Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PROBLEM ISTINBATUL AHKAM PEMIKIR ISLAM KONTEMPORER Saifuddin, Ahmad Farid
IJTIHAD Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1859.851 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i2.2536

Abstract

Metode istinbath ahkan yang telah lama dipakai oleh para ulama’ klasik dalam menentukan hukum, saat ini menghadapi dua macam tanggapan dari para pemikir Islam modern. Satu pihak mengkaji secara kritis sehingg menciptakan sikap antipasti terhadap metode klasik tersebut, sedangkan pihak lain memandangnya sebagai sumbangsih bagi khazanah keilmuan Islam. Namun, pergerakan zaman memunculkan problematika yang mengharuskan kedua kubu tersebut terus memberikan respon untuk menjawab tantangan zaman yang tiada pernah berhenti untuk berubah. Dari sikap kelompok pertama telah melahirkan sebuah metode baru yang digadang untuk menggantikan posisi istinbath ahkam ini yaitu metode historis dan argumen humanism. Karena sama sekali berbeda dengan pendahulunya, maka implikas terhadap produk hukum pun menjadi sangat kontraproduktif. Kehadiran metode baru tersebut tidak serta merta diterima secara mentah-mentah, karena pada kenyataannya masih banyak meninggalkan persoalan disana-sini jika dilihat dari banyak aspek. Sehingga hasil akhir dari istinbat ahkam yang dilakukan pun banyak di luar kaedah yang dipahami pada umumnya selama ini di kalangan para ulama dan fuqaha, hal itu terlihat dari kontroversialnya hasil istinbat yang terkait dengan berbagai masalah seperti jinayat dan ribaa. Apa yang salah dari metode anyar tersebut dan siapa tokoh dibalik gembor-gembor metode istinbat yang ikut meramaikan cakrawala pemikiran hukum Islam? Tulisan ini ingin menginformasi tentang isu metode istinbat ahkam yang ditilik dari berbagai sudut pandang.
Al-'Aql wa 'Alaqatuhu bi al-Din inda Thoha Abdurrahman Ahmad Farid Saifuddin; Boma Panji Astha Tulung
Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/tasfiyah.v5i1.5693

Abstract

Islam considers the reason has a noble position in religion. Reason is man's tool of achieving knowledge, sometimes even the reason becomes the source of knowledge, both religious or general science. In the development of the world of Islamic thought, the issue of reason and its relationship with religion is still a relevant issue to be discussed up to now. The problems between reason and religion are the first, in Islam, there are some people or groups who are excessive in using one of them, and the second, in the West people are more inclined to do a dichotomy between knowledge that comes from reason and knowledge that comes from religion, even refused one of them. In this case, Taha Abdurrahman with his theory of reason and its relationship in religion tries to put the reason in its proper place and function, because according to Taha reason reaches perfection in his actions when the mind interacts with religious teachings because the reason and religion has characteristics at-ta'wan wa at-ta'dhud bainahima. By using a descriptive-analytical approach, this journal intends to discuss and research reason and its relation with religion according to Taha Abdurrahman.
PROBLEM ISTINBATUL AHKAM PEMIKIR ISLAM KONTEMPORER Ahmad Farid Saifuddin
Ijtihad Vol. 8 No. 2 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1859.851 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i2.2536

Abstract

Metode istinbath ahkan yang telah lama dipakai oleh para ulama’ klasik dalam menentukan hukum, saat ini menghadapi dua macam tanggapan dari para pemikir Islam modern. Satu pihak mengkaji secara kritis sehingg menciptakan sikap antipasti terhadap metode klasik tersebut, sedangkan pihak lain memandangnya sebagai sumbangsih bagi khazanah keilmuan Islam. Namun, pergerakan zaman memunculkan problematika yang mengharuskan kedua kubu tersebut terus memberikan respon untuk menjawab tantangan zaman yang tiada pernah berhenti untuk berubah. Dari sikap kelompok pertama telah melahirkan sebuah metode baru yang digadang untuk menggantikan posisi istinbath ahkam ini yaitu metode historis dan argumen humanism. Karena sama sekali berbeda dengan pendahulunya, maka implikas terhadap produk hukum pun menjadi sangat kontraproduktif. Kehadiran metode baru tersebut tidak serta merta diterima secara mentah-mentah, karena pada kenyataannya masih banyak meninggalkan persoalan disana-sini jika dilihat dari banyak aspek. Sehingga hasil akhir dari istinbat ahkam yang dilakukan pun banyak di luar kaedah yang dipahami pada umumnya selama ini di kalangan para ulama dan fuqaha, hal itu terlihat dari kontroversialnya hasil istinbat yang terkait dengan berbagai masalah seperti jinayat dan ribaa. Apa yang salah dari metode anyar tersebut dan siapa tokoh dibalik gembor-gembor metode istinbat yang ikut meramaikan cakrawala pemikiran hukum Islam? Tulisan ini ingin menginformasi tentang isu metode istinbat ahkam yang ditilik dari berbagai sudut pandang.
Al-'Aql wa 'Alaqatuhu bi al-Din inda Thoha Abdurrahman Ahmad Farid Saifuddin; Boma Panji Astha Tulung
Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol. 5 No. 1 (2021)
Publisher : University of Darussalam Gontor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/tasfiyah.v5i1.5693

