Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

PENGARUH MEDIA TANAM DARI BEBERAPA FORMULASI BIOCHAR PADATANAH PASIRAN TERHADAP KUALITAS BIBIT TEMBAKAU(Nicotiana tabacum) BESUKI NA-OOGST Sinaga, Irvan Andriko; Arifandi, Josi Ali; Mandala, Marga
AGRITROP Vol 15, No 2 (2017): Agritrop : Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.623 KB) | DOI: 10.32528/agr.v15i2.1184

Abstract

Tanah pasiran merupakan lahan marjinal yang potensial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Sifat fisika tanah pasiran merupakan salah satu faktor pembatas karena didominasi pori makro. Pengelolaan dengan aplikasi biochar berbahan baku dari limbah tanaman perkebunan pada tanah pasiran merupakan salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi fisika tanah sehingga dapat mendukung sebagai media tanam pembibitan tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) Besuki Na-Oogst. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-September 2017 bertempat di Laboratorium Konservasi dan Fisika Tanah, Laboratorium Kesuburan Tanah dan Green House Fakultas Pertanian Universitas Jember. Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri atas 2 faktor yaitu faktor jenis biochar yang terdiri dari biochar limbah kulit kopi (B1), biochar limbah kulit kakao (B2), dan biochar biji karet (B3) dan faktor kedua adalah dosis biochar tersebut yaitu meliputi tanpa biochar/kontrol (D1), 12,5 g/kg tanah (D2), 25 g/kg tanah (D3) dan 37,5 g/kg tanah (D4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis biochar dengan taraf dosis yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pH tanah, tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, luas permukaan daun, diameter batang, panjang akar, berat basah dan berat kering bibit tembakau besuki na-oogst. Setiap jenis biochar dan dosis biochar masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perbaikan sifat fisik tanah pasiran yaitu menurunkan nilai berat volume (BV), meningkatkan porositas, water holding capacity (WHC) dan pH tanah.Kombinasi perlakuan yang terbaik untuk pertumbuhan bibit tembakau besuki na-oogst adalah pada jenis biochar biji karet dengan dosis 25 g/kg tanah.
PEMETAAN EROSI DI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO Rohman, Muhammad Kholilur; Indarto, Indarto; Mandala, Marga
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/MIG.2020.22-1.989

