Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penguasaan bahasa Indonesia baku oleh pengguna media sosial, khususnya Instagram, melalui upaya pembinaan dan pengembangan kebahasaan secara daring. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif berbasis literasi digital kebahasaan dengan instrumen utama berupa kuis interaktif pada fitur polling Instagram Story. Kuis yang diunggah pada 2–4 November 2025 ini melibatkan rata-rata 30–50 responden yang mencakup tiga aspek kebahasaan: padanan kata baku, penggunaan di- (awalan) vs. di (kata depan), dan penggunaan imbuhan (afiksasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan responden terhadap aspek imbuhan (afiksasi) adalah yang tertinggi, diikuti oleh kata baku, dan yang terendah adalah penggunaan di (preposisi vs. prefiks). Meskipun mayoritas responden mampu membedakan kata baku, beberapa kata seperti imbau, antre, sekadar, dan silakan masih sering keliru. Pada aspek di- dan di, kesalahan tertinggi terjadi pada penulisan di antara, yang mengindikasikan bahwa responden belum sepenuhnya menginternalisasi aturan pemisahan di sebagai preposisi. Sementara itu, dalam aspek afiksasi, kesalahan banyak terjadi pada kata serapan seperti standardisasi, pelepasan fonem (contoh: memesona), dan bentuk yang dipengaruhi bahasa lisan (contoh: telanjur). Hal ini memperkuat temuan bahwa kompetensi morfologis masyarakat digital masih sangat dipengaruhi oleh bentuk tidak baku yang beredar luas di media sosial. Secara keseluruhan, Instagram terbukti efektif sebagai platform edukasi informal untuk pembinaan bahasa Indonesia, namun perlu fokus pada kaidah yang sering terdistorsi oleh kebiasaan berbahasa digital.