Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

"TABOO ON MARRIAGE WITHIN THE SAME SURNAME IN BATAK TOBA SOCIETY: HISTORICAL ROOTS AND CURRENT RELEVANCE" Amelia Anggi Owein Bintang; Azrina Hendri; Jesica Anastasia Lumbanraja; Flores Tanjung
International Journal of Social Science, Educational, Economics, Agriculture Research and Technology (IJSET) Vol. 4 No. 4 (2025): MARCH
Publisher : RADJA PUBLIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/ijset.v4i4.720

Abstract

Marriage in the Batak Toba community occurs between clans. The exogamous marriage process, namely marriage outside the clan group, is the main characteristic of the Batak Toba community's marriage tradition. Therefore, the Toba Batak community strongly opposes marriage within the same clan, known as Namariboto, because it is considered incest. Traditionally, there are three marriage systems in the Batak community, namely exogamy, endogamy, and eleutrogamy. Of the three types, marriage within the same clan is included in the category that is prohibited by Batak customs and culture. Semarga Refers to the relationship between individuals who have a lineage through the father's line. In Yogyakarta, the Batak Mandailing community, who are migrants, have experienced a change in meaning related to Batak customary culture, shifting from an exogamous marriage system to an electrogamy system that does not recognize prohibitions like in the exogamy or endogamy systems. In Batak Toba customs, marriage within the same clan is considered taboo and prohibited. If the Batak Toba people perform a marriage of the same clan, they will violate customary norms and be considered Na So Maradat (people who do not understand customs). Those involved in a marriage of the same clan will be subject to sanctions according to the Batak Toba customary rules that are still in effect today.
Penegakan Hukum Sebagai Perwujudan Keadilan Dalam Pandangan Masyarakat Sipil Di Daerah Kawasan Pasar MMTC Muhammad Ray Jhon; Nadia Silvia; Hendrison Adipura Hasibuan; Azrina Hendri
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 2 No. 5 (2025): Oktober - November 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki bagaimana pandangan warga tentang penerapan hukum sebagai bentuk keadilan di area Pasar MMTC Medan. Latar belakang analisis ini berasal dari masalah ketidakpastian dan ketidakadilan dalam hukum di Indonesia, yang sering kali membuat masyarakat merasa tidak percaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif melalui wawancara, pengamatan, serta pengumpulan dokumen dari pedagang, konsumen, dan warga sekitar pasar. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa masyarakat merasa bahwa penegakan hukum di Pasar MMTC belum sepenuhnya adil dan konsisten. Penegak hukum seringkali menerapkan aturan secara tidak merata, yang menciptakan kesan diskriminatif dan pilih kasih. Selain itu, kesadaran hukum masyarakat masih sangat rendah, di mana pelanggaran terhadap peraturan sering dilakukan dengan alasan ekonomi. Situasi ini membuat masyarakat merasa tidak puas dengan cara penegakan hukum yang ada. Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan bahwa penegakan hukum di Pasar MMTC belum mencerminkan keadilan sosial sesuai dengan prinsip keadilan sebagai kesetaraan menurut Rawls serta keseimbangan dalam sistem hukum menurut Friedman. Diperlukan konsistensi dari aparat, peningkatan pemahaman hukum, dan partisipasi aktif dari masyarakat agar penegakan hukum bisa berjalan dengan baik dan mencerminkan keadilan
Kemajuan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah : Warisan Baitul Hikmah Muhammad Ray Jhon; Syahrani; Felix Agrian Brahmana; Azrina Hendri
Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara Vol. 2 No. 5 (2025): Oktober - November 2025
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masa Dinasti Abbasiyah diingat sebagai zaman keemasan Islam karena ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat. Pusat utama kejayaannya adalah Baitul Hikmah di Baghdad, yang berperan sebagai perpustakaan dan tempat menerjemahkan serta meneliti. Di situ, karya-karya dari Yunani, Persia, dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan disempurnakan, menghasilkan kemajuan di bidang kedokteran, matematika, astronomi, filsafat, dan teknologi. Sosok-sosok seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan Al-Farabi menjadi tokoh penting yang karya-karyanya tetap ada selama berabad-abad. Warisan Baitul Hikmah tidak hanya membantu membangun peradaban Islam, tetapi juga menjadi penghubung untuk lahirnya Renaisans di Eropa. Artikel ini membahas bagaimana tradisi ilmiah yang inovatif dan terbuka dari Abbasiyah memberikan pengaruh besar bagi dunia sampai saat ini.