Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

LEGAL STANDING PERLINDUNGAN SAKSI DIKAITKAN DENGAN PERUNDANG-UNDANGAN PADA KASUS (RICARD ELIEZER) Muhammad Alif Akbari; Irawan Soerodjo; Syahrul Borman; Dudik Djaja
JURNAL MULTIDISIPLIN ILMU AKADEMIK Vol. 2 No. 5 (2025): Oktober
Publisher : CV. KAMPUS AKADEMIK PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61722/jmia.v2i5.6168

Abstract

Abstrak. Crown witnesses are allowed because they aim to achieve public justice, but some argue that the use of crown witnesses is not allowed because it is contrary to the defendant's human rights and sense of justice. Crown witnesses are different from Justice Collaborators. The Head of the Witness and Victim Protection Agency (LPSK), Abdul Haris Semendawai, said that unlike Crown Witnesses whose implementation is considered to violate human rights, Justice Collaborators are actually given in order to uphold human rights in the criminal justice process as recommended in a number of international conventions. The objectives of this study are: To analyze and explain the Legal Standing of Witness Protection in relation to Legislation in the Case (Ricard Eliezer). To analyze and explain the Form of Legal Protection for Witnesses according to Law Number 31 of 2014 concerning Protection of Witnesses and Victims.Conclusion That the criteria for someone to meet the qualifications as a Justice Collaborator in a premeditated murder case (Richard Eliezer's case study) is first the defendant is one of the perpetrators of a particular crime, second he is not the main perpetrator in the crime. Third Richard Eliezer During the trial, the judge considered that Richard Eliezer was always cooperative and admitted the actions he had committed that he was the perpetrator of the Premeditated Murder. Fourth, providing assistance to law enforcement officers, the information and evidence provided by the Justice Collaborator must be significant and help uncover the crime. Fifth, the Public Prosecutor in his charges stated that the person concerned had provided significant information and evidence so that investigators and/or public prosecutors could uncover the crime in question effectively. that in Law Number 31 of 2014 concerning the protection of witnesses and victims provides protection and assistance to witnesses and victims. The protection in question is a form of action that provides shelter and protection for someone in need where he feels safe from the threats around him. Legal protection for Witnesses Who Cooperate (Justice Collaborators) as regulated in the Law on Protection of Witnesses and Victims, namely: Physical and psychological protection, Legal protection, special handling and finally receiving awards, has been implemented by the Witness Victim Protection Agency (LPSK) in accordance with applicable provisions. Keywords: Legal Standing, Witness Protection Abstrak. Saksi mahkota dibolehkan karena bertujuan untuk tercapainya keadilan publik, namun sebagian berpendapat bahwa penggunaan saksi mahkota tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan hak asasi dan rasa keadilan terdakwa. Saksi mahkota berbeda dengan Justice Collaborator. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menyebutkan, berbeda dengan Saksi Mahkota yang penerapannya dinilai melanggar hak asasi manusia, Justice Collaborator justru diberikan dalam rangka menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana sebagaimana dianjurkan dalam sejumlah konvensi internasional. Tujuan penelitian ini adalah : Untuk menganalisis dan menjelaskan Legal standing Perlindungan Saksi dikaitkan Dengan Perundang-Undangan Pada Kasus (Ricard Eliezer). Untuk menganalisis dan menjelaskan Bentuk Perlindungan hukum saksi menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kesimpulan Bahwa Kriteria seseorang dapat memenuhi Kualifikasi sebagai Justice Collaborator dalam kasus tindak pidana pembunuhan berencana (studi kasus Richard Eliezer) adalah pertama terdakwa adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang kedua ia bukanlah pelaku utama dalam tindak pidana tersebut. Ketiga Richard Eliezer Pada saat persidangan berlangsung hakim menganggap bahwa Richard Eliezer selalu bersikap kooperatif dan mengakui perbuatan yang telah dilakukannya bahwa dirinya merupakan Pelaku dari Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Keempat, memberikan bantuan kepada aparat penegak hukum, Keterangan dan bukti yang diberikan oleh Justice Collaborator haruslah bersifat signifikan dan membantu mengungkap tindak pidana tersebut. Kelima, Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif. bahwa Pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban memberikan perlindungan dan bantuan terhadap saksi dan korban. Perlindungan yang dimaksud merupakan bentuk perbuatan yang memberikan tempat berlindung dan perlindungan bagi seseorang yang membutuhkan dimana ia merasa aman terhadap ancaman disekitarnya. Perlindungan hukum terhadap Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator ) seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan korban yaitu seperti: Perlindungan fisik dan psikis, Perlindungan hukum, penanganan secara khusus dan terakhir memperoleh penghargaan, telah dilaksanakan lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kata Kunci: Legala Standing, Perlindungan Saksi
VISUM ET REPERTUM PENGGUGURAN KANDUNGAN TERHADAP PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA Moch. Haristian Kusuma; Wahyu Prawesthi; Nur Handayati; Dudik Djaja; Ernu Widodo
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 5 No. 4: September 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini membahas peranan visum et repertum sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana terkait pengguguran kandungan di Indonesia. Visum et repertum berfungsi sebagai dokumen medis yang menyajikan fakta objektif mengenai kondisi fisik dan psikologis korban, serta menjadi dasar dalam menentukan apakah tindakan pengguguran kandungan tersebut memenuhi unsur pidana menurut peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga mengkaji prosedur pembuatan visum et repertum yang harus dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten dan berwenang sesuai standar medis yang berlaku. Selain itu, penelitian ini menelaah bagaimana visum et repertum digunakan dalam proses persidangan untuk mendukung dakwaan dan membantu hakim dalam mengambil keputusan yang adil. Dengan adanya visum et repertum, pembuktian tindak pidana pengguguran kandungan menjadi lebih jelas, sehingga dapat mendorong penegakan hukum yang efektif dan memberikan perlindungan hukum bagi korban. Hasil penelitian ini menegaskan pentingnya visum et repertum sebagai bukti medis yang sah dan strategis dalam proses peradilan pidana pengguguran kandungan.