Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tinjauan Viktimologi dan Penerapan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana dalam Undang-Undang ITE (Studi Kasus Putusan PN Tanjung Balai Karimun No. 96/PID.SUS/2021/PN.TBK) Alaidid, Muannas; Said, Yusuf Muhammad
FOCUS Vol 6 No 1 (2025): FOKUS: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Neolectura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37010/fcs.v6i1.1890

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terutama dalam konteks berita online. Masih banyak aparat penegak hukum, seperti Kepolisian RI dan Kejaksaan, yang belum memahami bahwa tidak semua kasus informasi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pasal tersebut. Contohnya, individu yang mengunggah berita dari situs yang terdaftar di Dewan Pers tetap diadili atas dugaan pelanggaran UU ITE. Dalam era digital, hukum harus beradaptasi dengan cepat guna mengakomodasi inovasi teknologi, kejahatan siber, dan privasi digital. Studi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan analisis sistematis terhadap bahan hukum, termasuk Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun No. 21/Pid.Sus/2021/TBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep viktimologi dan hukum pers sering diabaikan dalam penerapan pasal ini. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 78/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa penghinaan dalam KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE bersifat inkonstitusional bersyarat. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi lebih lanjut untuk mencegah kesalahpahaman hukum dalam implementasi pasal tersebut.
Reformulasi Ekstradisi terhadap Kejahatan Lintas Batas Negara di Era Globalisasi (Studi Kasus Warga Negara Rakyat Republik Tiongkok dengan Taiwan) Said, Yusuf Muhamad; Alaidid, Muannas; Huda, Misbahul; Havid, Dian Priheryanti
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 24 No. 1 (2025): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v24i2.6540

Abstract

Indonesia's extradition laws, particularly Law No. 1 of 1979, face challenges in the globalization era, especially with cross-border crimes involving citizens from China and Taiwan. The current civil law and administrative procedure system allows for significant government subjectivity, unlike common law systems that prioritize due process and judicial decisions, where individuals can refuse extradition. This was evident in Indonesia's rejection of Taiwanese citizens' extradition to China and Hendra Rahardja's refusal from Australia, highlighting the need to curb politically motivated or unjust refusals. Therefore, reform of Extradition Law No. 1 of 1979, specifically Article 14, is crucial. This reform should enhance legal certainty, reduce subjectivity, and uphold national sovereignty and justice principles. It must also embrace a "living law" concept, aligning with societal values and ensuring practical benefits. Furthermore, Indonesia should actively champion an ASEAN extradition convention with common standards, particularly for sophisticated cybercrime, drawing inspiration from the European Union's model.