Mustafa, Desyana
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

GROUNDED THEORY: FLEKSIBILITAS, TANTANGAN, DAN IMPLIKASI DALAM PENELITIAN EDUKASI Mustafa, Desyana; Hermina, Dina
Jurnal Riset Multidisiplin Edukasi Vol. 2 No. 6 (2025): Jurnal Riset Multidisiplin Edukasi (Edisi Juni 2025)
Publisher : PT. Hasba Edukasi Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71282/jurmie.v2i6.591

Abstract

This article examines Grounded Theory (GT), a qualitative methodological approach that aims to develop theory based on data obtained directly from the field. Introduced by Glaser and Strauss in 1967, GT emphasizes an inductive process that allows theory to develop naturally from data. The research process in GT involves simultaneous data collection and analysis through open, action, and selective coding stages that generate core categories. One of the distinctive features of GT is theoretical sampling, in which informants are selectively chosen to develop categories that emerge from the data. Although offering flexibility and contextualization, the use of GT faces challenges in terms of time, resources, and the need for analytical skills to manage bias. In a multidisciplinary context, particularly in the field of education, Grounded Theory has proven to be a powerful tool for exploring complex learning phenomena and interactions, as well as developing theory relevant to educational practice. The purpose of this article is to further explore the basic concepts, stages, and application of Grounded Theory, as well as to discuss the benefits and challenges associated with the process of developing field-based data theory. Artikel ini mengkaji Grounded Theory (GT), pendekatan metodologi kualitatif yang bertujuan mengembangkan teori berdasarkan data yang diperoleh langsung dari lapangan. Diperkenalkan oleh Glaser dan Strauss pada tahun 1967, GT menekankan pada proses induktif yang memungkinkan teori berkembang secara alami dari data. Proses penelitian dalam GT mencakup pengumpulan dan analisis data secara simultan dengan tahapan pengkodean terbuka, aksional, dan selektif yang menghasilkan kategori-kategori inti. Salah satu fitur khas GT adalah sampling teori, di mana informan dipilih secara selektif untuk mengembangkan kategori yang muncul dari data. Meskipun menawarkan fleksibilitas dan kontekstualisasi, penggunaan GT menghadapi tantangan dalam hal waktu, sumber daya, dan kebutuhan keterampilan analitis untuk mengelola bias. Dalam konteks multidisiplin, khususnya di bidang edukasi, Grounded Theory telah terbukti menjadi alat yang ampuh untuk menggali fenomena pembelajaran dan interaksi yang kompleks, serta mengembangkan teori yang relevan dengan praktik pendidikan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengeksplorasi lebih jauh mengenai konsep dasar, tahapan, serta penerapan Grounded Theory, serta membahas manfaat dan tantangan yang terkait dalam proses pengembangan teori berbasis data lapangan.
KONSEP DAN PRAKTIK MANAJEMEN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN Mustafa, Desyana; Suraijiah
AT-TAKLIM: Jurnal Pendidikan Multidisiplin Vol. 2 No. 6 (2025): At-Taklim: Jurnal Pendidikan Multidisiplin (Edisi Juni)
Publisher : PT. Hasba Edukasi Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71282/at-taklim.v2i6.405

Abstract

This study examines the concepts and practices of management during the Khulafaurrasyidin period, analyzing how managerial principles were implemented by the caliphs and their relevance to modern management. The findings reveal that the Khulafaur Rasyidin consistently applied Islamic management principles rooted in trust, justice, consultation (syura), professionalism (itqan), and accountability (mas'uliyah). Abu Bakar ash-Shiddiq demonstrated firmness in crisis management and fundamental consolidation, such as the collection of the Quran. Umar bin Khattab introduced innovations in the oversight system (Muhtasib) and decentralization of government, while focusing on the welfare of the people. Uthman bin Affan emphasized integrity and social cohesion through the standardization of the Quran and a focus on professionalism. Meanwhile, Ali bin Abi Talib prioritized wisdom, dialogue, and consultation in resolving internal conflicts. Thus, the exemplary leadership of the Khulafaur Rasyidin made a tangible contribution to the development of contemporary management theory and practice, offering inspiration for ethical and adaptive leadership in various sectors of modern organizations. Penelitian ini mengkaji konsep dan praktik manajemen pada masa Khulafaurrasyidin, menganalisis bagaimana prinsip-prinsip manajerial diimplementasikan oleh para khalifah dan relevansinya bagi manajemen modern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Khulafaurrasyidin secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip manajemen Islami yang berlandaskan amanah, keadilan, musyawarah (syura), profesionalisme (itqan), dan tanggung jawab (mas'uliyah). Abu Bakar ash-Shiddiq menunjukkan ketegasan dalam manajemen krisis dan konsolidasi fundamental seperti pengumpulan Al-Qur'an. Umar bin Khattab memperkenalkan inovasi sistem pengawasan (Muhtasib) dan desentralisasi pemerintahan, seraya fokus pada kesejahteraan rakyat. Utsman bin Affan berorientasi pada integritas dan kohesi sosial melalui standarisasi mushaf Al-Qur'an dan penekanan profesionalisme. Sementara itu, Ali bin Abi Talib mengedepankan kebijaksanaan, dialog, dan musyawarah dalam penanganan konflik internal. Dengan demikian, keteladanan Khulafaurrasyidin memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan teori dan praktik manajemen kontemporer, menawarkan inspirasi kepemimpinan yang berakhlak dan adaptif di berbagai sektor organisasi modern.