% merupakan siswa dan mahasiswa, guru/dosen dan PNS masing-masing 12,9%.  Jenis klinis vitiligo localized sebesar 58,1 %, vulgaris 29%, dan acrofacial 12,9%. Sebanyak 74,2% telah mengalami vitiligo selama 1-5 tahun, 54,6% telah mendapatkan pengobatan selama 1-5 tahun; 64,5% dengan riwayat pengobatan topikal dan fototerapi.  Mayoritas (93,5%) pasien vitiligo tidak memiliki riwayat autoimun lainnya, 87,1% memiliki tingkat keparahan vitiligo ringan, 6,5% vitiligo sedang, dan 6,5% vitiligo berat. Sebagian besar pasien (93,5%) tidak mengalami depresi, dan 6,5% menderita depresi ringan. Berdasarkan analisa bivariat didapatkan hubungan yang lemah antara derajat keparahan vitiligo dengan tingkat depresi (p= 0.66), sehingga disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara derajat keparahan vitiligo dengan terjadinya depresi.
Hubungan Dermatofitosis dan Non Dermatofitosis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Mimi Maulida; Arie Hidayati; Sulamsih Sri Budini; Nur Fajrina
Journal of Medical Science Vol 6 No 1 (2025): Journal of Medical Science
Publisher : LITBANG RSUDZA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55572/jms.v6i1.144

Abstract

Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofita yang menyerang jaringan yang mengandung keratin (zat tanduk) seperti stratum korneum pada epidermis kulit, rambut dan kuku. salah satu faktor predisposisi dermatofitosis ialah Diabetes Melitus (DM). Tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes menyebabkan meningkatnya glukosa kulit yang dapat mengganggu proses imun dan menyuplai energi untuk jamur berkembang, sehingga mudah muncul manifestasi kelainan pada kulit, salah satunya adalah dermatofitosis. Penelitian World Health Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea corporis yang merupakan tipe yang paling dominan dan diikuti dengan tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Di Indonesia dermatofitosis menempati urutan kedua setelah pityriasis versikolor. Dermatofitosis didapatkan sebanyak 52% dengan kasus terbanyak tinea kruris dan tinea korporis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dermatofitosis dan Non Dermatofitosis dengan Diabetes Melitus tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian Cross sectional di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien mengalami DM tipe 2 yang mengalami keluhan yang mengarah pada infeksi jamur pada kulit. Di RSUDZA Banda Aceh. Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan KOH pada peneltian ini adalah Larutan KOH 10%, Mikroskop untuk pemeriksaan mikroskopik Scalpel untuk kerokan kulit dan Lampu Bunsen Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara diabetes melitus dengan angka kejadian dermatofitosis (p Value = 0,006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus berhubungan dengan munculnya penyakit jamur jenis dermatofitosis. Hal ini dapat terjadi karena kadar glukosa pada kulit normal adalah 55% dari gula darah pada orang normal, namun pada seseorang dengan DM tingkat rasio akan meningkat hingga mencapai 69-71% dari gula darah yang telah meninggi. Keadaan ini disebut diabetes kulit. Kondisi peningkatan gula darah yang patologis ini digunakan jamur sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Akibat dari seluruh hal yang timbulkan hiperglikemik kronik ini memudahkan adhesi dan invasi infeksi jamur. Kelompok usia pasien diabetes melitus yang mengalami penyakit jamur pada kulit terbanyak pada kelompok usia produktif (41-60 tahun) yaitu sebanyak 22 pasien (48,9%) diikuti kelompok usia >60 tahun sebanyak 20 pasien (44,4%) dan kelompok usia 18-40 sebanyak 3 pasien (6,7%). Diagnosis dermatofita pada pasien diabetes melitus ditemukan pada 30 pasien (66,7%). Sedangkan diagnosis non dermatofita ditemukan hanya pada 15 pasien (33,3%).