Hukum adat dan hukum Islam saling berinteraksi dalam membentuk norma dan nilai sosial di masyarakat, terutama dalam aspek pernikahan, warisan, dan penyelesaian sengketa. Hukum adat mengatur proses pernikahan, sementara hukum Islam memberikan pedoman syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Dalam penyelesaian sengketa, keduanya mendorong mediasi dan musyawarah, menciptakan mekanisme yang diterima masyarakat. Hukum Islam di Indonesia telah beradaptasi dengan budaya lokal, seperti terlihat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengintegrasikan elemen hukum adat. Masjid Raya Pekanbaru, sebagai warisan sejarah, berfungsi sebagai tempat ibadah dan pusat budaya, mencerminkan identitas masyarakat Pekanbaru dengan arsitektur yang menggabungkan unsur Melayu dan Timur Tengah. Namun, revitalisasi pada 2009 mengakibatkan hilangnya keaslian bangunannya. Customary law and Islamic law interact closely in shaping social norms and values within society, particularly in areas such as marriage, inheritance, and dispute resolution. Customary law governs the ceremonial processes of marriage, while Islamic law provides guidelines for the essential conditions and legal requirements. In resolving disputes, both systems emphasize mediation and deliberation, fostering mechanisms that are widely accepted by the community. Islamic law in Indonesia has adapted to local cultures, as reflected in the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam or KHI), which integrates elements of customary law. The Great Mosque of Pekanbaru, a historical landmark, functions as both a place of worship and a cultural center, representing the identity of the Pekanbaru community through its blend of Malay and Middle Eastern architectural styles. However, a revitalization project in 2009 led to a loss of authenticity in the structure.