Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

FOUR Score sebagai Alternatif dalam Menilai Derajat Keparahan dan Memprediksi Mortalitas pada Pasien Cedera Otak Traumatik yang Diintubasi Airlangga, Prananda Surya; Hamzah, Hamzah; Santosa, Dhania Anindita; Subiantoro, Andri
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 3 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8674.151 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i3.280

Abstract

Skala yang mengukur koma yang ideal seharusnya bersifat linear, reliabel, valid, dan mudah digunakan. Berbagai macam skala telah dikembangkan dan divalidasi untuk mengevaluasi tingkat kesadaran secara cepat, derajat penyakit, dan prognosis terhadap morbiditas maupun mortalitas. Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan alat pemeriksaan tingkat kesadaran yang paling sering digunakan dan dijadikan gold standard, namun GCS mempunyai keterbatasan karena pasien yang diintubasi tidak dapat dinilai komponen verbal. Full Outline of UnResponsiveness (FOUR) score dikembangkan untuk mengatasi berbagai keterbatasan GCS. Pemeriksaan FOUR score adalah skala penilaian klinis dalam penilaian pasien dengan gangguan tingkat kesadaran. FOUR score lebih sederhana dan memberikan informasi yang lebih baik, terutama pada pasien cedera otak traumatik yang diintubasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GCS dan FOUR score memiliki nilai prediksi yang tinggi tidak hanya kematian pada pasien trauma tetapi juga luaran pada pasien yang dipulangkan. Studi multicentre menunjukkan FOUR score dan GCS tidak berbeda dalam memprediksi kematian di rumah sakit. Studi tersebut menyarankan bahwa FOUR score dapat menjadi alat diagnostik yang lebih baik untuk menilai refleks batang otak dan pola pernapasan. Namun penelitian lain didapatkan juga hasil yang bertentangan antara GCS dan FOUR score dalam prediksi luaran pasien. Adanya kontradiksi tersebut menunjukkan perlunya dilakukan lebih banyak studi. Oleh karena itu, telaah literatur ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan skor GCS dan FOUR dalam memprediksi mortalitas pasien trauma.FOUR Score as an Alternative in Assessing the Degree of Severity and Predicting Mortality in Intubated Traumatic Brain Injury PatientsAbstractThe ideal consciousness scoring scale must be linear, reliable, valid, and user-friendly. There is a need to develop and validate a scale to quickly evaluate the level of consciousness, the severity of the disease, and the prognosis of morbidity and mortality. Glasgow Coma Scale (GCS) is the most commonly used tool to assess the level of consciousness and is considered the gold standard. However, GCS has several limitations, such as inability to evaluate verbal components in intubated patients. To overcome these challenges, researchers developed the Full Outline of UnResponsiveness (FOUR) score. FOUR scores is a clinical grading scale to assess the altered state of consciousness. FOUR scores is simpler and able to provide better information, especially in intubated-traumatic brain injury (TBI) patients. Some studies showed that GCS and FOUR scores have the high predictive value in predicting not only the mortality of trauma patients but also the outcome of discharged patients. A multicentre study showed that FOUR scores and GCS do not differ in predicting inpatient mortality. This study suggested that the FOUR scores could be a better diagnostic tool for assessing brainstem reflexes and breathing patterns. Unfortunately, some studies have found conflicting results between GCS and FOUR scores in predicting patient outcomes. These contradictions suggest the need to conduct more studies. Therefore, this literature review will compare GCS and FOUR scores in predicting mortality of TBI patients.
Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula (IDIM) Setinggi Vertebra Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative Neurophysiological Monitoring Santosa, Dhania Anindita; Harijono, Bambang; Hamzah, Hamzah; Jasa, Zafrullah Kany; Rehatta, Nancy Margareta
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 7, No 3 (2018)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.879 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol7i3.26

