Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kajian Tentang Hukum Wakaf dalam Islam Anisa Rahmawati; Arya Farlan Ananda; Yogi Oktaviana
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 3 (2025): JUNI-SEPTEMBER 2025
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/2dpx6t77

Abstract

Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi Islam yang memiliki peran strategis dalam pembangunan sosial masyarakat. Sebagai bentuk sedekah jariyah, wakaf memiliki karakteristik khusus yaitu harta yang diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan, diwariskan, atau dialihkan kepemilikannya, namun manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan oleh masyarakat umum. Namun, dalam praktiknya, implementasi wakaf di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, khususnya terkait dengan sengketa kepemilikan tanah wakaf. Kasus sengketa tanah wakaf masjid di Gampong Ulee Tanah, Kecamatan Tanah Pasir, Kabupaten Aceh Utara, merupakan contoh nyata dari permasalahan yang dihadapi dalam implementasi wakaf. Sengketa ini melibatkan tanah seluas kurang lebih 2.500 meter persegi yang diwakafkan oleh Almarhum Bintang pada tahun 1970 untuk pembangunan masjid. Setelah 20 tahun berfungsi sebagai tempat ibadah, pada tahun 1990 muncul gugatan dari ahli waris yang mengklaim bahwa tanah tersebut tidak pernah diwakafkan secara sah. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan sengketa tanah wakaf dari perspektif hukum Islam dan hukum positif Indonesia, serta mengkaji mekanisme penyelesaian yang diterapkan dalam kasus konkret di Gampong Ulee Tanah. Melalui studi kasus ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang dinamika wakaf di masyarakat, faktor-faktor penyebab sengketa, dan alternatif solusi yang dapat diterapkan untuk mencegah dan menyelesaikan konflik serupa di masa mendatang.
Dampak Perkawinan di Bawah Umur dalam Perspektif  Fikih Kontemporer Siti Saadah; Muhammad Jetrin Alvito; Yogi Oktaviana
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 4 (2025): OKTOBER-DESEMBER
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/x2cmhs11

Abstract

Penelitian ini untuk melihat dampak Perkawinan di Bawah Umur dalam Perspektif  Fikih Kontemporer. Metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan kajian literatur. Hasil kajian didapati bahwa empat madzhab memiliki pandangan yang bervariasi mengenai treshold usia yang membuat seseorang dikatakan baligh. Menurut pandangan Imam Syafi’i, seorang pria dianggap telah baligh pada usia 15 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah 9 tahun. Sementara itu, Imam Hanafi berpendapat bahwa seorang anak perempuan dinyatakan baligh saat berusia 17 tahun, dan anak laki-laki pada usia 18 tahun. Lain halnya dengan Imam Malik, yang menekankan tanda kedewasaan seseorang adalah adanya pertumbuhan rambut halus di bagian tubuh tertentu, yang berlaku untuk kedua jenis kelamin. Di sisi lain, Imam Hanbali menentukan bahwa kedewasaan untuk pria dan wanita terjadi saat mereka mencapai usia yang sama, yaitu 15 tahun. Banyak ulama juga telah menegaskan bahwa meskipun seorang ayah dapat menikahkan anaknya yang belum baligh, dalam madzhab Imam Syafi’i lebih baik jika calon mempelai perempuan sudah diyakini dewasa yang ditandai dengan baligh, dan orang tua disarankan menanyakan persetujuan putrinya agar tidak ada paksaan dalam proses pernikahan