Abstract

Sebagian besar lahan di wilayah Kabupaten Situbondo, merupakan lahan sub-optimal kering. Prediksi erosi secara menyeluruh dan mencakup wilayah yang cukup luas diperlukan sebagai dasar perencanaan dan tindakan konservasi sumber daya lahan dan air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di wilayah Kabupaten Situbondo. Model USLE dan GIS digunakan sebagai tool utama dalam penelitian ini. Input data penelitian adalah peta digital, yang terdiri dari layer data hujan, jenis tanah, peruntukan lahan, dan data ASTER GDEM2. Adapun tahapan dalam penelitian meliputi (1) inventarisasi dan pengolahan data, (2) interpretasi faktor erosi (R, K, LS, CP), dan (3) menghitung dan mengklasifikasikan TBE. Faktor erosivitas (R) dihitung dari interpretasi data hujan tahunan. Faktor erodibilitas tanah (K) ditentukan dari analisis peta jenis tanah. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung berdasarkan data ASTER GDEM2. Faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi (CP) ditentukan dari peta tata guna lahan. Peta tata guna lahan dihasilkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju erosi di wilayah Kabupaten Situbondo sebesar 73,37 ton/ha/tahun. Sekitar 65,60% dari luas wilayah Situbondo berada pada kelas TBE sangat ringan (0-15 ton/ha/tahun), 9,74% berada pada kelas ringan (15-60 ton/ha/tahun), 11,50% berada pada kelas sedang (60-180 ton/ha/tahun), dan 8,45% dari luas keseluruhan berada pada kelas berat (180-480 ton/ha/tahun). Hanya, sekitar 4,70% dari luas wlayah tergolong pada kelas sangat berat (>480 ton/ha/tahun).Upaya konservasi perlu direncanakan secara paralel dengan aktivitas peningkatan produktivitas lahan sub-optimal kering di wilayah Kabupaten Situbondo. Sebagian besar lahan di wilayah Kabupaten Situbondo, merupakan lahan sub-optimal kering. Prediksi erosi secara menyeluruh dan mencakup wilayah yang cukup luas diperlukan sebagai dasar perencanaan dan tindakan konservasi sumber daya lahan dan air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di wilayah Kabupaten Situbondo. Model USLE dan GIS digunakan sebagai tool utama dalam penelitian ini. Input data penelitian adalah peta digital, yang terdiri dari layer data hujan, jenis tanah, peruntukan lahan, dan data ASTER GDEM2. Adapun tahapan dalam penelitian meliputi (1) inventarisasi dan pengolahan data, (2) interpretasi faktor erosi (R, K, LS, CP), dan (3) menghitung dan mengklasifikasikan TBE. Faktor erosivitas (R) dihitung dari interpretasi data hujan tahunan. Faktor erodibilitas tanah (K) ditentukan dari analisis peta jenis tanah. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung berdasarkan data ASTER GDEM2. Faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi (CP) ditentukan dari peta tata guna lahan. Peta tata guna lahan dihasilkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju erosi di wilayah Kabupaten Situbondo sebesar 73,37 ton/ha/tahun. Sekitar 65,60% dari luas wilayah Situbondo berada pada kelas TBE sangat ringan (0-15 ton/ha/tahun), 9,74% berada pada kelas ringan (15-60 ton/ha/tahun), 11,50% berada pada kelas sedang (60-180 ton/ha/tahun), dan 8,45% dari luas keseluruhan berada pada kelas berat (180-480 ton/ha/tahun). Hanya, sekitar 4,70% dari luas wlayah tergolong pada kelas sangat berat (>480 ton/ha/tahun).Upaya konservasi perlu direncanakan secara paralel dengan aktivitas peningkatan produktivitas lahan sub-optimal kering di wilayah Kabupaten Situbondo. 
Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada Lahan Sub Optimal di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur Mandala, Marga; Rachmawati, Ayunda; Sari, Putri Tunjung; Indarto, Indarto
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 45, No 2 (2021)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v45n2.2021.109-116

Abstract

Abstrak. Lahan sub optimal merupakan lahan yang memiliki produktivitas rendah. Lahan sub optimal terbagi menjadi lahan basah dan lahan kering. Rendahnya hara menjadi faktor pembatas dalam pengembangan lahan kering menjadi wilayah pertanian. Nitrogen merupakan hara esensial yang sangat diperlukan tanaman. Penggunaan tanaman leguminosae yang mampu bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi bakteri penambat nitrogen dan hubunganya terhadap N-total tanah pada beberapa lokasi budidaya lahan kering. Penelitian dilakukan di lahan budidaya kacang panjang pada lima lokasi di Kabupaten Situbondo. Variabel Pengamatan meliputi : populasi bakteri penambat nitrogen, N-total, pH, C-organik dan C/N rasio. Hasil menunjukkan Lahan budidaya di Kecamatan Banyuglugur memiliki populasi bakteri dan nilai N-total tertinggi. Analisis korelasi regresi menunjukkan erdapat hubungan yang erat antara populasi bakteri penambat nitogen dengan N-total. Bakteri penambat nitrogen mempengaruhi ketersediaan nitrogen sebesar 61,72%, sedangkan 32,28 % dipengaruhi oleh faktor lain.Abstract. Sub optimal land has low productivity. Sub optimal land is divided into wetlands and dry lands. Low nutrients are a limiting factor in the development of dry land into agricultural areas. Nitrogen is an essential nutrient that is needed by plants. Legume plants can symbiosis with nitrogen fixing bacteria to increase the availability of nitrogen in the soil. This study aims to determine the population of nitrogen fixing bacteria and their relationship to soil N-total in several cultivation locations. The research was conducted in long bean cultivation at five locations in Situbondo Regency. Observation variables include: nitrogen fixing bacterial population, N-total, pH, C-organic and C / N ratio. The results showed that the cultivated land in Banyuglugur District had the highest bacterial population and N-total value. The regression correlation analysis showed that there was a close relationship between the nitogen-fixing bacterial population and total N. Nitrogen fixing bacteria affect nitrogen availability by 61.72%, while 32.28% was influenced by other factors.
Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Solusi Solum Tanah Dangkal di Desa Slateng Kecamatan Ledokombo Kaki Gunung Raung Basuki Basuki; Vega Kartika Sari; Marga Mandala
Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA Vol 5 No 1 (2022): Januari - Maret
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.081 KB) | DOI: 10.29303/jpmpi.v5i1.1407

