Proses eksekusi dalam hukum perdata memiliki peran penting dalam mewujudkan hak-hak keperdataan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Permasalahan muncul ketika pemberi kuasa, yang dalam konteks ini adalah Direktur Utama sebuah perusahaan, meninggal dunia sebelum eksekusi dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini merumuskan dua masalah, yaitu: bagaimana kedudukan hukum pemberi kuasa dalam proses eksekusi perdata di Indonesia, dan bagaimana prosedur penundaan eksekusi akibat kematian pemberi kuasa. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus melalui analisis permohonan eksekusi antara PT APP dan PT SAS di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Landasan teori yang digunakan mencakup teori eksekusi, dan teori pemberian kuasa dan ketentuan dalam KUH Perdata serta regulasi terkait eksekusi perdata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian pemberi kuasa secara pribadi mengakibatkan berakhirnya kuasa, namun apabila pemberi kuasa bertindak untuk badan hukum, perusahaan tetap memiliki kedudukan hukum. Prosedur penundaan eksekusi dilakukan untuk menunggu legalitas pengganti atau penerima kuasa baru. Kesimpulannya, kematian pemberi kuasa berdampak administratif terhadap kelanjutan eksekusi, namun tidak menggugurkan hak badan hukum dalam melaksanakan eksekusi. Oleh karena itu, penguatan regulasi internal dan harmonisasi hukum acara sangat diperlukan.