Krisis air yang berlangsung selama lebih dari dua dekade di pesisir Tallo, Kota Makassar, memperlihatkan bahwa masalah ekologis tidak dapat dipahami hanya melalui pendekatan teknis. Penelitian ini bertujuan membaca krisis air sebagai krisis epistemik dengan menempatkan pengalaman warga sebagai sumber pengetahuan. Data dikumpulkan melalui observasi partisipatif jangka panjang, percakapan informal dengan perempuan dan pemuda, dokumentasi riset mahasiswa Sosiologi UNM), serta arsip visual dan material dari proses kuratorial pameran Air Mata Laut (2025). Analisis tematik digunakan untuk menafsir hubungan antara air, tubuh, ruang, dan kekuasaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa: (1) beban pengelolaan air terbebankan secara tidak proporsional pada perempuan, membentuk memori ekologis lintas-generasi; (2) warga mengembangkan pengetahuan berbasis rasa, ritme waktu, dan tanda ekologis yang sering lebih akurat dibanding indikator teknokratis; dan (3) praktik kuratorial berfungsi sebagai metode produksi pengetahuan, menciptakan counter-archive atas narasi resmi pemerintah kota. Berdasarkan temuan tersebut, artikel ini mengusulkan konsep pesisir sebagai ruang teori, yaitu kerangka yang memposisikan pengalaman komunitas masyarakat sebagai dasar pembentukan teori sosial dekolonial di Indonesia. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan sosiologi lingkungan dan metodologi dekolonial melalui integrasi etnografi, advokasi, dan praktik seni.