Abstract

Slateng village is located at the western foot of Mount Raung in Ledokombo District, Jember Regency. Farming and cattle ranching provide the majority of the people's income. Agricultural land productivity is still low compared the production standard based on plant variety descriptions. The cultivated land has shallow solum. This activity aims to provide training for Slateng’s farmer to boost cultivated plant yield by enhancing the properties of shallow solum soil and producing organic fertilizer from agricultural waste. Socialization and practice are the methods employed for this activity. The increased of participants' knowledge grew from 30% to 100% as a result of the exercise. Participants were quite interested with the training on creating organic fertilizers, which required active participation from participants, particularly farmers, with a satisfaction rate of 90%. This community service activities can help increase the production of cultivated plants, particularly on marginal land with shallow solum soil.
PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) Marga Mandala; Indarto Indarto; Ach Fauzan Mas'udi; Dilla Restu Jayanti
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 24, No 2 (2021): Juli 2021
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v24n2.2021.p203-212

Abstract

The Effect of Altitude on Productivity and Quality of Bean Seeds (Phaseolus vulgaris L). The bean plant (Phaseolus vulgaris L.) is an annual horticultural crop with high economic value. In 2017, East Java experienced a decline in production of 3.80%. The tendency to decline was due to the quality of the seeds. This study was aimedto determine the productivity and quality of the bean seeds coded BU010 at different altitudes and to determine the relationship between height and productivity and quality. The research was conducted at three altitudes, namely Pucanganom Village (395 masl), Tlogosari Village (590 masl), and Sumberwringin Village (740 masl) in Bondowoso Regency. The study used a field experiment that was not randomized and the factors under study were altitude. Five sample points were taken in each location so that there were 15 data. The data obtained were analyzed using ANOVA and continued with correlation analysis with the independent variable in the form of altitude. The results showed that the difference in altitude gave a difference to productivity, namely the variable weight per m2. The height of the place gave a difference in the quality of the seeds, namely the variable weight of 100 seeds, vigor, and viability of the seeds produced. An altitude of 590 masl can be recommended for the development of the bean coded BU010 with the highest productivity which wasdescribed by the weight per m2, namely 7.91 ton ha-1. Seed quality at an altitude of 590 masl hadthe heaviest weight of 100 seeds, 96% viability, 98% seed viability. The relationship between altitude and productivity and seed quality factors was very low to moderate. The correlation value ranged from 0.12 to 0.44. Meanwhile, the relationship between altitude and total N content, rainfall, and temperature was very strong. Altitude had no significant effect on seed productivity and quality, and the weight of 100 seeds had a moderate positive correlation value of 0.4.The results of this study can be used as recommendations for farmers in the cultivation of bean coded BU010.The recommended altitude for the cultivation of beans code BU010 is 590 masl. Keywords: beans seeds, productivity, seed quality, altitude  ABSTRAK Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman hortikultura dengan nilai ekonomis yang tinggi. Pada 2017 di Jawa Timur terjadi penurunan produksi sebesar 3,80%. Kecenderungan penurunan disebabkan kualitas benih. Penelitian ini bertujuan mengetahui produktivitas dan kualitas benih buncis kode BU010 pada berbagai ketinggian tempat yang berbeda serta mengetahui hubungan antara ketinggian terhadap produktivitas dan kualitas. Penelitian dilakukan di tiga ketinggian tempat, yaitu Desa Pucanganom (395 mdpl), Desa Tlogosari (590 mdpl) dan Desa Sumberwringin (740 mdpl) di Kabupaten Bondowoso. Penelitian menggunakan percobaan lapang tanpa pengacakan dan faktor yang diteliti adalah ketinggian tempat. Sebanyak lima titik sampel diambil di masing-masing lokasi, sehingga diperoleh 15 data. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan analisis korelasi dengan variable bebas berupa ketinggian tempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan ketinggian tempat memberikan perbedaan terhadap produktivitas yaitu pada variable bobot per m2. Ketinggian tempat memberikan perbedaan pada kualitas benih yaitu pada variabel bobot 100 benih, vigor dan viabilitas benih yang dihasilkan. Ketinggian 590 mdpl dapat direkomendasikan untuk pengembangan buncis kode BU010 dengan produktivitas tertinggi yang digambarkan oleh bobot per m2 yaitu 7,91 ton ha-1. Kualitas benih pada ketinggian 590 mdpl memiliki bobot 100 benih paling berat, vigor 96%, dan viabilitas benih 98%. Hubungan antara ketinggian tempat dengan faktor produktivitas dan kualitas benih sangat rendah hingga sedang. Nilai korelasi berkisar 0,12 - 0,44. Sementara hubungan antara variable ketinggian tempat terhadap kadar N-total, curah hujan, dan suhu adalah sangat kuat. Ketinggian tempat tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas dan kualitas benih, hanya saja bobot 100 benih memiliki nilai korelasi positif sedang yaitu 0,4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi petani dalam budidaya buncis kode BU010. Rekomendasi ketinggian tempat untuk budidaya buncis kode BU010 yaitu pada ketinggian 590 mdpl. Kata kunci: benih, buncis, produktivitas, kualitas, ketinggian tempat
Pemodelan Erosi dan Sedimentasi di DAS Bajulmati : Aplikasi Soil dan Water Assesment Tool (SWAT) Mohamad Wawan Sujarwo; indarto indarto; Marga Mandala
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 18, No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (664.473 KB) | DOI: 10.14710/jil.18.2.218-227

