This article explores the reproductive health requirements for prospective state leaders according to Ibnu Khaldun and Al-Mawardi, and compares their views with Indonesian legislation. This issue is not explicitly regulated in Indonesian law, and it remains debatable whether reproductive health could impact a leader's ability to perform their duties. The research employs normative legal research with a qualitative approach, analyzing legal theory, history, philosophy, and comparisons. The findings reveal two key points: Ibnu Khaldun believes reproductive health is a necessary condition for state leaders, while Al-Mawardi disagrees, stating it does not hinder a leader’s duties. Furthermore, Al-Mawardi’s opinion aligns with Indonesian Election Law, which does not require reproductive health as a condition for candidates. The article concludes that voters should focus on a candidate’s leadership ability rather than reproductive health when electing a leader. Artikel ini membahas persyaratan kesehatan reproduksi bagi calon pemimpin negara menurut Ibnu Khaldun dan Al-Mawardi, serta menganalisis perbandingan pendapat mereka dengan peraturan perundang-undangan Indonesia terkait hal ini. Masalah ini belum diatur secara spesifik dalam undang-undang Indonesia dan masih dianggap diperdebatkan terkait apakah aspek kesehatan reproduksi dapat menghalangi pemenuhan tugas pemimpin negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif, yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek seperti teori, sejarah, filosofi, dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Ibnu Khaldun, persyaratan kesehatan reproduksi penting untuk calon pemimpin negara, sementara menurut Al-Mawardi, hal ini tidak dianggap sebagai syarat yang harus dipenuhi. Di sisi lain, pendapat Al-Mawardi lebih relevan dengan hukum yang berlaku di Indonesia, karena undang-undang Pemilu tidak mengatur syarat kesehatan reproduksi bagi calon pemimpin negara. Oleh karena itu, pemilih diharapkan untuk memilih pemimpin berdasarkan kemampuan kepemimpinan, bukan berdasarkan kesehatan reproduksi.