Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Problematika Eksekusi Putusan PTUN No. 56/G/2022/PTUN.KPG tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Perangkat Desa Kondamara Remijawa, Matias Kalikat; Yohanes, Saryono; Kase, Dhesy A.
Madani Legal Review Vol. 9 No. 1 (2025): Madani Legal Review
Publisher : FAKULTAS HUKUM UM PAREPARE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31850/malrev.v9i1.3800

Abstract

Kepala Desa Kondamara Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 56/G/2022/Ptun.Kpg yang sudah berkekuatan hukum tetap. Rumusan masalah apa konsekuensi hukum terhadap Kepala Desa Kondamara Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, yang tidak mengeksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 56/G/2022/Ptun.Kpg Tentang Pemberhentian dan Pengangkata Perangkat Desa. Bagaimana status hukum perangkat desa yang diberhentikan dan yang diangkat, setelah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 56/G/2022/Ptun.Kpg yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan pokok utama pembahasan dari penelitian yang penyusun sajikan, maka jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian hukum Normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsekuensi Kepala Desa Kondamara Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur, yang tidak mengeksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 56/G/2022/Ptun.Kpg yang sudah berkekuatan hukum tetap di antaranya di kenakan sangsi upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif, diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera, mengajukan kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi dan mengajukan kepada kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. Status hukum bagi perangkat desa Kondamara setelah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang berkekuatan hukum tetap, perangkat desa yang diberhentikan harus dikembalikan ke jabatannya semula, dan pengangkatan perangkat desa yang baru dinyatakan tidak sah sebagai akibat dari pencabutan keputusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang. Kesimpulan Kepala Desa Kondamara Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur di anggap melanggar hukum administrasi karena tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dengan demikian, putusan PTUN Nomor 56/G/2022/PTUN.Kpg yang telah berkekuatan hukum tetap memiliki akibat hukum yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait, terutama dalam pemulihan status perangkat desa yang diberhentikan secara tidak sah dan pembatalan pengangkatan perangkat desa yang menggantikannya.
Reformulasi Pengaturan Pembinaan dan Pengawasan Pertambangan dalam Perspektif Reorientasi Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Boymau, Melkianus; Yohanes, Saryono; Kase, Dhesy A.
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.4131

Abstract

Penelitian ini menganalisis implikasi sentralisasi kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Pasca-Reformasi, Indonesia mengadopsi prinsip desentralisasi, yang awalnya memberikan kewenangan signifikan kepada Pemerintah Daerah di sektor pertambangan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Namun, revisi legislatif berturut-turut, termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, mereduksi kewenangan daerah dan mengembalikan kontrol penuh kepada Pemerintah Pusat. Meskipun sentralisasi ini dijustifikasi untuk mengatasi inefektivitas sebelumnya dan didukung oleh Mahkamah Konstitusi, penelitian ini menemukan bahwa kebijakan tersebut gagal mencapai tujuannya dan justru memperburuk kondisi di lapangan. Studi kasus penambangan batu berwarna di Kabupaten TTS menunjukkan kegagalan sentralisasi yang multidimensional. Sentralisasi mengikis otonomi daerah, melemahkan legitimasi Pemerintah Kabupaten/Kota, menciptakan kerentanan fiskal, serta memicu permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan yang serius. Kesenjangan kapasitas, keterbatasan sumber daya dan hambatan partisipasi publik di tingkat Provinsi dan Pusat mengakibatkan inefektivitas pembinaan dan pengawasan dan memicu korupsi, sementara dampak negatif seperti kerusakan lingkungan dan konflik sosial terus terjadi. Ketidaksesuaian antara prinsip desentralisasi konstitusional (das sollen) dan implementasi kebijakan empiris (das sein) ini mendorong perlunya reformulasi hukum. Penelitian ini merekomendasikan pengembalian kewenangan pembinaan dan pengawasan pertambangan rakyat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota secara atribusi, yang didukung oleh peningkatan kapasitas daerah, sinergi antar-pemerintah dan penyusunan aturan yang lebih adil. Tujuannya adalah menciptakan tata kelola pertambangan yang lebih seimbang, efektif dan berkelanjutan, serta memulihkan kepercayaan publik.