Abstract: In Indonesia, cases of religious blasphemy are still very vulnerable because the government has not strictly implemented supervision and action. Relevant law enforcers should be able to take firm action in monitoring, preventing, and taking action without having to wait for complaints from the public, but in reality, there is negligence by the government. Therefore, this research aims to provide preachers and Christian apologists with a real picture of how to carry out apologetics that do not conflict with the law and how to focus on the science of homiletics in preaching without having to offend the teachings of other religions. The method used in this research is analytical-descriptive, relying on a literature review. From the research results, it was found that the interpretation made by the Christian clergy was wrong, and this was a violation of the law on blasphemy. However, if this interpretation is not an error, then the clergy should be free by law. Abstrak: Di Indonesia masih sangat rentan terjadi kasus-kasus penodaan agama karena pemerintah belum secara tegas melakukan pengawasan, dan penindakan. Penegak hukum terkait seharusnya dapat melakukan tindakan tegas dalam mengawasi dan mencegah serta melakukan penindakan tanpa harus menunggu aduan dari Masyarakat, namun pada kenyataannya terjadi pembiaran oleh pemerintah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan memberikan gambaran nyata kepada para pengkhotbah, para apologet Kristen agar berapologetik yang tidak bertentangan dengan hukum, serta bagaimana berfokus pada ilmu homiletika dalam berkhotbah tanpa harus menyinggung ajaran agama lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan mengandalkan kajian literatur. Dari hasil penelitian ditemukan jika tafsiran yang dilakukan oleh rohaniawan Kristen tersebut adalah keliru, maka ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tentang penodaan agama. akan tetapi jika tafsiran tersebut bukan suatu kesalahan, maka seharusnya rohaniawan tersebut harus bebas demi hukum.