Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Peran Lembaga Bantuan Hukum Di Minahasa Utara Menurut UU NO. 16 tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Dalam Mewujudkan Akses Terhadap Keadilan Pelealu, Oktaviani Selyn; Wilhellmus, Krisman; Mataliwutan, Welly
SENGKUNI Journal (Social Science and Humanities Studies) Vol. 6 No. 1 (2025)
Publisher : Perkumpulan Dosen Muda (PDM) Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37638/sengkuni.6.1.19-28

Abstract

This study discusses the implementation of Law No. 16 of 2011 on Legal Aid in North Minahasa, which still faces various structural and technical challenges. Three main issues identified are: the very limited number of advocates, the lack of socialization regarding the right to free legal aid, and the minimal allocation of funds for legal assistance and advocacy activities. The methodology used in this study is a normative juridical approach, examining the legal principles and relevant regulations. The focus of the study is on how legal aid is implemented in accordance with the mandates of the law and to what extent the role of Legal Aid Organizations (LBH) ensures access to justice for underprivileged communities in North Minahasa. In the context of human rights, legal principles play an important role in ensuring that every citizen receives fair legal protection. Therefore, collaboration between the government, LBH, advocacy organizations, academics, and civil society is necessary to make the legal aid system more inclusive, transparent, and sustainable. If these challenges can be systematically addressed, the principle of access to justice can be effectively realized in the practice of the Indonesian legal system.
Analisis Penyelesaian Sengketa Tanah Warisan dalam Perspektif Hukum: Studi Kasus di Desa Serei Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara Wihelmus, Krisman; Mataliwutan, Welly; Manaroinsong, Mutiara; Bendah, Wesly Eferhardus
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 5 No. 3 (2025): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v5i3.18855

Abstract

Penelitian ini mengkaji penyelesaian sengketa tanah warisan di Desa Serei, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, dengan pendekatan yuridis empiris. Sengketa tanah warisan sering kali timbul akibat ketidakjelasan status hukum, pluralisme sistem hukum waris, dan perbedaan interpretasi antara hukum adat dan hukum formal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dinamika penyelesaian sengketa tanah warisan serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi proses penyelesaiannya dalam konteks negara hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa tanah warisan di Desa Serei umumnya dilakukan melalui mekanisme kekeluargaan, mediasi tokoh adat, dan intervensi pemerintah desa. Jalur hukum formal hanya ditempuh sebagai upaya terakhir karena dianggap mahal dan memakan waktu. Selain itu, pluralisme hukum yang berlaku, dengan adanya interaksi antara hukum adat dan hukum formal, turut mempengaruhi dinamika penyelesaian sengketa, yang mencerminkan tantangan dalam memastikan kepastian hukum dan perlindungan hak individu. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun sistem hukum negara telah mengatur secara jelas tentang penyelesaian sengketa tanah warisan, implementasi di tingkat lokal masih sering terhambat oleh kendala budaya dan kearifan lokal yang mengutamakan mediasi adat. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang holistik tentang peran hukum adat dalam konteks hukum nasional. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman terkait tantangan implementasi prinsip negara hukum dalam penyelesaian sengketa tanah warisan, serta memberikan rekomendasi untuk memperkuat peran sistem hukum formal dalam menangani sengketa tanah warisan di tingkat desa, agar tercipta keseimbangan antara kearifan lokal dan kepastian hukum yang lebih terjamin.
Typologi Sarana Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Lahan Daerah Destinasi Pariwisata Kek Likupang Timur Mataliwutan, Welly; Dayu, Sri Yulinda; Pongayou, Sherly Joice
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 5 No. 3 (2025): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v5i3.19926

Abstract

Konflik kepentingan menjadi pemicu utama sengketa dalam masyarakat, sehingga diperlukan mekanisme hukum yang tepat sesuai jenis perkara. Sengketa ini tak hanya bersumber dari ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan agama, yang dapat menghambat pembangunan, termasuk proyek strategis seperti KEK Pariwisata Likupang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: (1) bagaimana tipologi sarana penyelesaian sengketa kepemilikan lahan di Destinasi Pariwisata Likupang Timur, dan (2) bagaimana bentuk implementasi penyelesaian sengketa tersebut. Secara teoritis dan yuridis, hak kepemilikan atas tanah, sebagaimana dikemukakan oleh Maria S.W. Sumardjono, merupakan hak terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki oleh seseorang atas tanah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hukum normatif-empiris atau yang juga dikenal sebagai applied law research, yakni penelitian yang menelaah implementasi ketentuan hukum positif dan perjanjian secara faktual dalam praktik masyarakat. Fokus kajian diarahkan pada regulasi dan implementasi hukum terkait sengketa kepemilikan lahan dalam konteks KEK Pariwisata Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa lahan di kawasan tersebut memerlukan pendekatan multidimensional yang mencakup aspek hukum, sosial, dan ekonomi. Ketidakjelasan status kepemilikan tanah sering kali menjadi pemicu konflik antara pemerintah, investor/pengembang, dan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, penyelesaian sengketa melalui metode non-litigasi, khususnya mediasi yang difasilitasi oleh pihak netral, terbukti lebih efektif dibandingkan mekanisme litigasi formal yang cenderung memakan waktu dan biaya besar. Pendekatan alternatif ini tidak hanya mempercepat proses penyelesaian konflik, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi dan pengembangan sektor pariwisata di wilayah tersebut.