Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

SISTEM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT: STUDI PERBANDINGAN HUKUM PIDANA Salsabila, Aurelia
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 10 No. 12 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v10i12.11520

Abstract

Perkembangan teknologi digital telah meningkatkan jumlah kejahatan siber (cybercrime) yang mengancam individu, institusi, dan negara. Indonesia dan Amerika Serikat memiliki sistem pemidanaan cybercrime yang berbeda berdasarkan hukum yang berlaku di masing-masing negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan sistem pemidanaan cybercrime di kedua negara serta faktor yang mempengaruhi penerapannya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perbandingan hukum, yang menelaah regulasi seperti UU ITE di Indonesia dan Computer Fraud and Abuse Act di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi kendala dalam penegakan hukum cybercrime, seperti kurangnya alat bukti elektronik dan keterbatasan sumber daya manusia yang ahli di bidang forensik digital. Sementara itu, Amerika Serikat memiliki regulasi lebih spesifik serta lembaga penegak hukum yang lebih siap menangani kejahatan siber. Selain itu, Amerika Serikat menerapkan mekanisme plea bargaining yang memungkinkan terdakwa bekerja sama dengan aparat hukum untuk meringankan hukuman. The advancement of digital technology has led to a rise in cybercrime, posing threats to individuals, institutions, and nations. Indonesia and the United States have different cybercrime sentencing systems based on their respective legal frameworks. This study aims to analyze the differences in cybercrime sentencing between the two countries and the factors influencing its implementation. The research method used is normative legal research with a comparative law approach, examining regulations such as Indonesia’s Electronic Information and Transactions Law (UU ITE) and the United States’ Computer Fraud and Abuse Act (CFAA). The findings reveal that Indonesia faces challenges in enforcing cybercrime laws, including a lack of electronic evidence and limited expertise in digital forensics. In contrast, the United States has more specific regulations and law enforcement agencies better equipped to handle cybercrime. Additionally, the U.S. employs a plea bargaining mechanism that allows defendants to cooperate with law enforcement in exchange for reduced sentences. This study concludes that Indonesia can learn from the U.S.
SISTEM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT: STUDI PERBANDINGAN HUKUM PIDANA Salsabila, Aurelia
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 10 No. 12 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v10i12.11561

Abstract

Perkembangan teknologi digital telah meningkatkan jumlah kejahatan siber (cybercrime) yang mengancam individu, institusi, dan negara. Indonesia dan Amerika Serikat memiliki sistem pemidanaan cybercrime yang berbeda berdasarkan hukum yang berlaku di masing-masing negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan sistem pemidanaan cybercrime di kedua negara serta faktor yang mempengaruhi penerapannya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perbandingan hukum, yang menelaah regulasi seperti UU ITE di Indonesia dan Computer Fraud and Abuse Act di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi kendala dalam penegakan hukum cybercrime, seperti kurangnya alat bukti elektronik dan keterbatasan sumber daya manusia yang ahli di bidang forensik digital. Sementara itu, Amerika Serikat memiliki regulasi lebih spesifik serta lembaga penegak hukum yang lebih siap menangani kejahatan siber. Selain itu, Amerika Serikat menerapkan mekanisme plea bargaining yang memungkinkan terdakwa bekerja sama dengan aparat hukum untuk meringankan hukuman. The advancement of digital technology has led to a rise in cybercrime, posing threats to individuals, institutions, and nations. Indonesia and the United States have different cybercrime sentencing systems based on their respective legal frameworks. This study aims to analyze the differences in cybercrime sentencing between the two countries and the factors influencing its implementation. The research method used is normative legal research with a comparative law approach, examining regulations such as Indonesia’s Electronic Information and Transactions Law (UU ITE) and the United States’ Computer Fraud and Abuse Act (CFAA). The findings reveal that Indonesia faces challenges in enforcing cybercrime laws, including a lack of electronic evidence and limited expertise in digital forensics. In contrast, the United States has more specific regulations and law enforcement agencies better equipped to handle cybercrime. Additionally, the U.S. employs a plea-bargaining mechanism that allows defendants to cooperate with law enforcement in exchange for reduced sentences. This study concludes that Indonesia can learn from the U.S.
Analisis Implementasi Sistem Merit dalam Proses Promosi Jabatan ASN di Indonesia Studi Kasus : Implementasi Sistem Merit dalam Proses Promosi Jabatan di Kementerian Keuangan. Salsabila, Aurelia; Lubis, Grace Deborah; Rizky P, Muhammad; Azahra, Nafisa
El-Mujtama: Jurnal Pengabdian Masyarakat  Vol. 4 No. 5 (2024): El-Mujtama: Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : Intitut Agama Islam Nasional Laa Roiba Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47467/elmujtama.v4i5.2679

Abstract

The implementation of the Merit System in the promotion process of Civil Servants (ASN) in Indonesia, with a focus on a case study at the Ministry of Finance. The concepts of qualification, competence, and performance are the main foundations in the management of employees in the public sector. Through a literature review research method, this study highlights the challenges and progress in the implementation of the Merit System, as well as the importance of transparency, accountability, and professionalism in the promotion process. By emphasizing the values of merit, it is hoped that this system can reduce the culture of patrimonialism, improve the effectiveness of the career system, and strengthen transparency in decision-making for promotions. Although there are still challenges such as resistance to change, consistent efforts and strong political support are needed to realize an effective Merit System in the management of ASN in Indonesia.
PENGARUH CITRA PERUSAHAAN, ELECTRONIC WORD OF MOUTH, DAN PERSEPSI HARGA TERHADAP MINAT BELI MASKAPAI GARUDA INDONESIA (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT DI KABUPATEN SIDOARJO) Salsabila, Aurelia; Purwanto, Sugeng
JURNAL ILMIAH EDUNOMIKA Vol. 8 No. 3 (2024): EDUNOMIKA
Publisher : ITB AAS Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29040/jie.v8i3.14245

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh citra perusahaan, E-Wom, dan persepsi harga terhadap minat Beli Maskapai Garuda Indonesia (studi kasus pada masyarakat di Kabupaten Sidoarjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis metode kuantitatif dengan menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 105 responden. Penelitian ini mengambil data melalui kuesioner yang telah dibagikan kepada warga beirpeinghasilan di wilayah Kabupatein Sidoarjo. Variabel penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu citra perusahaan (X1), electronic word of mouth (e-WoM) (X2), harga (X3), dan minat beli konsumen (Y). Alat analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan model Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin baik penerapan citra perusahaan, electronic word of mouth (e-WoM), harga semakin tingi minat beli pada Maskapai Garuda Indonesia di masyarakat Kabupaten Sidoarjo.