Abstract

Islam considers the reason has a noble position in religion. Reason is man's tool of achieving knowledge, sometimes even the reason becomes the source of knowledge, both religious or general science. In the development of the world of Islamic thought, the issue of reason and its relationship with religion is still a relevant issue to be discussed up to now. The problems between reason and religion are the first, in Islam, there are some people or groups who are excessive in using one of them, and the second, in the West people are more inclined to do a dichotomy between knowledge that comes from reason and knowledge that comes from religion, even refused one of them. In this case, Taha Abdurrahman with his theory of reason and its relationship in religion tries to put the reason in its proper place and function, because according to Taha reason reaches perfection in his actions when the mind interacts with religious teachings because the reason and religion has characteristics at-ta'wan wa at-ta'dhud bainahima. By using a descriptive-analytical approach, this journal intends to discuss and research reason and its relation with religion according to Taha Abdurrahman.
Analisis Respons Fazlur Rahman terhadap Islamisasi Ilmu Pengetahuan Ahmad Farid Saifuddin; Kholid Karomi
Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol. 21 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/klm.v21i2.12222

Abstract

This article aims to analyze the criticism given by Fazlur Rahman on the idea of Islamization of knowledge. According to Rahman, the concept of Islamization was conceptually initiated by SMN al-Attas and has no roots at all. According to Rahman, who is also the starting point for his criticism, first, science is essentially good. This means that it is neutral from all values (value-free). Second, the existence of a variety of views that even differ from one another among Muslim thinkers has an impact on the impossibility of determining which knowledge is Islamic or not. In this paper, the researcher will analyze the argumentative text of Fazlur Rahman's rejection of the Islamization of knowledge based on a conceptual basis about the nature of knowledge. Then the researcher explained the nature of knowledge according to al-Attas. The results of this research are that according to Fazlur Rahman, the problems of modern knowledge lie in a scientist's 'sense of responsibility', not in the concept of knowledge itself. As a result, Fazlur Rahman views that Islamization of knowledge is not necessary. Meanwhile, al-Attas views that the problems of contemporary science lie in knowledge itself. This is because several metaphysical aspects are included in building the concept of knowledge in modern science adopted by philosophers and scientists which cannot be reconciled with the nature of knowledge in Islam. This is where al-Attas sees the need for the Islamization of Contemporary knowledge.
Terapi Psikosomatis Ibnu Sina: Analisa Studi al-Nafs dalam Psikologi Islam Arroisi, Jarman; Farid Saifuddin, Ahmad; Nazhif Islam, Muhammad
Spiritualita Vol. 8 No. 1 (2024)
Publisher : Prodi Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Usluhuddin dan Dakwah IAIN Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/spiritualita.v8i1.1344

Abstract

Tulisan ini dalam pembahasannya menggunakan metode deskriptif-analisis yang berfokus pada kajian psikosomatis dan al-nafs. Tulisan ini berusaha mengeksplorasi lebih luas konsep An-Nafs dalam terapi psikomatis menurut pandangan Ibnu Sina. la berpendapat bahwa antara badan dan jiwa memiliki hubungan erat dan saling bekerjasama secara terus menerus. liwa tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya badan. Begitu tahap ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi badan. Pada hakikatnya keadaan-keadaan pikiran, sakit psikis bukanlah akibat dari penyakit fisik, tetapi karena ketidak stabilnya atau disharmonitas kondisi manusia dalam humor-humornya. Tulisan ini fokus pada konsep, an-nafs yang dikemukakan oleh Ibnu Sina dan aplikasinya dalam terapi psikomatis. Terapi psikomatis, juga dikenal sebagai terapi jiwa, merupakan pendekatan holistik yang berusaha menyelaraskan dimensi fisik dan psikis seseorang untuk mencapai kesehatan dan keseimbangan yang optimal Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep an-nafs Ibnu Sina menjadi landasan penting yang menawarkan wawasan berharga bagi praktisi terapi psikosomatis modern.