Suteja, I Kt.
Unknown Affiliation

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Tari Aswamanu Putriandini, Putu Gita Rahayu; Suteja, I Kt.; Sudarta, I Gusti Putu
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 9 No 22 (2023): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.10136260

Abstract

The history of the sacred life of the people of Endut Hamlet, West Lombok Regency regarding This phenomenon became the trigger for the creation of a contemporary work entitled Aswamanu Dance. This creation uses the Manujar (human-horse) creation method, namely combining the Manujar (human-horse) creation method, which combines human movement and character with horse (horse) concept, creates the concept of dreams and reality. To analyze image theory and imagination, namely certain images according to the power possessed are implemented into motion motives. The stages are through the method of Creating Through Dance by Y. Sumadiyo Hadi namely; the stages of assessment, experimentation, and formation, as well as the theory of creativity by Nur Iswantara, namely the ability to produce something new. To realize the idea, the surrealist approach is used, which is a visual language that moves away from realism, by making it up or using imagination to reveal one's own visual style. Aswamanu's dance work is to tell the mystery of a human character resembling a horse, supported by nine female dancers, the musical accompaniment of MIDI (Musical Instrument Digital Interface) is performed on the proscenium stage.
PELATIHAN WAYANG PARWA GAYA BEBADUNGAN DI SANGGAR MAJALANGU, KELURAHAN KEROBOKAN, KECAMATAN KUTA UTARA, KABUPATEN BADUNG Marajaya, I Made; Marheni, Ni Komang Sekar; Suteja, I Kt.
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 3 (2023): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dewasa ini pertunjukan wayang kulit khususnya Wayang Parwa semakin jarang ditemukan dalam masyarakat. Pertunjukan Wayang Parwa dengan sumber lakon Epos Mahabharata dan diiringi dengan gamelan Gender Wayang termasuk golongan paling tertua dari jenis pertunjukan wayang lainnya. Wayang Parwa biasanya dipakai sebagai dasar untuk belajar praktek pakeliran baik melalui pendidikan formal maupun non formal seperti halnya di sanggar-sanggar maupun di masyarakat. Wayang Parwa memiliki banyak versi yang disebut dengan gaya/styl. Di Bali ditemukan empat gaya Wayang Kulit Parwa yaitu; Gaya Bebadungan, Gaya Sukawati, Gaya Tunjuk, dan Gaya Bali Utara (Buleleng). Meredupnya popularitas Wayang Kulit Parwa juga disebabkan oleh munculnya berbagai varian wayang kulit inovatif seperti; Wayang Cenk Blonk, Wayang Joblar, Wayang D’Karbit, Wayang Genjek, Wayang Kang Cing Wi, dan lain-lain yang memiliki ciri khas tersendiri. Untuk menjaga kelestarian pertunjukan Wayang Parwa Gaya Bebadungan khususnya di Kabupaten Badung perlu dilakukan upaya-upaya konservatif yang salah satunya adalah melalui pelatihan. Kegiatan pelatihan dilakukan bekerjasama dengan Sanggar Majalangu, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung yang dipimpin oleh I Made Agus Adi Santika. Kegiatan ini didanai oleh dana DIPA ISI Denpasar tahun 2023 melalui LP2MPP. Pelatihan diberikan kepada salah satu dari anggota Sanggar Majalangu dengan menggunakan metode pembelajaran teori praktek pakeliran. Proses pelatihan dilakukan secara bertahap mulai dari adegan pamungkah, igel Kayonan, panyahcah parwa, bebaturan, sendu samita, panggalang ratu, pangalang penasar (Tualen), angkat-angkatan, pepeson, dan pangkat siat.
KARYA TARI “ANAK YANG TERTUNDA” Karyana, I Made Dendi Dwi; Suteja, I Kt.; Satyani, Ida Ayu Wayan Arya
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Vol. 10 No. 03 (2025): Volume 10 No. 03 September 2025
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/jp.v10i03.30697