Abstract

Eksisi tumor intradura intramedula (IDIM) dengan bantuan intraoperative neurophysiological monitoring (IOM) merupakan suatu teknik pembedahan yang bertujuan agar eksisi tumor dilakukan semaksimal mungkin, dengan meminimalkan defisit neurologis akibat pembedahan. Penanganan anestesi pada eksisi tumor IDIM dengan bantuan IOM ini, seorang ahli anestesi perlu menguasai ilmu dan keterampilan neuroanestesi untuk pembedahan tulang belakang, selain itu juga pemilihan teknik, jenis dan dosis obat yang mendukung pelaksanaan pembedahan dengan IOM ini. Seorang laki-laki usia 52 tahun dengan tumor IDIM setinggi vertebra cervical 56 menjalani pembedahan eksisi tumor dengan bantuan IOM. Pembedahan dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum dengan induksi intravena. Laringoskopi dilakukan dengan video laryngoscope. Pembedahan dilakukan dengan panduan IOM, selama anestesi diberikan total intravenous anesthesia tanpa pemberian pelumpuh otot tambahan setelah intubasi. Pembedahan berlangsung selama enam jam dan tumor dapat terangkat seluruhnya. Tantangan selama periode perioperatif adalah penilaian dan persiapan prabedah yang teliti, posisi pasien dan pemilihan teknik anestesi yang tepat.Anesthesia Management for Cervical 5-6 Intradural Intramedullary (IDIM) Tumor under Intraoperative Neurophysiological Monitoring GuidanceExcision of intradural intramedullary (IDIM) tumor using intraoperative neurophysiological monitoring (IOM) is one surgical technique aiming to excise tumor as maximum as possible, with minimum neurological deficit. In anesthesia management for IDIM tumor excision under IOM guidance, an anesthesiologist is required to master neuroanesthesia knowledge and skill, especially for spine surgery. Moreover, understanding the art of anesthesia technique, drug and dose supporting surgery with IOM. A male patient, 52 years old, with IDIM tumor at the level of cervical 5-6th underwent surgery for tumor excision using IOM. Surgery was done under general anesthesia, started with intravenous induction, and intubation was done using video laryngoscope. Surgery was done under IOM guidance, total intravenous anesthesia was implemented and no additional muscle relaxant was given after intubation. Surgery lasted for six hours and tumor was resected completely. Challenges during perioperative period are meticulous preoperative assessment and preparation, patient positioning and appropriate anesthesia technique.
Pengelolaan Kadar Gula Darah Perioperatif pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Tumor Cerebellopontine Angle Santosa, Dhania Anindita; Gaus, Syafruddin; Oetoro, Bambang J.; Saleh, Siti Chasnak
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.746 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol7i1.25

Abstract

Prevalensi penyakit diabetes mellitus (DM) meningkat sangat cepat pada abad ke-21, terutama karena obesitas, penuaan dan kurangnya aktivitas fisik. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan diperkirakan penderita DM menjadi 380 juta pada tahun 2025. Pasien dengan DM yang menjalani pembedahan mungkin sudah disertai dengan penyakit lain akibat DM. Episode hipoglikemia, hiperglikemia dan variabilitas kadar gula darah yang tinggi perioperatif memberikan risiko tingginya komplikasi perioperatif pada pasien. Seorang ahli anestesi memegang peranan penting dalam pengelolaan perioperatif pasien-pasien seperti ini, terutama pasien bedah saraf di mana otak sangat bergantung pada glukosa sebagai bahan bakar. Seorang wanita usia 46 tahun dengan DM dan tumor cerebellopontine angle (CPA) menjalani pembedahan elektif eksisi tumor. Pembedahan dilakukan dengan anestesi umum intubasi endotrakeal dan berjalan kurang lebih sembilan jam. Tantangan selama periode perioperatif adalah menjaga kadar gula darah tetap dalam rentang target yang diinginkan untuk meminimalisir cedera sekunder pada otak yang dapat mempengaruhi luaran kognitif serta komplikasi perioperatif yang mungkin terjadi. Pascabedah pasien dirawat di ICU dengan bantuan ventilator dan dilakukan ekstubasi tiga jam pascabedah dengan kadar gula darah stabil dan tanpa sequelaePerioperative Glucose Control in Diabetic Patients with Cerebellopontine Angle TumorPrevalence of patients with diabetes mellitus (DM) increases rapidly in the 21st century, mainly due to obesity, aging and lack of physical activity. International Diabetes Federation (IDF) predicted that by the year of 2025, 380 million people will suffer from DM. Diabetic patients undergoing surgery might have other diseases caused by DM. Episodes of hypoglycemia, hyperglycemia and high perioperative glucose level put the patients into higher perioperative risks. Anesthesiologists play a key role in perioperative management in these patients, moreover in neurosurgery pastients, as brain is very glucose-dependent. A 46 year old diabetic woman with cerebellopontine angle (CPA) tumor underwent elective surgery of tumor removal. Surgery was done under general endotracheal anesthesia and lasted for nine hours. Challenges during perioperative period are to maintain glucose level within target range to minimize secondary injury to the brain which may influence cognitive outcome and other possible perioperative complications. Patient was taken care at the ICU post operatively with ventilator. Patient was weaned and extubated three hours later with stable glucose control and no sequelae.