Karyana, I Made Dendi Dwi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KARYA TARI “ANAK YANG TERTUNDA” Karyana, I Made Dendi Dwi; Suteja, I Kt.; Satyani, Ida Ayu Wayan Arya
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Vol. 10 No. 03 (2025): Volume 10 No. 03 September 2025
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/jp.v10i03.30697

Abstract

Karya Tari Anak yang Tertunda merupakan refleksi atas kasus sosial dan medis mengenai kemandulan pria akibat penyakit varikokel. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap kesehatan reproduksi, dan anggapan tabu masyarakat menjadi urgensi penciptaan karya ini. Melalui pendekatan artistik dan refleksi personal studi kasus diatas pencipta transformasikan ke dalam karya seni tari kontemporer dengan rumusan masalah penciptaan: 1) Bagaimana proses kreatif penciptaannya, 2) Bagaimana wujud penciptaannya, 3) Apa pesan yang ingin disampaikan. Karya ini bertujuan mengedukasi dan mengkritisi rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kualitas sperma sebagai bagian dari tanggung jawab reproduksi. Proses penciptaan menggunakan metode angripta-sesolahan, yang melibatkan tahapan ngarencana, nuasen, makalin, nelesin, ngebah, dan presentasi. Dalam merealisasikan karya, digunakan tiga teori utama: teori Imaji dan Imajinasi oleh H. Tedjoworo sebagai dasar eksplorasi visual dan simbolik; teori Kreativitas dari Sternberg dan Lubart dalam Nur Iswantara sebagai panduan dalam membangun gagasan orisinal; serta teori Hermeneutika oleh Richard E. Palmer untuk menyampaikan pesan melalui interpretasi gerak. Gerak dalam karya ini merupakan elaborasi antara gerak keseharian, gerak tari Bali (ngelo dan ngotag), serta gerak hewan invertebrata seperti cacing, yang melambangkan karakteristik sperma. Karya ditampilkan pada panggung proscenium, melibatkan sembilan orang penari. Komposisi gerak disusun dalam bentuk duet, kelompok kecil, dan ensamble untuk menggambarkan dinamika tema. Sebagai penguat suasana, digunakan iringan musik elektronik Musical Intrument Digital Interface (MIDI) yang fleksibel dalam membangun nuansa emosional dan dramatik. Karya ini tidak hanya menghadirkan estetika visual, tetapi juga sebagai media penyadaran dan edukasi tentang kesehatan reproduksi pria kepada masyarakat luas, terutama generasi muda, melalui pendekatan seni pertunjukan kontemporer yang bermuatan lokal dan universal.
ABURU SATA Karyana, I Made Dendi Dwi; Sutapa, I Ketut; Suartini, Ni Wayan
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 3 No 1 (2023): Terbitan Kesatu Bulan Juni tahun 2023
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/journalofdance.v3i1.2377

Abstract

The Aburu Sata dance is a contemporary dance work that takes the theme of mulat sarira which is inspired by the Balinese folklore of an animal hunter to fulfill his needs, named Lubdaka. The creator is interested in elevating lubdaka’s emotional traits which include feelings of ambition, restlessness and regret. This dance piece is danced by six male dancers with almost the same body posture. The purpose of the creation of this dance work is to criticize the reality in today’s life throught Lubdaka’s story as a source of inspiration, that many people forget their identity and purpose in life because they are still heavily influenced by the Sad Ripu nature eithin themselves. The method of creation used in creating this dance work is using the Alma M. Hawkins method wich includes exploration, improvisation,forming, because this method is easier for creators to unsderstand to use as a method of creating art. This dance work uses minimalist make up and clothing including udeng, ¾ length pants, shirt, belt, rempel sesaputan, kamen kancut, bracelets, anklets. It is hoped that this dance work will become a performing art that can be enjoyed by people of all groups and can understand that Balinese folkore is not only a story or a night tale, but a story that contains meaning and moral values that are a reflection for us to improve ourselves so that wecan live to be better.   Keywords: Aburu Sata, Emotional nature, Dance work