Abstract

Karya Tari Anak yang Tertunda merupakan refleksi atas kasus sosial dan medis mengenai kemandulan pria akibat penyakit varikokel. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap kesehatan reproduksi, dan anggapan tabu masyarakat menjadi urgensi penciptaan karya ini. Melalui pendekatan artistik dan refleksi personal studi kasus diatas pencipta transformasikan ke dalam karya seni tari kontemporer dengan rumusan masalah penciptaan: 1) Bagaimana proses kreatif penciptaannya, 2) Bagaimana wujud penciptaannya, 3) Apa pesan yang ingin disampaikan. Karya ini bertujuan mengedukasi dan mengkritisi rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kualitas sperma sebagai bagian dari tanggung jawab reproduksi. Proses penciptaan menggunakan metode angripta-sesolahan, yang melibatkan tahapan ngarencana, nuasen, makalin, nelesin, ngebah, dan presentasi. Dalam merealisasikan karya, digunakan tiga teori utama: teori Imaji dan Imajinasi oleh H. Tedjoworo sebagai dasar eksplorasi visual dan simbolik; teori Kreativitas dari Sternberg dan Lubart dalam Nur Iswantara sebagai panduan dalam membangun gagasan orisinal; serta teori Hermeneutika oleh Richard E. Palmer untuk menyampaikan pesan melalui interpretasi gerak. Gerak dalam karya ini merupakan elaborasi antara gerak keseharian, gerak tari Bali (ngelo dan ngotag), serta gerak hewan invertebrata seperti cacing, yang melambangkan karakteristik sperma. Karya ditampilkan pada panggung proscenium, melibatkan sembilan orang penari. Komposisi gerak disusun dalam bentuk duet, kelompok kecil, dan ensamble untuk menggambarkan dinamika tema. Sebagai penguat suasana, digunakan iringan musik elektronik Musical Intrument Digital Interface (MIDI) yang fleksibel dalam membangun nuansa emosional dan dramatik. Karya ini tidak hanya menghadirkan estetika visual, tetapi juga sebagai media penyadaran dan edukasi tentang kesehatan reproduksi pria kepada masyarakat luas, terutama generasi muda, melalui pendekatan seni pertunjukan kontemporer yang bermuatan lokal dan universal.
Tari Ngalebar Yana, I Putu Agus Ari; Suteja, I Kt.; Budiarsa, I Wayan
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 1 No 1 (2021): Terbitan Pertama Bulan Juni
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (644.008 KB) | DOI: 10.59997/journalofdance.v1i1.818

Abstract

The Mabuu - buu tradition is a cultural event, carried out every year in the context of Nyepi in the Panjer Traditional Village, Denpasar. The event has the meaning Nyomya sekala - niskala which means neutralizing, balancing Bhuana Agung and Bhuana Alit. The understanding of Nyomya is controlling oneself through good thoughts, words and deeds. In this day and age, the understanding ofNyomya is often ignored, seen from the behavior of modern society which always vents emotion. Through this phenomenon, the creators are interested in creating dance works that express unrestrained thought fluctuations, which are implemented into contemporary expressions of kerawuhan motion with the title Ngalebar. The process of creating this dance, using the method of Creating Through Dance by Y Sumandiyo Hadi, describes exploration (exploration), improvisation (experimental), and composition (formation). To ensure the creation of this work, using the theory of Imagination whichmeans the formation of motion from the results of images or imagining the meaning of Nyomya, and the theory of Aesthetics ngunda bayu which is the distribution of energy in the body. The theme of thiswork is spiritualization (formation of the soul) danced by seven dancers using the gamelanaccompaniment Gong Gede Saih Pitu in collaboration with the keyboard. Ngalebar Dance is a contemporary dance work depicting human reflection, trying to exercise self-control or introspection to achieve sekala - niskala harmony and to end it returned according to its position.Keywords: Ngalebar, Mabuu - buu, Skala - niskala and Contemporary
Tari Kreasi Bebarisan Bala Maya, Sebuah Kisah Prajurit Kupu-kupu Arimbawa, I Wayan Wira; Suteja, I Kt.; Suryani, Ni Nyoman Manik
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 2 No 1 (2022): Terbitan Pertama Bulan Juni tahun 2022
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.053 KB) | DOI: 10.59997/journalofdance.v2i1.1577

