Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Rekonstruksi Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Eksploitasi Tambang Rakyat: Analisis Yuridis Pasca Tragedi Bolaang Mongondow FaridI, Fahmi; Buwana, Sukma Auliya Nata; Rengganis, Tresnasuci Leofanny; Ramdhani, Fahmi Ali
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 5 No. 4 (2025): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v5i4.20361

Abstract

This study analyzes the reconstruction of local government authority in controlling community mining exploitation through a normative legal approach with a focus on the analysis of mining and local government laws and regulations. The normative legal analysis method is used to examine the synchronization and harmonization between Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, Law No. 23 of 2014 concerning Regional Government, and its derivative regulations in the context of the division of authority between the central, provincial, and district/city governments. The analysis was conducted on aspects of licensing, supervision, and law enforcement in community mining activities which have so far experienced overlapping authority and weak coordination between levels of government. The results of the analysis show that the reconstruction of local government authority requires a clearer and more assertive redistribution in terms of granting permits, implementing supervision, and enforcing sanctions against violations in community mining exploitation. The weaknesses of the non-integrated licensing system, the lack of technical supervision capacity at the regional level, and the unclear vertical coordination mechanism are the main factors contributing to the mining tragedy. The necessary reconstruction includes strengthening the authority of districts/cities in terms of licensing and operational supervision, increasing provincial authority in technical coordination and standardization, and strengthening the role of the central government in setting safety standards and system audits. The implementation of this authority reconstruction must be supported by strengthening institutional capacity, integrated information systems, and clear accountability mechanisms to prevent similar tragedies from happening again in the future.
Analisis Yuridis Penegakan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Alih Fungsi di Kawasan Resapan Air Puncak Bogor Faridl, Fahmi; Buwana, Sukma Auliya Nata; Puannandini, Dewi Asri
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v9i2.30606

Abstract

Kawasan resapan air Puncak Bogor memiliki fungsi strategis sebagai daerah tangkapan air yang vital bagi ketersediaan air bersih wilayah Jakarta dan sekitarnya. Namun, praktik alih fungsi lahan yang tidak terkendali dari kawasan hijau menjadi permukiman, vila, dan fasilitas komersial telah mengancam kelestarian fungsi ekologis kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas penegakan sanksi administratif terhadap pelanggaran alih fungsi lahan di kawasan resapan air Puncak Bogor dalam perspektif hukum lingkungan Indonesia. Permasalahan yang dikaji meliputi landasan yuridis sanksi administratif dalam pengendalian alih fungsi lahan, implementasi penegakan sanksi oleh pemerintah daerah, serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum lingkungan di kawasan resapan air. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, kebijakan pemerintah, dan literatur hukum lingkungan dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh gambaran komprehensif mengenai aspek yuridis penegakan sanksi administratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah tersedia instrumen hukum yang memadai melalui UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan berbagai peraturan daerah terkait, penegakan sanksi administratif masih menghadapi kendala berupa lemahnya koordinasi antar instansi, minimnya sumber daya penegak hukum, dan kurangnya political will dari pemerintah daerah. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penguatan kapasitas kelembagaan, harmonisasi regulasi, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air.