p-Index From 2020 - 2025
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal IPSSJ
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI BENTUK SANKSI HUKUM BARU YANG EFEKTIF DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI TANPA PERLU ADANYA PEMIDANAAN Bernard Sindak Pangihutan Lumban Siantar; Exal Sinaga; Irwan Triadi
Integrative Perspectives of Social and Science Journal Vol. 2 No. 06 November (2025): Integrative Perspectives of Social and Science Journal
Publisher : PT Wahana Global Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui konsep perampasan aset sebagai bentuk sanksi hukum tanpa pemidanaan dalam sistem hukum Indonesia saat ini sebelum adanya RUU Perampasan Aset serta implikasi penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum bagi terdakwa maupun pihak ketiga yang beritikad baik. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel hukum ini menggunakan metode  yuridis normatif yaitu untuk mengetahui penerapan hukum positif dalam isu hukum yang diangkat tersebut dan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah bahan hukum primer dan sekunder.. Adapun bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) terdiri dari peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Dasar 1945,Undang-undang, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Putusan Hakim. Bahan hukum sekunder adalah semua Publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi, publikasi tersebut terdiri atas buku-buku teks yang membicarakan  suatu dan / atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi,tesis, dan disertasi hukum, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan hakim. Hasil pembahasan artikel menunjukkan konsep perampasan aset sebagai bentuk sanksi hukum tanpa pemidanaan dalam sistem hukum Indonesia saat ini sebelum adanya RUU Perampasan Aset masih diberlakukannya pemidanaan berdasarkan hukum positif yang berlaku saai ini (Ius Constitutum). Sementara perampasan aset tanpa pemidanaan haruslah menunggu konsep pengaturan regulasi RUU Perampasan Aset di masa yang mendatang ( Ius Constituendum). Serta implikasi penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum bagi terdakwa maupun pihak ketiga yang beritikad baik wajib mematuhi HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan proses putusan pengadilan bagi terdakwa serta pihak ketiga  yang beritikad baik.
RESTORATIVE JUSTICE DALAM SATU PAYUNG HUKUM: GAGASAN PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG TUNGGAL Bernard Sindak Pangihutan Lumban Siantar; Irwan Triadi
Integrative Perspectives of Social and Science Journal Vol. 2 No. 06 November (2025): Integrative Perspectives of Social and Science Journal
Publisher : PT Wahana Global Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep pengaturan tentang restorative justice di Indonesia saat ini, dan mengkritisi tentang banyaknya aturan tentang restorative justice ,sehingga penulis merasa perlu untuk dilakukan satu pengaturan dalam satu payung hukum tunggal terkait restorative justice untuk memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Dalam penulisan jurnal ini metode yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif. penulis menggunakan Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber data untuk mengangkat isu hukum ini adalah bahan hukum primer,bahan hukum sekunder dan media massa. Terdiri dari peraturan perundang-undangan, Peraturan polisi, Peraturan Jaksa, Peraturan Mahkamah Agung. Sumber data sekuder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber sumber yang telah ada. Hasil pembahasan artikel ini adalah ternyata pengaturan mengenai restorative justice diatur dalam berbagai peraturan pelaksana yang berbeda-beda dalam setiap tingkatan pemeriksaan yang menimbulkan ketidak pastian hukum serta ada kekosongan hukum yang menimbulkan perbedaan persepsi tidak hanya diantara para penegak hukum, bahkan akademisi, apalagi masyarakat luas tentang konsep “Restorative Justice” oleh karena itu perlu dilakukan penyempurnaan dengan membentuk dalam satu bentuk peraturan perundang-undangan tunggal yang mengatur tentang “Restorative Justice” lebih detail dan komprehensif.