Abstract

Reading a book Kupu Kupu Kuning Yang Terbang Di Selat Lombok, tell about history of struggle the kingdom of Karangasem defeating the Selaparang kingdom Lombok. The victory of the kingdom of Karangasem blessing from yellow butterfly troops which can be seen or invisible, panugrahan (Grace) from Ida Bhatara Alit Sakti at Pura Bukit Karangasem. The meaning of the struggle is very phenomenal, if it is related to the concept sekala and niskala, that is devotion of forefather and human relationship with universe. Oriented from the phenomenon came up with an idea to create a work creation dance with the title Bala Maya in bebarisan creation. In the creation of this dance, using theory image and imagination by Tetdjoworo,H, that is can imagining and manifest in the motive of movement.The process uses the method Mencipta Lewat Tari by Y.Sumadiyo Hadi translation of the book Creating Through Dance by Alma M.Hawkins consists of three step that is, exploration, improvisation, and forming step.   Bala Maya is a bebarisan dance creation have a heroism theme, tell about Laskar Karangasem troops which interpreting the yellow butterfly attack Seleparang Lombok Kingdom. Invisible soldier is the character and characteristic of yellow butterfly called Bala Maya. Keywords : Bebarisan dance, Bala Maya, sekala-niskala, creating.
Ki Mina Ayung Susana, I Ketut Ari; Suteja, I Kt.; Adnyana, Anak Agung Ketut Oka
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 2 No 2 (2022): Terbitan Kedua Bulan November tahun 2022
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (598.132 KB) | DOI: 10.59997/journalofdance.v2i2.1876

Abstract

Sumber kreatif berasal dari Purana Bendesa Gerih, Kecamatan Abiansemal, Badung. DalamPurana Bendesa Gerih terdapat kisah tentang Ki Jagul Tua, merupakan raja wongsamar dengan wujud ikan jeleg putih (ikan gabus putih), yang memiliki kesaktian bernama mustika maniksekecapatausinonim dari kepala ikan jeleg putih yang dapat memenuhi segala keinginan. Ki Jagul Tua yang hidup di Sungai Ayung memiliki makna bagi kehidupan manusia untuk melestarikan keberadaan sungai beserta isinya.Berarti kaitan Purana Bendesa Gerih dengan sungai ayung tujuannya melestarikan keberadaan sungai, namun pada kehidupan sekarang ini, sungai ayung banyak yang membuang sampah sembarangan, meracuni ikan, dan pencemaran limbah pabrik. Fenomena alam ini perlu mendapat perhatian dari kehidupan masyarakat jaman sekarang, karena sungai merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk yang memerlukan air. Maka dari itu, pencipta berkeinginan untuk menuangkan inspirasi tersebut ke dalam sebuah karya tari kontemporer berjudul Ki Mina Ayung. Pada proses penciptaan karya ini penata bekerjasama dengan mitra kerja Sanggar Seni Pancer Langiit dalam program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, dengan mengambil bentuk pembelajaran studi/proyek independen. Penciptaan karya Ki Mina Ayung menggunakan metode Anggripta Sasolahan yang terdiri dari ngarancana(eksplorasi), nuasen(upacar mengawali penciptaan), makalin(improvisasi), nelesin (pembentukan), dan ngebah(pertunjukan perdana untuk evaluasi karya).Teori yang digunakan dalam penciptaan ini adalah teori Imaji dan Imajinasi yang menunjang daya imajinasi penata dalam memunculkan gambaran mental seputar konsep karya. Karya Tari Ki Mina Ayung adalah karya tari berbentuk kontemporer yang ditarikan oleh tujuh orang penari. Tari ini dikemas secara dramatik dan menggunakan gerak-gerak simbolik sebagai implementasi imajinasi penata. Tata rias yang digunakan adalah tata rias fantasi dengan tata busana yang dikembangkan. Harapan penata dengan terciptanya karya ini adalah dapat mengenalkan kisah lokal tradisi kemasyarakat, guna meningkatkan kreativitas berkarya lewat kisah-kisah lokal.   Kata kunci : Ki Jagul Tua, Purana Bendesa Gerih, Kontemporer, Proses Penciptaan
Proses Kreatif Tari Eling Bhumi Di Sanggar Pancer Langit Desa Kapal Kabupaten Badung Andayani, Ni Komang Ari; Suteja, I Kt.; Widnyana, Kompiang Gede
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 3 No 1 (2023): Terbitan Kesatu Bulan Juni tahun 2023
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/journalofdance.v3i1.2380