Abstract

DAS bajulmati merupakan DAS kecil (± 173.4 km2) yang berada di wilayah timur pulau Jawa. DAS bajulmati memiliki iklim yang spesifik yaitu relatif kering dengan musim kemarau yang panjang (8-9 bulan selama setahun). Meskipun kondisi iklim yang kurang mendukung, sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani landang. Adanya perluasan lahan pertanian non irigasi/ladang mengakibatkan tutupan vegetasi semakin berkurang. Oleh karena itu, evaluasi DAS bajulmati diperlukan untuk mengetahui dampak perluasan lahan pertanian terhadap laju aliran dan sedimentasi dengan kondisi iklim yang cukup spesifik (kering). Salah satu model evaluasi pengelolaan DAS terhadap perubahan lahan adalah model SWAT (Soil and Water Assessment Tool). SWAT dapat menggambarkan proses hidrologi (erosi dan sedimentasi) unit lahan. data DEM resolusi (10x10 m) sebagai masukan utama untuk proses delinasi DAS. Data tanah, tutupan lahan, dan kontur digunakan untuk menentukan unit lahan/hydrolocal response unit (HRU) DAS. Data curah hujan dan iklim (suhu, kelembaban rata-rata, intensitas matahari, kecepatan angin) diperoleh dari stasiun yang tersebar di wilayah DAS. Semua data diintegrasikan ke dalam SWAT untuk menghitung proses hidrologi, erosi dan sedimentasi. Debit yang diamati digunakan untuk mengkalibrasi keluaran debit hasil SWAT di outlet DAS. Hasil kalibrasi debit menunjukkan nilai Nash-Sutcliffe Efficiency sebesar 0,53 dan validasi sebesar 0,5 serta koefisien determinasi sebesar 0,58 dan 0,78 (memuaskan) dan model dapat digunakan untuk ilustrasi proses hidrologi dalam DAS bajulmati. Analisis tingkat erosi SWAT menunjukkan bahwa 34,46; 39,19; dan 17,83 menunjukkan tingkat erosi sangat ringan sampai kategori sedang. Oleh karena itu, DAS Bajulmati masih dalam kategori aman karena rata-rata erosi berat dan sangat berat dibawah 10%. Nilai sedimentasi tertinggi pada HRU 512 dan SubDAS 23. Wilayah tersebut merupakan wilayah perkebunan dengan tingkat kemiringan diatas 40%.
Prediksi Erosi di Wilayah Jawa Timur Rhoshandhayani Koesiyanto Taslim; Marga Mandala; Indarto Indarto
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 17, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.533 KB) | DOI: 10.14710/jil.17.2.323-332

