Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Krisis & Aktor Populis: Fase Awal Krisis Pandemi Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta Nurzaman, Tedy; Sholihah, Ratnia; Djuyandi, Yusa
International Journal of Demos (IJD) Volume 5 Issue 2 (2023)
Publisher : HK-Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37950/ijd.v5i2.442

Abstract

AbstractCrisis conditions and populist actors in several literatures show a significant relationship, especially in crises that are endogenous or caused by human actions. In an exogenous crisis, the process of politicizing these situations and conditions becomes difficult, because the nature of the crisis is caused by accidental shocks or beyond human control, which tends to create uncertainty about what actions to take. Based on the theory developed by Bobba & Hubé (2021a), the relationship between populist actors and crisis situations and conditions is not only when action is needed to weaken or solve problems, furthermore, populist actors can also act as crisis facilitators whose role is to spread a sense of crisis (Bobba & Hubé, 2021a). Anies Baswedan is known as one of the populist actors who won the 2017 DKI Jakarta Provincial election. As a regional head, Anies Baswedan also has the responsibility to be able to handle the Covid-19 pandemic outbreak in DKI Jakarta Province. This article will analyze the response of populist actors, in this case Anies Baswedan, to the initial phase (January – March 2020) of the Covid-19 pandemic crisis. The results of this study indicate that Anies Baswedan as a populist actor, not only seeks to weaken crisis situations and conditions through regional quarantine or lockdown policy proposals, but also acts as an actor facilitating crisis situations and conditions, thus providing a foothold or legitimacy for the proposed policies.Keywords: Crisis, Populism, Pandemic Covid-19 AbstrakKondisi krisis dan aktor populis pada beberapa literatur menunjukan keterkaitan yang cukup signifikan, khususnya pada krisis yang bersifat endogen atau disebabkan oleh tindakan manusia. Pada krisis yang bersifat eksogen proses politisasi akan situasi dan kondisi tersebut menjadi sulit, karena sifat krisis yang disebabkan oleh guncangan tidak disengaja atau diluar kendali manusia, sehingga cenderung memunculkan kegamangan atas tindakan yang harus dilakukan. Berdasarkan teori yang dibangun oleh Bobba & Hubé (2021a), keterkaitan antara aktor populis dengan situasi dan kondisi krisis tidak hanya pada saat dibutuhkannya tindakan yang dapat melemahkan atau menyelesaikan masalah, lebih jauh dari itu, aktor populis juga dapat bertindak sebagai fasilitator krisis yang berperan untuk menyebarkan rasa krisis (Bobba & Hubé, 2021a). Anies Baswedan dikenal sebagai salah satu aktor populis yang berhasil meraih kemenangan pada pilkada Provinsi DKI Jakarta tahun 2017. Sebagai kepala daerah, Anies Baswedan juga memiliki tanggung jawab untuk dapat menangani wabah pandemi Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta. Artikel ini akan menganalisis bagaimana respon aktor populis, dalam hal ini Anies Baswedan, terhadap fase awal (Januari – Maret 2020) krisis pandemi Covid-19. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Anies Baswedan sebagai aktor populis, tidak hanya berupaya untuk melemahkan situasi dan kondisi krisis melalui usulan kebijakan karantina wilayah atau lockdown, melainkan juga berperan sebagai aktor yang memfasilitasi situasi dan kondisi krisis, sehingga memberikan pijakan atau legitimasi atas usualan kebijakan yang diajukan.Kata kunci: Krisis, Populisme, Pandemi Covid-19
Pergantian Kepemimpinan Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Bandung dan Kemenangan Pemilu Legislatif Kabupaten Bandung Tahun 2024 Suryana, Nanang; Nurzaman, Tedy; Silas, Jonah
International Journal of Demos (IJD) Volume 7 Issue 2 (2025)
Publisher : HK-Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37950/ijd.v7i2.535

Abstract

Abstract Party leadership is an important aspect in showing the face of a political party to the public as voters. Several studies show that party leadership has a fairly strong influence in determining voting behavior (Liddle & Mujani, 2007). In the midst of the decentralization system in force in Indonesia, the presence of political parties at the regional level is thus a necessity, at least to reach voters at a more micro level. The touch between the community and the party at the regional level is certainly more intense compared to the party at the central level. The last four legislative elections in Bandung Regency (2004, 2009, 2014, and 2019), were always won by the Golkar party, until finally this dominance collapsed marked by the victory of the National Awakening Party (PKB) in the 2024 Bandung Regency legislative election. This victory occurred after the change in leadership of the National Awakening Party (PKB) at the regional level, in this case in Bandung Regency. Through the conceptual framework built by Stark (1996), related to the criteria for changing party leadership, this article aims to analyze in more depth how the change in leadership of the National Awakening Party of Bandung Regency can provide electoral incentives for the National Awakening Party's vote acquisition in the 2024 Bandung Regency legislative election. This article shows the factors of acceptance of party leaders by party members, electoral interest possessed by party leaders, and the competence of party leaders, which are supported by the factor of ownership of popular power as determinant factors that must be possessed by party leaders, as happened in the National Awakening Party (PKB) of Bandung Regency which succeeded in breaking the dominance of the Golkar Party in the 2024 Bandung Regency legislative election. Keywords: Change of Party Leadership, Popular Political Actors, PKB Abstrak Kepemimpinan partai menjadi aspek penting dalam menunjukkan wajah partai politik kepada publik sebagai pemilih. Beberapa studi menujukan kepemimpinan partai memiliki pengaruh cukup kuat dalam menentukan perilaku memilih (Liddle & Mujani, 2007). Di tengah sistem desentralisasi yang berlaku di Indonesia, kehadiran partai politik pada tingkatan daerah dengan begitu, menjadi suatu keharusan, paling tidak untuk menjangkau pemilih pada tingkatan yang lebih mikro. Sentuhan antara masyarakat dengan partai pada tingkatan daerah tentunya menjadi lebih intens dibandingkan dengan partai pada tingkatan pusat. Empat pemilu legislatif Kabupaten Bandung terakhir (2004, 2009, 2014, dan 2019), selalu dimenangkan oleh partai golongan karya (Golkar), sampai akhirnya dominasi tersebut runtuh ditandai dengan kemenangan partai kebangkitan bangsa (PKB) pada pemilu legislatif Kabupaten Bandung tahun 2024. Kemenangan tersebut terjadi pasca pergantian kepemimpinan partai kebangkitan bangsa (PKB) di tingkatan daerah, dalam hal ini di Kabupaten Bandung. Melalui kerangka konseptual yang dibangun oleh Stark (1996), terkait kriteria pergantian kepemimpinan partai, artikel ini bertujuan untuk menganalisis lebih dalam bagaimana pergantian kepemimpinan partai kebangkitan bangsa Kabupaten Bandung dapat memberikan insentif elektoral terhadap raihan suara partai kebangkitan bangsa pada pemilu legislatif Kabupaten Bandung tahun 2024. Artikel ini menunjukkan faktor penerimaan pemimpin partai oleh anggota partai, ketertarikan elektoral yang dimiliki pemimpin partai, dan kompetensi pemimpin partai, yang ditopang oleh faktor kepemilikan kekuatan popular menjadi faktor determinan yang harus dimiliki oleh pemimpin partai, sebagaimana yang terjadi pada partai kebangkitan bangsa (PKB) Kabupaten Bandung yang berhasil mematahkan dominasi partai golkar pada pemilu legislatif Kabupaten Bandung tahun 2024. Kata Kunci: Pergantian Kepemimpinan Partai, Aktor Politik Popular, PKB