Abstract

Tujuan penciptaan berjudul Proses kreatif tari Eling Bhumi di Sanggar Pancer Langit adalah untuk kreatifitas karya tari kontemporer. Sanggar Pancer Langiit merupakan salah satu sanggar yang terletak di Desa Kapal Kabupaten Badung, yang juga memiliki makna sebagai pusat atau sumber dari segala kekuatan dan langit/lelangit yang berarti leluhur simbol pelindung yang abadi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif, karena data yang diperoleh berupa wawancara yang kemudian hasil dari wawancara tersebut dideskripsikan melalui tulisan dengan kalimat yang detail serta menggunakan teknik dokumentasi dan teknik studi pustaka. Tari kontemporer Eling Bhumi menggambarkan atau menanggapi fenomena pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia saat ini, fenomena ini juga membuat segala sektor kehidupan menjadi terdampak. Konsep garap Eling Bhumi ini mencoba untuk mengolah secara kreatif beberapa unsur gerak tubuh dalam tari dan musik serta mengolahnya dengan memadukan aspek visual permainan properti lontar sehingga menjadi karya seni yang utuh.   Kata Kunci: Proses Kreatif, Tari Eling Bhumi, Pancer Langiit
TETIKESAN PRACTICAL TRAINING OF WAYANG PARWA BEBADUNGAN STYLE PERFORMANCE IN SANGGAR MAJALANGU Marajaya, I Made; Marhaeni, Ni Komang Sekar; Suteja, I Kt.
Lekesan: Interdisciplinary Journal of Asia Pacific Arts Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/lksn.v7i1.2805

Abstract

Abstract Wayang Parwa performances in the last three decades have become increasingly rare in society. This performance originates from the Mahabharata epic and is accompanied by the Gender Wayang gamelan, which is one of the oldest in Bali. Wayang Parwa is usually used as a basis for learning to become a puppeteer in formal and non-formal education. Wayang Parwa has many versions, and in Bali, there are four styles of Wayang Parwa: Bebadungan Style, Sukawati Style, Tunjung Style, and Buleleng (North Bali). One of the styles with the most favorite is the Bebadungan style, which is spread across six districts/cities in Bali, such as Tabanan, Negara, Klungkung, Bangli, Karangasem, and Denpasar City. With the emergence of various variants of innovative wayang performances, the popularity of Wayang Parwa has decreased. To maintain the existence of the Wayang Parwa Bebadungan Style performance in this millennial era, conservative efforts needed to be made, namely through training. Considering the Wayang Parwa Bebadungan style performances by today's young puppeteers, many need to be stronger in Tetikesan (puppet movements). For this reason, the training material provided to members of Sanggar Majalangu, Kerobokan Village, North Kuta District, Badung Regency, led by I Made Agus Adi Santika, is Tetikesan. This training could answer the public's opinion that the weakness of the Wayang Parwa Bebadungan style performance refers to Tetikesan. The training was focused on one of the studio members using instructional, structured, gradual, and innovative learning methods by utilizing YouTube media, which releases audio recordings of Wayang Buduk performances by puppeteer Ida Bagus Arnawa (deceased) and his son, puppeteer Ida Bagus Puja (deceased) as standardization of the Bebadungan style. Keywords: Training, Tetikesan, Wayang Parwa Bebadungan Style
POSITIVE EFFECTS OF BINAURAL MUSIC ON THE BRAIN Sumerjana, Ketut; Sudirga, I Komang; Suteja, I Kt.; Suharta, I Wayan
Proceeding Bali-Bhuwana Waskita: Global Art Creativity Conference Vol. 4 (2024): Proceedings Bali-Bhuwana Waskita: Global Art Creativity Conference
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/bbwp.v4i1.505

