Pengobatan diabetes melitus merupakan salah satu program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Insulin berperan penting dalam mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi jangka panjang. Terapi pengobatan penyakit diabetes melitus dilakukan seumur hidup karena kondisi ini bersifat kronis dan tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, sehingga membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar. Salah satu aspek penting dalam pengelolaan diabetes melitus adalah mempertimbangkan apakah biaya yang dikeluarkan memberikan hasil yang maksimal bagi pasien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan efektivitas biaya INA-CBG penggunaan terapi kombinasi insulin rapid acting dengan insulin long acting terapi kombinasi insulin. Usia pasien berkisar antara 18 - >65 tahun. Efektivitas terapi diukur berdasarkan nilai gluk. Metode yang digunakan merupakan penelitian non eksperimental deskriptif dengan pengambilan data menggunakan pendekatan retrospektif melalui penelusuran rekam medis pasien. Data yang digunakan meliputi data sosiodemografi, hasil laboratorium GDP, GD2PP dan HbA1C serta total biaya medis langsung selama 7 hari. 92 pasien mendapatkan gula darah puasa (GDP), Glukosa Darah 2 jam Post Prandial (GD2PP) dan HbA1C. Analisis statistika dilakukan menggunakan Microsoft Excel dengan rumus ACER dan ICER. Hasil penelitian menunjukan kombinasi insulin Aspart + insulin Glargine XR dengan nilai ACER terendah berdasarkan hasil GDP sebesar Rp 3.330,27, GD2PP sebesar Rp 3.000,88 dan HbA1C sebesar Rp 5.056,69. Nilai ICER berdasarkan hasil GDP sebesar Rp -1.982,20, GD2PP sebesar Rp -515,79 dan HbA1C sebesar Rp -836,65. Kombinasi penggunaan insulin Aspart dan insulin Glargine XR menunjukkan persentase keuntungan sebesar 3,30% dari total nilai klaim INA-CBG.