Abstract

Erosion is an event of eroding soil that occurs naturally.  However, human activities that change land use from natural (forestry, plantation, rural areas) to urban features can alter the erosion processes.  Rapid calculation of erosion level for the wide area is necessary for the management and conservation planning.  This research aims to analyze the erosion level in East Java area using USLE (Universal Soil Loss Equation) and GIS. The erosivity factor (R) is calculated from rainfall data. Vegetation factor (C) and the conservation factor (P) estimated from land use map.  The length and slope factor (LS) are calculated from the ASTER GDEM2, and the erodibility factor (K) is obtained from interpretation of soil map. Furthermore, all factors were analysed to calculate erosion rate. The result shows that the average erosion rate in East Java regions is 10,30 tons/ha/year.  The result also show that 78,71% area of East Java is classified as very low erosion rate (0-15 tons/ha/year); 10,75% classified as low erosion rate (15-60 tons/ha/year); 6,39% classified as  moderate erosion rate (60-180 tons/ha/year); and 2,83% is severe type (180-480 tons/ha/year). Only 1,31% from the total area is classified as very severe erosion rate (>480 tons/ha/year). The result also shows that USLE can be used to facilitate rapid erosion prediction for wide area.
Pemetaan Indeks Kualitas Tanah (IKT) pada Lahan Tegalan di Kabupaten Jember Ach Fauzan Mas'udi; Indarto Indarto; Marga Mandala
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 45, No 2 (2021)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v45n2.2021.133-144

Abstract

Lahan tegalan berpotensi sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan produksi tanaman. Fenomena yang terjadi saat ini adalah petani di lahan tegalan cenderung mengabaikan prinsip konservasi lingkungan. Indeks kualitas tanah (IKT) dapat digunakan untuk menilai dampak pengelolaan lahan. Penelitian ini dilakukan di lahan tegalan di Kabupaten Jember, Indonesia. Data yang dibutuhkan meliputi data jenis tanah, kelerengan, tata guna lahan, dan data analisis kualitas tanah. Analisis data menggunakan software SPSS 25.0, Excel 2016, dan Arc-MAP 10.4. Pemetaan kualitas tanah memiliki empat tahapan utama, (1) pembuatan petak satuan lahan, (2) analisis sifat tanah, (3) analisis komponen utama dengan metode PCA, dan (4) penilaian indeks kualitas tanah (IKT). Berdasarkan hasil analisis, terdapat tiga komponen utama dalam penilaian indeks kualitas tanah lahan tegalan yaitu karbon organik, lempung, dan pH. Lahan tegalan di daerah Jember terbagi menjadi tiga kelas, yaitu rendah (1,3%), sedang (63,9%), dan baik (34,7%). Secara umum kualitas tanah Tegalan di Kabupaten Jember termasuk dalam kategori sedang. Rekomendasi pengelolaan untuk lahan tegalan adalah penambahan bahan organik.
PENGARUH LUAS PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP LAJU EROSI : STUDI PADA BEBERAPA DAS DI WILAYAH TAPAL KUDA JAWA TIMUR (The effect of land use on erosion rate: a study at several watersheds in Tapal Kuda Region, East Java) Rhoshandhayani Koesiyanto Taslim; Marga Mandala; Indarto Indarto
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Management Research) Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Managem
Publisher : Center for Implementation of Standards for Environmental and Forestry Instruments Solo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.262 KB) | DOI: 10.20886/jppdas.2019.3.2.141-158