Abstract

Binaural music, which is characterized by the presentation of two slightly different sound frequencies to each ear, has gained increasing attention owing to its potential positive effects on the brain. Research suggests that binaural beats can influence cognitive and emotional states by modulating brainwave activity. When the brain perceives the difference between the two frequencies, it generates a third "perceived" frequency, known as a binaural beat, which corresponds to specific brainwave states (delta, theta, alpha, beta, or gamma). These brainwave states are linked to various mental and physiological benefits, including relaxation, improved focus, enhanced creativity, reduced anxiety, and better sleep quality. Additionally, studies have indicated that regular exposure to binaural beats may promote neuroplasticity, improve memory retention, and facilitate the brain’s capacity for learning and information processing. This abstract provides a concise overview of how binaural music may serve as a tool to improve mental health, cognitive performance, and emotional well-being, offering a promising avenue for therapeutic and wellness applications. Further research is needed to explore the long-term effects and optimal conditions for the impact of binaural music on brain function.
Karya Tari : BHRANTACITTA Harischandra, Ida Bagus Yodhie; Trisnawati, Ida Ayu; Suteja, I Kt.
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Vol. 10 No. 03 (2025): Volume 10 No. 03 September 2025
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/jp.v10i03.31044

Abstract

Karya tari Bhrantacitta berangkat dari refleksi mendalam terhadap fase Grahasta Asrama dalam tradisi Hindu Bali, khususnya pengalaman seorang wanita yang berada di ambang perubahan status kehidupan. Inspirasi penciptaan muncul dari dua dimensi utama: (1) faktor internal, berupa gejolak rasa yang dialami wanita menjelang pernikahan; (2) faktor eksternal, berupa prosesi sakral Mekala-kalaan sebagai bagian dari prosesi pernikahan adat Bali. Karya ini hadir karena kebutuhan untuk mengungkap ulang makna spiritual dan kultural dari pernikahan yang berangkat dari urgensi untuk menghadirkan kembali kesadaran kolektif tentang nilai spiritual dan transformatif dari pernikahan adat Bali. Proses penciptaan karya ini menggunakan metode Urip Manga, yang terdiri dari lima tahapan: ngawit, ngekeb, madewasa ayu, mejauman, dan ngungkab lawang. Metode ini dikembangkan melalui pendekatan site specific berbasis realitas virtual. Konsep ini menghadirkan perpaduan antara ruang, tubuh, dan ilusi peristiwa, di mana unsur-unsur pertunjukan menggambarkan pengalaman-pengalaman spiritual yang berakar pada realitas budaya. Koreografi menempati dan berinteraksi dengan ruang, menciptakan dimensi visual yang merepresentasikan makna dari tiap tahapan ritual pernikahan. Hasil penciptaan karya ini menunjukkan proses kreativitas yang berkembang dari eksplorasi rasa dan pengalaman budaya, pembentukan wujud dan struktur tari yang berakar dari simbolisme ritual, serta penyampaian pesan bahwa pernikahan bukan semata perayaan sosial, tetapi sebuah laku hidup yang menuntut pemahaman, penghormatan, dan kesiapan batin. Melalui Bhrantacitta, karya ini menjadi pengingat bahwasannya pernikahan merupakan fase paling suci dalam kehidupan, yang menyatukan dua insan sekaligus menuntun mereka menapaki jalan spiritual melalui rangkaian prosesi penuh makna, seperti tahapan Mekala-kalaan.