Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DI SEKTOR PUBLIK: INOVASI MENUJU PELAYANAN PUBLIK YANG LEBIH RESPONSIF Sendika, May; Frinaldi, Aldri
SOCIAL : Jurnal Inovasi Pendidikan IPS Vol. 5 No. 2 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia (P4I)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/social.v5i2.5376

Abstract

Organizational culture transformation is an important element in responding to the increasingly complex and dynamic challenges of the public sector. Rigid, bureaucratic organizational culture and resistance to change have become obstacles in creating responsive and community-oriented public services. This study aims to examine in depth the transformation of organizational culture in the public sector as an innovative strategy in improving service quality. The main focus lies on the dynamics of changes in values, norms, and work performance practices that support efficiency and service responsibility. This study uses a literature review method by examining the results of exchange research from both national and international sources, especially those related to innovation, bureaucratic reform, and public services. The study was conducted systematically by identifying patterns of organizational culture change, major obstacles, and strategies for successful transformation. The results of the study show that organizational culture transformation requires visionary leadership, digital technology support, and strengthening the values ??of integrity and orientation towards service users. In addition, changes must be implemented gradually and involve all elements of the organization in order to create a new culture that is adaptive to external changes and challenges. In conclusion, organizational culture transformation is an unavoidable strategic step in realizing a responsive, efficient, and competitive public sector in this modern era. ABSTRAKTransformasi budaya organisasi menjadi elemen penting dalam menjawab tantangan sektor publik yang semakin kompleks dan dinamis. Budaya organisasi yang kaku, birokratis, dan resistensi terhadap perubahan telah menjadi hambatan dalam menciptakan pelayanan publik yang responsif dan berorientasi pada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam transformasi budaya organisasi di sektor publik sebagai strategi inovatif dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Fokus utama terletak pada dinamika perubahan nilai, norma, dan praktik kerja birokrasi yang mendukung efisiensi dan responsivitas pelayanan. Penelitian ini menggunakan metode literatur review dengan menelaah hasil-hasil riset mutakhir baik dari sumber nasional maupun internasional, terutama yang berkaitan dengan inovasi, reformasi birokrasi, dan pelayanan publik. Kajian dilakukan secara sistematis dengan mengidentifikasi pola-pola perubahan budaya organisasi, hambatan utama, serta strategi keberhasilan transformasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformasi budaya organisasi memerlukan kepemimpinan visioner, dukungan teknologi digital, dan penguatan nilai-nilai integritas serta orientasi pada pengguna layanan. Selain itu, perubahan harus dilaksanakan secara bertahap dan melibatkan seluruh elemen organisasi agar tercipta budaya baru yang adaptif terhadap perubahan dan tantangan eksternal. Kesimpulannya, transformasi budaya organisasi merupakan langkah strategis yang tidak dapat dihindari dalam mewujudkan sektor publik yang responsif, efisien, dan berdaya saing di era modern ini.
Integrasi Etika dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : Tantangan dan Peluang Sendika, May; Fatimah, Siti; Fitrisia, Azmi
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah merambah pada semua sektor kehidupan manusia yang telah menjadi pondasi dalam menyongsong peradaban dunia serta membawa banyak dampak perubahan kearah yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi bagaimana tantangan dan peluang yang dihadapi dalam integrasi etika dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan studi kepustakaan atau literature review. Dimana pengumpulan data dilakukan dengan mencari dan menelaah berbagai sumber bahan bacaan yang menjadi referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya tantangan integrasi etika dalam kemajuan ilmu pengetahuan yaitu penyalahgunaan teknologi, ketidaksetaraan akses informasi dan dampak lingkungan selain tantangan juga terdapat peluang yaitu pendidikan pancasila, pendidikan agama Islam dan peningkatan pemahaman terhadap regulasi penggunaan teknologi.
Teori Desentralisasi Dan Pemerintahan Lokal Pada Masa Parlementer (1950-1959) Sendika, May; Naldi, Hendra; Frinaldi, Aldri; Magriasti, Lince
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 6 (2025): COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v5i6.3405

Abstract

The Parliamentary Democracy Period (1950-1959) was a crucial period in laying the foundations for decentralization and local government in post-independence Indonesia. This article aims to analyze the theory and practice of decentralization and local government in that era using qualitative research methods through the approach of literature study and historical analysis. This research focuses on tracing the applicable main law, namely Law No. 1 of 1957 concerning the Principles of Regional Government, and analyzing it through a theoretical lens put forward by experts such as Joko Kirmanto, Sadu Wasistiono, and Utang Rasidin. The findings of the study show that although theoretically Law No. 1/1957 represents significant progress by adopting a model of real and widespread autonomy, in practice its implementation is faced with complex challenges. The dominant factors are national political instability, diversity of interpretations at the local level, and the still strong centralist of the colonial legacy bureaucracy. This article concludes that the Parliamentary period succeeded in creating a democratic decentralization blueprint, but failed to realize it effectively, providing valuable lessons for the development of regional autonomy in later eras.