Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI LANSIA PENDERITA OSTEOARTHRITIS DI PANTI WERDHA KRISTEN HANA Dzahabiyyah, Tania Yumna; Gunawan, Shirly; Alfarisi, Mohamad Daffa; Tjongarta, Winny; Husada, Miftah; Listiono, Kevin Sanjaya; Putri, Hadyan Prasetyaningtyas; Sobiyanto, Mohammad Nuh; Marshanda, Santy; Harsisnowo, Raden; Amin, Mohamad Shodiqul; Rumbay, Vaya Talenta
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 1 (2025): APRIL 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i1.42133

Abstract

Osteoartritis (OA) menempati peringkat ketujuh sebagai penyebab years lived disability (YLD) pada lansia usia 70 tahun ke atas. Osteoartritis merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan rusaknya tulang rawan yang melapisi ujung tulang sendi, dan biasanya semakin memburuk seiring waktu. Penyakit ini sebagian besar menyerang lutut, tangan, dan pinggul, serta dapat sendi lainnya. Beberapa faktor risiko meliputi usia tua, jenis kelamin perempuan, obesitas, dan komorbid berupa hipertensi berperan besar dalam peningkatan kejadian OA. Mengetahui faktor risiko yang dapat dimodifikasi sangat penting untuk mencegah kecacatan dan meningkatkan kualitas hidup lansia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik serta faktor risiko lansia penderita OA. Penelitian dilakukan secara cross-sectional pada lansia penderita OA di Panti Werda Hana periode Oktober – November 2024 dengan teknik total sampling. Analisis data dilakukan dengan melakukan uji chi-square. Hasil studi menunjukkan, dari total 90 lansia yang tinggal di Panti Werda Hana, terdapat 26 lansia (28,9%) yang menderita OA. Pasien OA didominasi oleh perempuan (73,1%). Lansia penderita OA paling banyak berada dalam rentang usia 70-79 tahun (46,2%). Sebagian besar lansia (92,3%) mengalami OA di bagian lutut. Sebanyak 76,9% lansia penderita OA memiliki faktor risiko obesitas dan 76,9% memiliki komorbid berupa hipertensi. Pentingnya mengetahui faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti IMT yang tinggi dan pencegahan ataupun penanganan terhadap komorbid yang dialami untuk menurunkan kejadian OA dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
HUBUNGAN PENCEGAHAN PRIMER DEMENSIA DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA Alfarisi, Mohamad Daffa; Gunawan, Shirly; Dzahabiyyah, Tania Yumna; Tjongarta, Winny; Husada, Miftah; Listiono, Kevin Sanjaya; Putri, Hadyan Prasetyaningtyas; Sobiyanto, Mohammad Nuh; Marshanda, Santy; Harsisnowo, Raden; Amin, Mohamad Shodiqul; Rumbay, Vaya Talenta
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 1 (2025): APRIL 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i1.42134

Abstract

Demensia merupakan penyakit neurodegeneratif yang menjadi penyebab kematian nomor 7 di dunia. Berdasarkan World Health Organization (WHO) lebih dari 55 juta orang di dunia mengalami demensia. Penyakit ini menyebabkan kerusakan progresif yang berkaitan dengan memori, pengenalan, orientasi spasial dan temporal, serta komunikasi. Patofisiologi demensia belum sepenuhnya dimengerti. Pencegahan demensia pada lansia dapat dilakukan melalui upaya pencegahan primer, yaitu dengan menghilangkan faktor risiko tertentu. Salah satu pendekatan upaya ini adalah dengan tetap aktif secara kognitif, fisik dan sosial di usia paruh baya serta usia lanjut. Literatur ini merupakan hasil dari pencarian di Google Scholar, PubMed, Science Direct, Hindawi, Medline, dan Cochrane. Berikutnya dilakukan seleksi untuk memilih literatur yang sesuai. Peninjauan isi literatur yang telah memenuhi kriteria dilakukan untuk memulai penulisan kemudian diskusi disusun secara sistematis. Ada bukti observasional yang menunjukkan bahwa perkembangan demensia dapat ditunda dengan intervensi seperti modifikasi gaya hidup yaitu mendorong pasien untuk aktif secara fisik dan kognitif, menjaga pola makan yang sehat, serta mengelola gangguan pendengaran dan faktor risiko kardiovaskular, khususnya hipertensi. Patogenesis demensia belum sepenuhnya dimengerti, namun pencegahan primer dapat dipertimbangkan untuk dilakukan karena sebagian besar faktor yang terlibat dalam timbul dan berkembangnya demensia dapat diatasi, sehingga tujuan pencegahan ini dapat menunda timbulnya sindrom demensia pada lansia.
Laporan Kasus Purpura Idiopatik Trombositopenia Et Causa Dengue Hemorrhagic Fever pada Anak Perempuan Usia 13 Tahun Marshanda, Santy; Sulawati, Ity
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i2.56915

Abstract

Trombositopenia Imun (ITP) adalah kelainan hematologi yang terjadi akibat produksi autoantibodi terhadap trombosit. ITP sekunder dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk infeksi virus dengue, meskipun kasus ini jarang dilaporkan pada populasi pediatrik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kasus ITP sekunder pada pasien dengan infeksi dengue serta mengevaluasi pendekatan diagnosis dan pengobatannya. Metode yang digunakan adalah studi kasus pada seorang perempuan berusia 13 tahun yang datang dengan demam selama 10 hari, ruam petekie, perdarahan mukosa, dan ketidaknyamanan gastrointestinal. Pemeriksaan fisik menunjukkan anemia, nyeri epigastrium, dan petekie pada leher serta ekstremitas bawah. Hasil laboratorium mengungkapkan trombositopenia berat (trombosit: 2.000/µL) dan IgG dengue positif, yang mengarah pada diagnosis Demam Berdarah Dengue dengan tanda peringatan, ITP, dan anemia. Penatalaksanaan awal mencakup pemberian cairan intravena, kortikosteroid (metilprednisolon), dan transfusi trombosit. Pasien mengalami perbaikan signifikan dan dipulangkan setelah enam hari dengan terapi kortikosteroid oral lanjutan. Kesimpulan dari penelitian ini menekankan bahwa ITP merupakan manifestasi hematologi langka namun serius dari infeksi dengue. Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk menyingkirkan penyebab trombositopenia lainnya dan memastikan intervensi yang tepat waktu. Terapi standar, termasuk kortikosteroid dan perawatan suportif, terbukti efektif dalam kasus ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami patogenesis ITP sekunder akibat infeksi dengue serta mengoptimalkan strategi pengobatannya.