Abstract

ABSTRACTThe regencies of Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, and Banyuwangi are located in the Eastern part of East Java and called as Tapal Kuda. These regions are actually on fast development. The development to service human settlement generates land use change from natural into urban or developed areas. The change in land use will generate more runoff, erosion, and sedimentation from the watersheds. This study examined the effect of land use types and their percentage areas on erosion rates. The Universal Soil Loss Equation (USLE) was used to predict the erosion rate. The erosion rate of four land uses, which were forests, paddy fields, plantations and settlements, were calculated and compared. The values of the erosion rate were obtained by the statistical value per pixel in the watershed. Fifteen watersheds in the Tapal Kuda area were used as the samples. The results showed that the relationship (r2) between forests, rice fields, plantations, settlements and the erosion rate: 0.2; 0.2; 0.2 and 0.03, respectively.Keywords: area percentage; land use; erosion rate; watershed; USLE ABSTRAKProbolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi merupakan kabupaten yang terletak di bagian timur Provinsi Jawa Timur dan dikenal dengan sebutan wilayah Tapal Kuda. Wilayah ini sedang mengalami perkembangan pembangunan yang cukup pesat. Percepatan pembangunan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia berupa pemukiman, akses jalan dan kebutuhan lainnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan yang memberikan dampak turunan berupa limpasan, erosi dan sedimentasi di DAS (Daerah Aliran Sungai). Penelitian ini mengkaji pengaruh luas penggunaan lahan terhadap laju erosi. Model Universal Soil Loss Equation (USLE) digunakan untuk memprediksi laju erosi. Analisis dilakukan dengan membandingkan persentase luas penggunaan lahan hutan, sawah, perkebunan dan pemukiman terhadap nilai laju erosi. Nilai laju erosi diperoleh berdasarkan statistik nilai per piksel di dalam DAS. Sejumlah 15 DAS di wilayah Tapal Kuda digunakan sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi (r2) antara luas hutan, sawah, perkebunan dan pemukiman terhadap laju erosi masing-masing sebesar 0,2; 0,2; 0,2 dan 0,03, secara berurutan.Kata kunci: persentase luas; penggunaan lahan; laju erosi; DAS; USLE
The decomposition and efficiency of NPK-enriched biochar addition on Ultisols with soybean Sugeng Winarso; Marga Mandala; Hari Sulistiyowati; Sukron Romadhona; Bambang Hermiyanto; Wachju Subchan
SAINS TANAH - Journal of Soil Science and Agroclimatology Vol 17, No 1 (2020): June
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1132.369 KB) | DOI: 10.20961/stjssa.v17i1.37608

Abstract

This research aims to compare fresh biochar and NPK-enriched biochar and their decomposition levels and nutrient absorption efficiency in acid soil with soybean. Factorial randomized block design was used in this experiment and consisted of two factors. The first factor, biochar source, comprised four levels: B0: biochar without NPK, B1: rice straw biochar + NPK, B2: soybean straw biochar + NPK, and B3: wood biochar + NPK. The second factor, biochar enrichment, comprised four levels: D1: 0.5 tons ha-1, D2: 2.5 tons ha-1, D3: 5.0 tons ha-1, and D4: 10 tons ha-1. Each treatment was replicated three times, yielding 48 experiment units. The results showed that biochar enrichment with NPK affected the decomposition level. The percentage of increasing decomposition in enriched wood biochar (0.09%) was lower than rice (0.28%) and soybean (0.53%) straw biochar. An increase in NPK absorbance efficiency and soybean dry weight was evident in NPK-enriched biochar. The highest N absorbance efficiency occurred in wood biochar (21%), followed by soybean and rice straw biochar, respectively, while the highest P and K absorbances were found in rice straw biochar (35% and 26%, respectively), followed by wood and then soybean biochar.