Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Comparison of soil physical quality index based on simple additive SQI and statistically modeled SQI methods for watershed management in Rembangan, Indonesia Hermiyanto, Bambang; Tika, Sukma Agustin Dyan; Budiman, Subhan Arif; Mandala, Marga; Fitriani, Vivi; Basuki, Basuki
Journal of Degraded and Mining Lands Management Vol. 12 No. 5 (2025)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15243/jdmlm.2025.125.8493

Abstract

The physical quality of soil is determined by quantitative measurement tools, which are expressed in the form of soil quality indices. Methods for determining soil quality have been developed, but none have been standardized. This research aimed to determine the results of the soil physical quality index based on two methods, namely 1) simple additive SQI, and 2) statistically modeled SQI, followed by a sensitivity test to determine which method is more sensitive. This research was conducted in the Rembangan Sub-watershed, which comprises five sub-districts: Jelbuk, Arjasa, Patrang, Sukorambi, and Panti, with elevations ranging from 125.91 to 854.67 meters above sea level. Based on the paired t-test results, the soil physical quality index between the two methods was significantly different, with a p-value of 0.002. Meanwhile, the sensitivity test results showed that the statistically modeled method was more sensitive than the simple additive method. Thus, the statistically modeled method is the method that can be used to assess the soil physical quality index for land management guidance. The poor or low-quality class dominates the soil quality class, covering an area of 2,088.43 ha (79.43%). Land management actions based on soil quality are divided into three criteria: 1) “fixed efforts” for low-quality soil, 2) “enhanced efforts” for medium-quality soil, and 3) “maintenance efforts” for good-quality soil.
Optimalisasi Pemupukan Spesifik Lokasi melalui Pelatihan Selidik Cepat Kesuburan Tanah di Desa Mayangan Kecamatan Gumukmas Sadim Klaida, Fitriani; Tika, Sukma Agustin Dyan; Khasanah, Ulfa Maunatul; Pitaloka, Amelia Ayu; Mandala, Marga; Fitriani, Vivi
Sehati Abdimas Vol 7 No 1 (2024): Prosiding Sehati Abdimas 2024
Publisher : PPPM POLTESA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47767/sehati_abdimas.v7i1.889

Abstract

Desa Mayangan merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember, tepatnya di bagian Selatan. Desa Mayangan memiliki luas wilayah 2.466,21 Ha dengan jumlah penduduknya sebanyak 10.864 jiwa. Jarak tempuh Desa Mayangan adalah 43 km dari pusat kota yang menjadikan wilayah ini begitu lekat dengan aktivitas pertanian. Mata pencaharian masyarakat di Desa Mayangan mayoritas adalah sebagai petani maupun nelayan. Pertanian di Desa Mayangan berkembang begitu pesat dengan tanaman budidaya berupa tanaman hortikultura dan tanaman pangan. Namun demikian, pertanian di Desa Mayangan terbatas dikarenakan kondisi lahan suboptimal. Hal tersebut mengingat bahwa Desa Mayangan terletak dekat dengan pesisir pantai, sehingga tanah yang ditemukan berupa tanah berpasir serta tanah lahan rawa. Uji kesuburan tanah secara cepat di lapang penting dilakukanuntuk menduga kandungan unsur hara di dalam tanah. Selidik cepat melalui pemanfaatan alat uji PUTS dilakukan untuk mengetahui status hara tanah, seperti NPK dan pH tanah. Selain itu, dengan menggunakan alat uji PUTS, dapat membantu memberikan rekomendasi pengelolaan berdasarkan status hara tanah. Dengan mengetahui status hara di dalam tanah, maka dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pemupukan. Kegiatan pelatihan selidik cepat dengan alat uji PUTS diperkenalkan kepada seluruh anggota Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Gumukmas beserta seluruh anggota kelompok tani. Kegiatan hasil uji tanah di Desa Mayangan memiliki kriteria unsur hara sedang dengan pH masam. Adanya kegiatan ini diharapkan akan mencapai efisiensi pemupukan, sehingga tanah akan menjadi sehat dan tidak bersifat toksik akibat perlakuan pemupukan yang berlebih tanpa mengedepankan aspek keberlanjutan lingkungan.