Gani, Irfan
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IMPLEMENTASI KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA (STUDI KASUS DI DESA DWIPA KARYA KECAMATAN SIMPANG RAYA-BANGGAI) Novianti, Riska; Tahir, Muhammad Rachmad; Gani, Irfan
The Factum Law Review Journal Volume 2 Issue 1, Juni 2024
Publisher : Program Studi Hukum - Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Desa merupakan suatu wilayah yang diberikan wewenang untuk mengatur wilayahnya sendiri. Pemerintahan desa dilakukan atas dasar demokrasi yang berpangkal pada permufakatan dalam permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan. Sebagai perwujudan demokrasi di desa, maka di bentuklah Badan Pemusyawaratan Desa sebagai lembaga yang membantu kepala desa dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan desa. Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah ketua kelompok masyarakat, tokoh adat, kelompok profesi, tokoh agama, dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kewenangan BPD di Desa Dwipakarya serta faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat BPD dalam pengelolaan pemerintahan desa. Jenis penelitian yang di gunakan yaitu deskriptif kualitatif. Kemudian jenis dan sumber data yang digunakan yaitu data primer, data sekunder dan data tersier. Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kewenangan BPD di Desa Dwipakarya sudah cukup baik dan sesuai dengan apa yang tertuang dalam Permendagri no. 110 tahun 2016, pasal 63. Salah satunya dapat dilihat dari selalu dilibatkan nya BPD dalam proses perencanaan pembangungan, proses pengevaluasian pembangungan serta menghimbau masyarakat agar dapat menjaga fasilitas-fasilitas yang telah disediakan. Adapun faktor pendukung BPD dalam pelaksanaannya yaitu, tingkat pendidikan, rasa tanggung jawab dan kepedulian anggota BPD, adanya kerjasama yang baik antara BPD dengan Pemerintah Desa. Kata kunci: Implementasi, Kewenangan, Badan Permusyawaratan Desa ABSTRACT A village is an area that is given the authority to regulate its own area. Village governance is carried out on the basis of democracy which stems from consensus in deliberations led by wisdom. As an embodiment of democracy in the village, The Relation Between Village Council was formed as an institution that assists the village head in carrying out village government tasks. Members of The Relation Between Village Council are heads of community groups, traditional leaders, professional groups, religious leaders and other community figures. This article aims to find out how the BPD's authority is implemented in Dwipakarya Village and what factors can support and hinder the BPD in managing village government. The type of research used is descriptive qualitative. Then the types and sources of data used are primary data, secondary data and tertiary data. The research results show that the implementation of BPD authority in Dwipakarya Village is quite good and in accordance with what is stated in Permendagri no. 110 of 2016, article 63. One of them can be seen from the BPD's constant involvement in the development planning process, development evaluation process and encouraging the community to maintain the facilities that have been provided. The supporting factors for BPD in its implementation are the level of education, sense of responsibility and concern of BPD members, good cooperation between BPD and the Village Government. Keywords: Implementation, Authority, The Relation Between Village Council
TINJAUAN YURIDIS PASAL 60 UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN Wewengo, Sri Novita; Radjak, Karmila Damariani; Ali, Gito Alan; Gani, Irfan
The Factum Law Review Journal Volume 2 Issue 1, Juni 2024
Publisher : Program Studi Hukum - Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Aborsi dan masalah-masalah yang berhubungan dengan aborsi menjadi topik menonjol dalam politik nasional di berbagai negara sering kali secara umum istilah aborsi di atrikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu di keluarkanya janin sebelum waktunya, baik secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masi berusia muda sebelum bulan ke empat masa kehamilan. Bagi pihak yang setuju terhadap tindakan aborsi, alasan yang dilakukan adalah upaya yang menghindarkan seorang ibu dari suatu kehamilan yang di perkirakan oleh dokter yang membahayakan atau mengganggu kesehatan atau nyawa sang ibu. Sedangkan bagi yang tidak setuju, abortus di nilai sebagai suatu perbuatan pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa dan bersikap melawan hukum. Faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana aborsi yang umum dilakukan seseorang diantaranya faktor ekonomi, faktor sosial, faktor pendidikan, faktor perkembangan teknologi, hamil di luar nikah, belum siap untuk berkeluarga dan punya anak, faktor dihianati atau paksaan dari lelaki yang menghamili, serta faktor pertimbangan lelaki yang menghamilinya. Pembenaran aborsi bagi korban pemerkosaan didasarkan pada Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Pertimbangannya korban pemerkosaan dapat membahayakan kesehatan fisik dan kesehatan psikis dirinya. Terlebih lagi apabila dari pemerkosaan itu menghasilkan kehamilan bagi korbannya. Dengan adanya ketentuan diatas telah memberi perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pemerkosaan untuk menggugurkan kandungan yang tidak dikehendaki tersebut. Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Aborsi, Sanksi Hukum, Undang-Undang Kesehatan ABSTRACT Abortion and problems related to abortion have become a prominent topic in national politics in various countries, often the general term abortion is defined as abortion, namely the expulsion of a fetus prematurely, whether intentionally or not. Usually done when the fetus is still young before the fourth month of pregnancy. For those who agree to the act of abortion, the reason for doing so is an effort to prevent a mother from having a pregnancy that is estimated by a doctor to be dangerous or detrimental to the health or life of the mother. Meanwhile, for those who disagree, abortion is considered an act of murder or a crime against life and is against the law. Factors that cause the crime of abortion that are commonly committed by someone include economic factors, social factors, educational factors, technological development factors, pregnancy out of wedlock, not being ready to start a family and have children, factors of betrayal or coercion from the man who impregnates, as well as factors consideration of the man who got her pregnant. The justification for abortion for rape victims is based on Article 60 of Law Number 17 of 2023 concerning Health and Article 31 of Government Regulation Number 61 of 2014 concerning Reproductive Health. The consideration is that rape victims can endanger their physical and psychological health. Moreover, if the rape results in pregnancy for the victim. The existence of the above provisions has provided legal protection for victims of criminal acts of rape to abort unwanted pregnancies. Keywords: Juridical Review, Abortion, Legal Sanctions, Health Law