Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEDUDUKAN PERJANJIAN PERKAWINAN SERTA ETERKAITAN DENGAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.69/PUU-XIII/2015 Dini novelita rosyanti; Edi ikhsan; Rosnidar sembiring
Jurnal Intelek Insan Cendikia Vol. 1 No. 8 (2024): Oktober 2024
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi latar belakang perubahan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi, apa akibat hukum terhadap pihak ketiga pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015, serta bagaimana mekanisme pembuatan akta perjanjian perkawinan oleh notaris pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dan alat pengumpulan datanya dilakukan dengan studi dokumen (documentary reseacrh). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa yang menjadi latar belakang perubahan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu adanya Pemohon mengajukan permohonan constitutional review (pengujian konstitusional) ke Mahkamah Konstitusional terhadap Pasal 21 ayat (1), dan ayat (3), Pasal 36 ayat (1) UUPA, Pasal 29 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, yang mana menurut Pemohon dasar dari "Perjanjian Kawin" adalah sama seperti "perjanjian" pada umumnya, yakni kedua belah pihak diberikan kebebasan (sesuai dengan asas hukum "kebebasan berkontrak") asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau tidak melanggar ketertiban umum. Selain itu, Akibat hukum terhadap pihak ketiga pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 yaitu perjanjian perkawinan yang ditetapkan setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tetap berlaku bagi kedua belah pihak suami istri yang membuatnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS SERTIPIKAT HAK MILIK YANG TELAH DIBATALKAN OLEH PENGADILAN DAN SUDAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP (Studi Putusan Nomor 31 K/TUN/2020) Jhonson Datmalem Siahaan; Edi Ikhsan; Rudy Haposan Siahaan
Jurnal Intelek Insan Cendikia Vol. 1 No. 9 (2024): NOVEMBER 2024
Publisher : PT. Intelek Cendikiawan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satunya persoalan hukum tentang hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan adalah akibat terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik, yang mana dalam hal ini adanya sertipikat ganda diobjek yang sama, adanya pembatalan sertipikat hak milik yang sudah diputus oleh PTUN, mengakibatkan batalnya hak tanggungan. Salah satu contoh berdasarkan Putusan PTUN Nomor 31 K/TUN/2020. Sifat penelitian deskriptif, jenis penelitian hukum normative. Sumber data yang digunakan data sekunder. Pengumpulan data studi kepustakaan (library research alat pengumpulan data studi dokumen. Analisis data menggunakan metode kualitatif. Bank yang merupakan kreditur pemegang hak jaminan harus kehilangan haknya terhadap objek hak tanggungan, yang mana bank tidak berhak lagi mengeksekusi objek hak tanggungan, sehingga bank dalam kasus ini tidak mendapatkan bagaimana kepastian hukum terhadap pembatalan hak tanggungan tersebut, yang mana dalam hal ini bank adalah pihak yang dirugikan apabila debitor cidera janji terhadap pelunasan hutangnya, yang seharusnya bank adalah kreditur Preferent pada akhirnya menjadi kreditur yang tidak diutamakan lagi kedudukannya. Berdasarkan permasalan kasus perlindungan terhadap kreditur terhadap pembatalan sertifikat yang telah dibebankan hak tanggungan maka penulis memakai teori perlindungan hukum sebagai pisau analisis dalam menganalisa bagaimana seharusnya perlindungan yang diberlakukan dan yang akan dibuat guna melindungi bank selaku kreditur yang dalam kasus ini adalah pihak yang dirugikan. Perlindungan terhadap Pemegang Hak Tanggungan tidak boleh dinegasikan, sehingga perlu dicari solusi atas permasalahan ini agar kepentingan Pemegang Hak Tanggungan atau Kreditur tetap terjaga walaupun Hak Atas Tanah telah dibatalkan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.