Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui konsep perampasan aset sebagai bentuk sanksi hukum tanpa pemidanaan dalam sistem hukum Indonesia saat ini sebelum adanya RUU Perampasan Aset serta implikasi penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum bagi terdakwa maupun pihak ketiga yang beritikad baik. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel hukum ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu untuk mengetahui penerapan hukum positif dalam isu hukum yang diangkat tersebut dan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah bahan hukum primer dan sekunder.. Adapun bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) terdiri dari peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Dasar 1945,Undang-undang, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Putusan Hakim. Bahan hukum sekunder adalah semua Publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi, publikasi tersebut terdiri atas buku-buku teks yang membicarakan suatu dan / atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi,tesis, dan disertasi hukum, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan hakim. Hasil pembahasan artikel menunjukkan konsep perampasan aset sebagai bentuk sanksi hukum tanpa pemidanaan dalam sistem hukum Indonesia saat ini sebelum adanya RUU Perampasan Aset masih diberlakukannya pemidanaan berdasarkan hukum positif yang berlaku saai ini (Ius Constitutum). Sementara perampasan aset tanpa pemidanaan haruslah menunggu konsep pengaturan regulasi RUU Perampasan Aset di masa yang mendatang ( Ius Constituendum). Serta implikasi penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum bagi terdakwa maupun pihak ketiga yang beritikad baik wajib mematuhi HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan proses putusan pengadilan bagi terdakwa serta pihak ketiga yang beritikad baik.