Octaviany, Rury
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP TINDAK EKSPLOITASI ANAK BUAH KAPAL (ABK) INDONESIA DI KAPAL CHINA LONG XING 629 Kusumowardono, Adityo; Soemitro, Dian Purwaningrum; Octaviany, Rury; Syahkira, Vhadina Arda
Jurnal Legal Reasoning Vol. 7 No. 2 (2025): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v7i2.8346

Abstract

Penelitian ini membahas perlindungan hukum bagi Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal Long Xing 629. Fokus utama penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana peraturan hukum internasional dapat memberikan perlindungan bagi ABK tersebut, serta peran negara Indonesia dan Cina dalam menjamin hak-hak mereka. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan normatif untuk menganalisis peraturan hukum internasional yang relevan terkait dengan perlindungan anak buah kapal di kapal asing. Penelitian ini menemukan bahwa kondisi anak buah kapal Indonesia yang menjadi korban di kapal Long Xing 629 mencerminkan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Disimpulkan bahwa baik Indonesia sebagai negara pengirim maupun Cina sebagai negara penerima memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap ABK yang mengalami eksploitasi dan human trafficking. Dengan demikian, sangat penting untuk meningkatkan upaya kerjasama yang lebih kuat dan terkoordinasi antara kedua negara. Kerjasama ini harus mencakup penyesuaian kebijakan dan peraturan nasional yang ada selaras ketentuan hukum internasional yang berlaku, agar perlindungan terhadap ABK dapat lebih terjamin, khususnya dalam mencegah dan menanggulangi berbagai bentuk tindak pidana yang dapat merugikan mereka. Tujuan utama dari langkah ini adalah untuk memastikan terciptanya rasa keadilan yang hakiki, serta kesejahteraan yang berkelanjutan bagi anak buah kapal Indonesia yang bekerja di kapal asing, sehingga mereka dapat menjalani pekerjaan dengan aman, terhormat, dan bebas dari perlakuan yang tidak adil.
ANALISIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA AKIBAT PELANGGARAN YANG BERSIFAT MENDESAK DENGAN ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI Situmorang, Agustiani; Octaviany, Rury
Pancasila Law Review Vol. 2 No. 1 (2025): July
Publisher : Pancasila Law Review

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ada berbagai macam alasan PHK yang dibenarkan oleh pemerintah melalui perundangundangan yang berlaku. Salah satunya adalah PHK karena melakukan pelanggaran bersifat mendesak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021. Sejak UU Cipta Kerja 2020 berlaku hingga berubah menjadi UU Cipta Kerja No 6 Tahun 2023 pengganti Perpu No 2 Tahun 2022 PHK akibat melakukan pelanggaran berat berubah menjadi PHK karena pelanggaran bersifat mendesak sesuai Pasal 52 ayat (2) dan (3) PP35/2021. Hal ini diijinkan sepanjang pengusaha telah mendefinisikan peristiwa/perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran bersifat mendesak tanpa adanya putusan pidana terlebih dahulu. Pengusaha hanya cukup memberitahukan keputusan PHK nya kepada Pekerja/buruh tanpa tenggang waktu empat belas (14) hari sebagaimana diwajibkan untuk alasan PHK lainnya. Apakah PHK yang demikian sah menurut perundang-undangan yang berlaku asas lex specialis derogat legi generali? Ataukah bertentangan dengan prinsip asas praduga tak bersalah dalam KUHPidana? Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif dan konseptual. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek PHK karena pelanggaran bersifat mendesak tidak melanggar asas praduga tak bersalah dalam tindak pidana umum sepanjang pengusaha telah mencantumkan peristiwa/perbuatan apa saja yang dikelompokkan sebagai pelanggaran bersifat mendesak. Hal ini dikarenakan hukum ketenagakerjaan/perburuhan Indonesia merupakan aturan yang khusus (lex specialis) dari aturan umum (lex generali) KUHPerdata dan KUHPidana. Namun demikian, pengusaha harus mengedepankan adanya bukti pelanggaran yang dilakukan pekerja dan memberikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh yang di PHK karena pelanggaran bersifat mendesak sebagaimana yang ditentukan dalam perundang-undangan ketenagakerjaan.